Presiden Filipina Ferdinand ‘Bongbong’ Marcos Jr. menegaskan bahwa penangkapan mantan Presiden Rodrigo Duterte dilakukan berdasarkan prosedur hukum yang sah dan mengacu pada permintaan Interpol yang melaksanakan perintah penangkapan Pengadilan Kriminal Internasional (ICC).
“Kami mengikuti semua prosedur hukum yang diperlukan. Saya yakin jika diteliti lebih lanjut, pasti prosesnya sudah tepat dan benar,” kata Bongbong Marcos, seperti dikutip dari kantor berita PNA, Rabu (12/3/2025).
Meski menegaskan bahwa Filipina tak akan bekerja sama dengan ICC, Bongbong menyatakan bahwa ada ‘dasar yang sangat baik’ untuk memenuhi perintah penangkapan ICC terhadap Duterte.
“Ada permintaan kepada pemerintah Filipina dari Interpol untuk melaksanakan perintah penangkapan dan, tentu saja, kami memenuhi komitmen terhadap Interpol,” kata dia.
“Kami melakukannya bukan karena perintah tersebut berasal dari ICC. Kami melakukannya karena diminta Interpol,” ucap Bongbong, sembari membantah ada motif politik dari penangkapan Duterte.
Ia menjelaskan, kasus yang menjerat Duterte dimulai pada 2017, ketika Filipina masih menjadi anggota ICC dan Duterte masih menjadi presiden. “Jadi, saya tak melihat adanya persekusi politik di sini karena kasusnya pun terjadi sebelum saya muncul,” kata dia.
Bongbong kemudian memastikan adanya ‘salinan fisik’ perintah penahanan Duterte dan berjanji akan merilisnya kepada publik demi transparansi.
Sebelumnya, Duterte ditangkap kepolisian Filipina pada Selasa (11/3/2025) saat tiba di Bandara Internasional Ninoy Aquino Manila dari Hong Kong, kemudian ia dibawa ke Pangkalan Udara Villamor.
Menurut pernyataan Kantor Komunikasi Presiden Filipina, Interpol Manila pada Selasa pagi menerima salinan resmi surat perintah penahanan Duterte dari ICC.
Surat perintah tersebut ditandatangani oleh Hakim ICC Julia Antoanella Motoc, Sophie Alapini-Gansou, dan Maria del Socorro Flores Liera pada 7 Maret 2025.
Penyelidikan ICC terhadap Duterte berkutat pada dugaan kejahatan terhadap kemanusiaan terkait pembunuhan orang-orang dalam perang melawan narkoba yang dilakukannya semasa menjadi Wali Kota Davao City dan kemudian Presiden Filipina.
Meski Filipina menarik diri dari ICC pada Maret 2019, pengadilan tersebut bersikukuh masih memiliki kewenangan menyelidiki dugaan pelanggaran HAM tersebut karena terjadi semasa Filipina masih menjadi negara penandatangan Statuta Roma dari 2011 hingga 2019.
Sementara itu, Duterte telah diterbangkan dengan pesawat sewaan ke Den Haag, Belanda pada Selasa malam untuk diadili di hadapan ICC.