Orang-orang bersenjata menembaki sekelompok wartawan di Haiti yang berkumpul untuk meliput pembukaan kembali rumah sakit umum terbesar di ibu kota. Diduga dua orang wartawan dan seorang polisi tewas akibat kejadian tersebut.
Meskipun pihak berwenang belum memberikan perincian mengenai korban dari serangan pada hari Selasa (24/12/2024), kantor berita Reuters melaporkan bahwa dua wartawan dan seorang polisi tewas, mengutip seorang wartawan yang menyaksikan serangan tersebut dan meminta untuk tidak disebutkan namanya.
“Kami menyampaikan simpati kepada semua keluarga korban, khususnya kepada PNH [polisi nasional Haiti] dan semua asosiasi jurnalis,” kata dewan presiden transisi Haiti dalam sebuah posting di media sosial. “Kami menjamin mereka bahwa tindakan ini tidak akan berlangsung tanpa konsekuensi.”
Serangan tersebut merupakan peristiwa terbaru mengguncang Haiti, di tengah ketidakstabilan politik dan ekonomi berkelanjutan yang telah memicu kebangkitan geng-geng bersenjata. Kelompok yang dikenal kejam ini semakin kuat sejak pembunuhan mantan Presiden Jovenel Moise pada 2021.
Pihak berwenang penegak hukum di negara kepulauan itu telah berjuang keras untuk melawan kelompok kriminal. Kelompok ini telah menguasai sekitar 80 persen ibu kota, Port-Au-Prince, tempat kekerasan yang meluas telah menghantam warga sipil dan mengganggu layanan vital.
Salah satu institusi yang terpaksa ditutup pada Maret lalu adalah rumah sakit umum terbesar di negara itu. Reuters melaporkan, para wartawan berkumpul pada Selasa (24/12/2024) pagi untuk meliput pembukaan kembali fasilitas tersebut ketika orang-orang bersenjata melepaskan tembakan sekitar pukul 11 pagi (16:00 GMT).
Pejabat pemerintah sebelumnya bersiap membuka kembali rumah sakit di pusat kota Port-Au-Prince pada Juli lalu, tetapi acara tersebut juga menjadi sasaran tembakan sehingga memaksa mantan Perdana Menteri Garry Conille meninggalkan tempat kejadian.
Sebuah video belum diverifikasi yang diunggah daring memperlihatkan tiga wartawan tergeletak terluka di lantai gedung. Sebuah laporan terkini oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyatakan bahwa hanya 24 persen fasilitas kesehatan di wilayah Port-Au-Prince yang beroperasi.
Johnson “Izo” Andre, seorang pemimpin geng kuat dalam koalisi yang dikenal sebagai Viv Ansanm, mengunggah sebuah video ke media sosial yang menyatakan bahwa ia bertanggung jawab atas serangan tersebut.