PPN Belum Naik 12 Persen Saja, Kelompok Menengah Susut Sejuta Orang, Celios: Hati-hati Pak Prabowo….


Beban hidup kelas menengan benar-benar berat. Tahun depan, jumlahnya diprediksi anjlok dari 47,85 juta (data BPS), menjadi 46,9 persen. Atau hampir sejuta jiwa hanya dalam setahun.

Nah, jika  pemerintahan Prabowo-Gibran jadi mengerek naik Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 menjadi 12 persen, semakin banyak kelas menengah yang bangkrut. Mungkin jumlah golongan duafa alias miskin bertambahnya lebih dari sejuta orang.

Peringatan itu disampaikan Bhima Yudhistira, Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) di Jakarta, dikutip Rabu (18/9/2024). “Tanpa pungutan baru dan tarif PPN baru (12 persen), diperkirakan (kelas menengah) menurun menjadi 46,9 juta orang pada 2025. Atau berkurangnya 2 persen dari jumlah kelas menengah pada 2024,” kata Bhima.

Jika pemerintahan baru yang dinahkodai Prabowo Subianto menerapkan banyak pungutan serta menaikkan PPN menjadi 12 persen, maka jumlah kelompok menengah bakal semakin susut 7 persen hingga 8 persen. Atau jumlah kelas menengah tersisa sekitar 44,7 juta-44,3 juta orang.  “Skenario turunnya jumlah kelas menengah ini, sejalan dengan tren anjloknya porsi disposable income masyarakat terhadap PDB per kapita,” kata Bhima.

Sementara, ragam kebijakan pemerintah kian menekan masyarakat kelas menengah. Beban masyarakat Indonesia, terutama kelas menengah terus bertambah, seiring rencana pemerintah akan menaikkan tarif PPN menjadi 12 persen dan tarif PPN Kegiatan Membangun Sendiri/KMS (rumah) sebesar 2,4 persen.

Selain itu masih ada sederet kebijkan pemerintah yang diproyeksikan akan semakin menekan jumlah kelas menengah, di antaranya rencana pungutan Tapera, kenaikan iuran BPJS Kesehatan, pembatasan BBM subsidi, subsidi KRL basis KTP, serta aneka kebijakan lainnya.

“Beban iuran yang bertambah akan memperkecil sisa pendapatan yang bisa dibelanjakan untuk kebutuhan non-makanan seperti perumahan, pendidikan, kesehatan dan cicilan kendaraan bermotor,” ujar Bhima.

Dalam hal ini, Bhima menyorodkan gagasan sebagai solusi. Tak ada salahnya, pemerintahan Prabowo Subianto mengikuti jejak Jerman dan Inggris. Mereka menetapkan berbagai kebijakan yang meringankan kelompok menengah.

Jerman, misalnya, rela memangkas PPN untuk kelas menengah dari 19 persen menjadi 16 persen. Lebih ekstrem lagi Inggris yang memotong tarif spesifik pariwisata dari 20 persen menjadi hanya 5 persen.

“Saya kira, pemerintah perlu meringankan beban kelas menengah dengan menurunkan tarif PPN. Dari 12 persen menjadi 9 persen. Sebagian negara melakukan relaksasi PPN pasca pandemi COVID-19 untuk memulihkan daya beli,” ungkapnya.

Masih kata Bhima, pungutan-pungutan yang berpotensi memberatkan kantong kelas menengah, sebaiknya dievaluasi kalau perlu dibatalkan saja.  ‘Tunda berbagai pungutan yang memberatkan kelas menengah, seperti asuransi third party liabilities, Tapera, dana pensiun tambahan. Serta, perluas bansos untuk kelas menengah rentan dalam kerangka bantuan tunai, maupun pangan,” pungkasnya.