Untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi sebesar 8 persen dalam 5 tahun, ada sejumlah syarat yang harus bisa dipenuhi Presiden Prabowo Subianto. Mulai dari minimum investasi masuk hingga masih tingginya ICOR (Incremental Capital Output Ratio). Artinya kebocoran anggaran cukup tinggi.
Wakil Rektor bidamg Pengelolaan Sumber Daya Universitas Paramadina, Handy Risza menyebut, masih terbukanya perekonomian nasional meroket hingga 8 persen. Namun, tidak bisa lagi Indonesia hanya mengandalkan konsumsi sebagai pengungkitnya.
“Investasi adalah sumber utama bagi pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang,” kata Handy dalam sebuah diskusi daring, Jakarta, dikutip Kamis (26/12/2024).
Untuk mewujudkan pertumbuhan 8 persen, kata dia, tim ekonomi yang dipercaya Presiden Prabowo harus bisa mendorong masuknya investasi minimal Rp13.528 triliun dalam 5 tahun. Atau Rp2.705,6 per tahun.
Selain itu, angka ICOR ditekan serendah-rendahnya. Semakin rendah angka ICOR maka semakin efisien sebuah investasi di suatu negara. “Jika ingin tumbuh 8 persen maka ICOR harus berada di angka 3-4,” ungkapnya.
Angka ICOR ini dijadikan patokan bagi Begawan Ekonomi Prof Sumitro Djojohadikusumo, ayah dari Presiden Prabowo Subianto, untuk menentukan boros tidaknya biaya pembangungan.
Termasuk menentukan tinggi rendahnya kebocoran anggaran. Ketika ICOR tinggi bermakna tinggi pula kebocoran anggaran.
Akhir 1993, Prof Soemitro pernah mengitung kebocoran anggaran mencapai 30 persen. Angka itu didapatkan dari ICOR Indonesia pada tahun itu, sebesar 5. Sementara ICOR rata-rata negara ASEAN hanya 3,5. Selisih ICOR Indonesia dan rata-rata negara ASEAN dibagi ICOR Indonesia dikalikan 100 persen, hasilnya 30 persen.
Jika ICOR Indonesia pada 2023, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) sebesar 6,3 sedangkan rata-rata ICOR negara-negara di ASEAN sebesar 3,7, dengan cara yang sama didapatkan hasil 41 persen.
Artinya, kebocoran anggaran meningkat dari 30 persen menjadi 41 persen. Jangan berharap investasi mengalir deras ke Indonesia, jika angka kebocoran anggaran yang terjadi cukup tinggi.
Mengingatkan saja, ekonom senior almarhum Faisal Basri pernah mengingatkan tingginya angka ICOR di era Jokowi. Khususnya di periode pertama yang mencapai 6,5. padahal, era Soeharto hingga Jokowi berhasil mengerem ICOR di level 4-4,6.
Masih kata Handy, jika pemerintahan Prabowo berhasil menyedot investasi sebagai penopang utama bagi pertumbuhan ekonomi, dampaknya akan luar biasa.
“Akan mendorong kapasitas produksi, peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM), alid teknologi, inovasi, riset dan ekonomi berkelanjutan berkembang pesat,” terang Handy.
Hanya saja, perjuangannya tidak akan mudah. Berdasarkan data, kontribusi investasi terhadap pertumbuhan ekonomi justru konsisten anjlok di era reformasi. Tertinggi pada 2015, kontribusi investasi terhadap pertumbuhan mencapai 32,81 persen.
Selanjutnya turun terus hingga tersisa 29,33 persen pada 2023. “Hal ini selaras dengan ambruknya kontribusi manufaktur terhadap pertumbuhan ekonomi yang susut terus hingga kini di bawah 20 persen. Ya, 19 persen lebih gitu,” tuturnya.