Market

Utak-atik RTRW Demi Investasi Priven Lestari, Warga Buli Terusir

Upaya warga Buli, Halmahera Timur, Maluku Utara, mempertahankan keberadaan Gunung Wato-wato tak pernah surut. Semangat berkobar sejak 2014, tak surut meski harus menghadai investor dan aparat.

Saat ini Halmahera Timur mengoleksi 27 Izin Usaha Pertambangan (IUP) dengan total luas konsesi mencapai 172.901,95 hektare. Jika ditambah kehadiran PT Priven Lestari dengan luas konsesi 4.953 hektare, maka nasib masyarakat di Kecamatan Maba dengan jumlah penduduk 13.195 jiwa dari 10 desa akan terancam. Apalagi luas wilayah Kecamatan Maba hanya 385,55 kilometer persegi.

Koordinator aksi dari Aliansi Masyarakat Buli Peduli Wato-wato, Muhammad Said Marsaoly mengatakan, penolakan masyarakat atas rencana pembangunan tambang nikel, disuarakan lewat pertemuan resmi. Misalnya, Konsultasi Publik Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) maupun rapat bersama dengan DPRD dan Pemerintah Daerah Halmahera Timur.

“Meski demikian, sampai saat ini tepatnya pada akhir Mei 2023, Priven telah membuka akses jalan untuk pertambangan dan persiapan jetty perusahaan,” ujar Said, Rabu (1/11/2023).

Dia mengatakan, Priven telah memiliki izin prinsip untuk keberlangsungan kegiatan operasi-produksi. Salah satu yang terpenting adalah mengantongi rekomendasi arahan penyesuaian areal lUP PT Priven Lestari seluas 4.953 hektare, terhadap Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Halmahera Timur 2010-2029 yang diterbitkan pada 2018 oleh Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Penelitian dan Pengembangan Daerah, Ricky Chairul Richfat.

Menurut Said, dalam Perda Nomor 6 Tahun 2012 tentang RTRW Kabupaten Halmahera Timur Tahun 2010-2029, terdapat penjelasan struktur ruang yang tertera pada Pasal 14 point (9) huruf (c), bahwa areal konsesi PT Priven Lestari terdapat sumber mata air yang ditetapkan sebagai pengembangan sumber daya air bersih untuk perkotaan Buli.

Sementara dalam pasal 16-22, kata Said, Rencana Pola Ruang Kabupaten Halmahera Timur, terdiri dari Kawasan Lindung dan Budidaya. Kawasan lindung terdiri atas; Hutan lindung, Perlindungan setempat; dan Suaka alam. Sementara, letak peta IUP PT. Priven berada pada kawasan lindung, di antaranya; hutan lindung, sumber mata air, kawasan lonsor dan banji.

“Di sini, kami memandang IUP PT. Priven menabrak tata ruang yang dibuat Pemda dan DPRD sendiri, terutama dalam pasal 16-22 mengenai pola uang. Sayangnya, di berbagai kesempatan, Pemda dan DPRD Halmahera Timur berdalih tidak memiliki kewenangan sama sekali,” ungkapnya.

Perlu dicatat, rekomendasi penyesuaian tata ruang adalah syarat utama agar PT Priven dapat memperoleh izin lingkungan dari Pemprov Malut, demi melanjutkan aktivitas produksinya. Dari sini teranglah, bahwa Pemda Halmahera Timur dengan sengaja mengabaikan aspirasi warga Buli yang telah menolak PT Priven sejak 2014.

“Demikian pula dengan DPRD kabupaten Halmahera Timur yang telah kehilangan dua fungsi vitalnya yakni legislasi dan pengawasan sebagaimana dalam Undang-undang Nomor 42 Tahun 2014,” ujarnya.

Asal tahu saja, Gunung Wato-wato merupakan benteng terakhir, atau ruang yang tersisa di Halmahera Timur setelah beberapa wilayah di sekelilingnya diporak-porandakan oleh perusahaan pertambangan nikel.

“Kami yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Buli Peduli Watowato mendesak Bupati dan DPRD Halmahera Timur segera batalkan rekomendasi arahan penyesuaian tata ruang PT Priven Lestari Tahun 2018,” pungkasnya. 

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button