Market

Potensi Setoran Rp8.475 Triliun, Adu Kuat Bappebti dan OJK di Perdagangan Karbon

Dari perdagangan karbon dunia, pemerintah Indonesia berpeluang meraup pendapatan sebesar US$565 miliar atau setara Rp8.475 triliun. Harap sabar, aturan main masih digodok dalam RUU PPSK.

Direktur Eksekutif Celios Bhima Yudhistira mengatakan, perdagangan karbon atau pembentukan pasar karbon diatur dalam RUU Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (PPSK). Dalam RUU PPSK ini, sebaiknya tegas mengatur mekanisme pasar karbon. Apakah masuk komoditas atau bauran komoditas dengan efek. “Apabila OJK ingin mengatur pasar karbon, maka bentuknya adalah bauran pasar komoditas dengan efek dalam rangka mempermudah perusahaan mencari pembiayaan ketika memiliki sertifikat karbon,” terang Bhima, Jakarta, Selasa (18/10/2022).

Dalam beberapa kasus di negara lain, kata dia, pasar karbon diatur sebagai komoditas, bukan sebagai efek. Sebut saja European Union Emissions Trading System (EU ETS), merupakan pasar karbon pertama dan terbesar di dunia yang telah menerapkan cap and trade system berbasiskan pasar komoditas sejak 2005.

Namun, masih kata Bhima, selain menempatkan kredit karbon sebagai komoditas, beberapa studi turut mempertimbangkan penggunaan kredit karbon sebagai efek, atau sekuritas. Seperti banyak jenis aset, pemilik kredit karbon dapat menggunakan kredit karbon sebagai jaminan untuk mendapatkan pembiayaan.

“Dalam pasal 24 RUU PPSK disebutkan, perdagangan karbon harus dilakukan dengan mekanisme pasar karbon, melalui bursa karbon dan/atau dengan perdagangan langsung. Adapun bursa karbon dimaksud merupakan sistem yang mengatur mengenai pencatatan cadangan karbon, perdagangan karbon, dan status kepemilikan unit karbon. Kemudian pasal 26 dipertegas pengaturannya berada di bawah OJK,” beber Bhima.

Ekonom muda ini, menambahkan, jika kredit karbon ditempatkan sebagai komoditas, mengikuti benchmark negara-negara lain, maka pemerintah Indonesia dapat segera melaksanakan perdagangan karbon melalui ekosistem perdagangan komoditas (bursa, kliring, dan kustodian) yang sudah tersedia di bawah pengawasan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Kementerian Perdagangan.

“Akan tetapi, tetap terbuka peluang koordinasi antara Bappebti dengan OJK dalam mengkombinasikan alternatif pasar karbon sebagai komoditas dan efek. Sistem campuran yang inovatif sebenarnya sah-sah saja asalkan pembagian tugasnya cukup jelas,” ungkapnya.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button