News

PDIP Raksasa yang Kesepian

Sebagai partai pemenang pemilu dua kali berturut-turut, PDIP seperti raksasa yang kesepian. Ketika banyak parpol sibuk membangun koalisi, PDIP hanya menjadi penonton saja, terlepas menjadi satu-satunya parpol yang memiliki tiket mengusung capres. PDIP juga sendirian ketika mayoritas parpol parlemen menolak sistem pemilu tertutup diterapkan pada Pemilu 2024 yang digelar secara serentak.

Isu sistem pemilu yang mencuat sekarang ini layak untuk disorot, karena muncul pada proses tahapan pemilu dan disinggung oleh Ketua KPU Hasyim Asy’ari lantaran adanya upaya menguji UU Pemilu di Mahkamah Konstitusi (MK). Isu ini tidak populer di kalangan parpol parlemen, namun tidak bagi PDIP yang konsisten mendukung pemilu tertutup.

Delapan fraksi di parlemen menyatakan sikap mendukung Pemilu 2024 digelar dengan sistem proporsional terbuka dan mendorong MK konsisten dengan putusan Nomor 22-24/PUU-VI-2008 yang menekankan hak warga mengetahui caleg untuk dipilih melalui pemilu terbuka. Sikap delapan fraksi di parlemen ditindaklanjuti dengan pertemuan tujuh elite parpol (minus Gerindra), di Hotel Dharmawangsa, Minggu (8/1/2023).

Delapan parpol yang terdiri atas Golkar, Gerindra, PKB, NasDem, Demokrat, PKS, PAN dan PPP, mendukung sistem proporsional terbuka untuk kembali diterapkan pada 2024. “Sehubungan dengan wacana diberlakukannya kembali sistem pemilu proporsional tertutup dan telah dilakukan judicial review di Mahkamah Konstitusi, kami, partai politik menyampaikan sikap menolak proporsional tertutup,” kata Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto.

Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto menyatakan tetap mendukung wacana sistem proporsional tertutup untuk diterapkan pada 2024, walaupun PDIP telah dua kali menang pemilu dengan sistem terbuka. Dalihnya, proporsional tertutup lebih efisien dan tidak menutup akses banyak pihak dengan ragam latar belakang untuk maju menjadi calon legislatif (caleg).

Menurut Hasto, DPR butuh banyak pakar untuk menjadi lawan tanding pemerintah. Celakanya, biaya politik sangat tinggi. Penelitian yang dilakukan Seskab Pramono Anung menyebutkan butuh sedikitnya Rp5 miliar bagi seseorang untuk menjadi anggota dewan. “Bahkan ada yang habis sampai Rp100 miliar untuk menjadi anggota dewan,” tuturnya.

Hasto menilai masyarakat dari kalangan akademisi atau pakar tidak mungkin bisa maju pada pileg dengan modal yang begitu besar. Sementara DPR membutuhkan sosok-sosok yang ahli pada bidangnya. Misalnya, Komisi I butuh pakar-pakar pertahanan dan diplomasi. Komisi IV butuh pakar pada bidang pertanian.

“Dengan proporsional terbuka, ketika kami menawarkan kepada para ahli untuk membangun Indonesia melalui fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan, banyak yang mengatakan biayanya tidak sanggup karena proporsional terbuka,” tuturnya.

Ketua DPP PDIP Puan Maharani menyatakan PDIP akan mengikuti apapun putusan MK nantinya terkait sistem pemilu. “Toh kemarin-kemarin juga proporsional terbuka, PDIP juga mengikuti hal tersebut. Jadi kami ikuti apa yang menjadi keputusan MK,” kata Puan, usai pembukaan bimtek anggota DPRD provinsi/kabupaten kota Fraksi PDIP se-Indonesia di Grand Paragon Hotel, Jakarta Barat, Senin (9/1/2023).

Pada Selasa (10/1/2023), PDIP bakal menggelar peringatan HUT ke-50 di JiExpo Kemayoran, Jakarta. Tema yang diangkat yakni “Genggam Tangan Persatuan dengan Jiwa Gotong Royong dan Semangat Api Perjuangan yang Tak Kunjung Padam”.

Peringatan setengah abad partai yang lahir hasil fusi hanya difokuskan untuk internal. Berbeda dengan HUT parpol lain yang turut dihadiri kolega atau ketua umum parpol-parpol. PDIP seolah memilih menyendiri, di tengah upaya untuk memenangi pemilu hingga tiga kali berturut-turut. Kesepian apa ditinggal sendirian?

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button