Presiden Prabowo Subianto menegaskan akan tetap menjaga kedaulatan Indonesia di Laut China Selatan (LCS) menyusul joint statement atau pernyataan bersamanya dengan Presiden China Xi Jinping yang memunculkan banyak kritik dan pertanyaan publik.
Prabowo mengatakan bahwa ia juga membahas persoalan LCS dengan Presiden AS Joe Biden saat bertemu di Gedung Putih pada Selasa (12/11/2024). Menurutnya, Indonesia membuka pintu kerja sama dengan semua negara.
“Laut China Selatan kita bahas. Saya katakan kita ingin kerja sama dengan semua pihak. Kita menghormati semua kekuatan, tapi kita juga akan tetap mempertahankan kedaulatan kita,” kata Prabowo di Washington DC sebelum melanjutkan lawatannya ke Peru, Kamis (14/1/2024).
Ia pun menegaskan ingin selalu mencari peluang kerja sama seraya meyakini kolaborasi lebih baik daripada konfrontasi.
Prabowo mengatakan kolaborasi tidak akan datang sendiri. Oleh karena itu, Indonesia mengupayakan agar bisa bekerja sama dengan semua pihak.
“Harus ada upaya untuk membangun saling percaya, saling menghormati. Jadi kita memilih untuk memelihara hubungan baik dengan semua pihak,” ujar Presiden ke-8 RI itu.
Meski tidak menyinggung negara mana pun, pernyataan Prabowo itu muncul usai sejumlah pengamat hingga Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI mengkritik pernyataan bersamanya dengan Xi Jinping di Beijing akhir pekan lalu.
Poin ke-9 dalam pernyataan bersama Prabowo-Xi Jinping memaparkan Indonesia-China sepakat memperkuat dan memperluas kerja sama maritim. Yang menjadi banyak pertanyaan adalah pernyataan paragraf dua poin 9 yang menyatakan bahwa kedua negara ‘mencapai kesepahaman penting mengenai pengembangan bersama di wilayah yang memiliki klaim tumpang tindih’.
Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI) Hikmahanto Juwana mengkritik poin tersebut yang dinilai sangat terkait dengan sengketa LCS. Perairan itu menjadi titik panas konflik setelah China mengklaim hampir seluruh wilayah LCS yang tumpang tindih dengan teritorial sejumlah negara terutama negara di ASEAN.
Hikmahanto mempertanyakan apakah klaim tumpang tindih (overclaim) yang dimaksud adalah antara klaim 9-Dash-Lines China dengan Zona Eksklusif Ekonomi (ZEE) Indonesia di Natuna Utara.
Selama ini, Indonesia menegaskan tidak memiliki sengketa teritorial dengan Beijing di LCS. Meski demikian, sikap kapal-kapal China yang semakin sering mengganggu hingga menerobos perairan Indonesia, terutama di Natuna, membuat Jakarta kewalahan dan mau tak mau menegaskan kedaulatannya di perairan tersebut.
“Bila memang benar, berarti kebijakan Indonesia terkait klaim sepihak China atas Sepuluh [dulu sembilan] Garis Putus telah berubah secara drastis,” kata Hikmahanto dalam rilis resmi yang diterima Kamis (14/11/2024).
Indonesia selama ini menganggap 9-Dash-Lines China tak sesuai hukum laut PBB atau UNCLOS.
Pengadilan Arbitrase pada 2016 juga sudah juga menolak klaim sepihak China.
“Namun dengan adanya joint statement 9 November lalu berarti Indonesia telah mengakui klaim sepihak China atas Sepuluh Garis Putus,” kata Hikmahanto.
Joint development itu, lanjut dia, hanya terjadi bila masing-masing negara mengakui zona maritim yang saling tumpang tindih.