Produk halal, produk ramah lingkungan, dan produk berkelanjutan mulai diminati dan menjadi primadona masyarakat global. Hal tersebut menjadi tantangan sekaligus peluang bagi pelaku usaha Indonesia pada 2024.
Perubahan peta rantai pasok global serta berbagai konflik yang terjadi saat ini juga turut mempengaruhi perdagangan Indonesia di pasar nasional dan global.
“Produk halal, produk ramah lingkungan, dan produk berkelanjutan mulai diminati masyarakat global. Perdagangan global pun telah mengalami transformasi yang luar biasa dalam beberapa dekade terakhir,” papar Plh. Kepala Badan Kebijakan Perdagangan (BKPerdag) Didi Sumedi saat membuka Gambir Trade Talk (GTT) #12 yang digelar secara hibrida di Hotel Aryaduta, Bandung, Jawa Barat, Kamis (22/11/2023).
“Pergeseran peran negara-negara maju dan pertumbuhan ekonomi negara-negara berkembang juga telah membuka peluang perdagangan yang lebih besar,” imbuhnya.
Didi melanjutkan, Kementerian Perdagangan fokus pada ekspor barang dan jasa bernilai tambah tinggi untuk meningkatkan produktivitas perekonomian dan mendukung peningkatan kinerja ekspor di tahun 2024. Salah satunya melalui kebijakan penguatan daya saing ekspor dalam mendukung ekonomi berkelanjutan.
“Kementerian Perdagangan akan meningkatkan ekspor produk bernilai tambah dan berkelanjutan melalui promosi perdagangan, penguatan informasi ekspor, mendorong kebijakan hirilisasi ekspor, kebijakan perdagangan hijau, serta kebijakan pemberian fasilitas ekspor,” ucapnya.
“Dalam menangkap peluang dan menghadapi tantangan ke depan, tentu memerlukan kerja sama dan kolaborasi seluruh pihak, termasuk peran dari para akademisi dan pelaku usaha,” ia melanjutkan.
Mengacu pada hasil Rapat Kerja Kementerian Perdagangan Tahun 2023, ekspor nonmigas pada 2024 ditargetkan naik 3,3 hingga 4,5 persen YoY dan neraca perdagangan surplus US$22,5 miliar.
Namun demikian, dengan memperhatikan tantangan perekonomian global saat ini dan perkiraan pertumbuhan ekonomi dan perdagangan 2024, pertumbuhan ekspor dan surplus neraca perdagangan Indonesia di tahun tersebut diperkirakan dapat tumbuh lebih rendah dibandingkan target yang telah ditetapkan.
Mengacu pada proyeksi dari Tradingeconomics.com, ekspor Indonesia pada triwulan IV-2023 diperkirakan akan meningkat. Dengan kenaikan pada triwulan IV tersebut, penurunan total ekspor Indonesia pada 2023 diperkirakan akan berkurang menjadi 9,7 persen YoY. Adapun pada 2024, total ekspor Indonesia diperkirakan akan mencapai US$306 miliar (naik 16,12 persen YoY).
Sementara itu, total impor Indonesia pada 2023 diperkirakan akan menurun sebesar 7,7 persen. Impor Indonesia diperkirakan akan mencapai US$234,37 miliar (naik 6,93 persen YoY) pada 2024.
Didi menuturkan, GTT #12 sebagai edisi terakhir di tahun 2023 mengambil tema ‘Outlook Perdagangan Luar Negeri Indonesia Tahun 2024’ karena kondisi ekonomi global masih sangat tidak menentu di tengah berbagai konflik dan tensi geo-politik.
“Alhamdullilah, di tengah berbagai dinamika global, ekonomi Indonesia tetap tumbuh sebesar 4,94 persen YoY pada triwulan III-2023. Sektor perdagangan menjadi salah satu pendorong pertumbuhan tersebut, ditopang perdagangan mobil, sepeda motor dan reparasinya serta perdagangan besar dan eceran,” jelas Didi.
Dari sisi perdagangan luar negeri, pergeseran mitra dagang utama Indonesia sudah mulai terjadi. Pada periode Januari-Oktober 2023, India menjadi mitra dagang utama Indonesia yang mencatatkan surplus perdagangan nonmigas terbesar mencapai US$11,54 miliar, disusul AS dan Filipina. Sementara produk utama penyumbang surplus terbesar adalah bahan bakar mineral, CPO, serta besi dan baja.
Kementerian Perdagangan mencatat, neraca perdagangan Indonesia juga tetap mempertahankan tren surplus sejak Mei 2020 atau selama 42 bulan berturut-turut. Pada Januari-Oktober 2023, neraca perdagangan Indonesia membukukan surplus sebesar US$31,22 miliar.
Meskipun masih mengalami surplus, imbuh Didi, kinerja perdagangan luar negeri Indonesia mengalami penurunan pada 2023. Pada periode Januari-Oktober 2023, ekspor Indonesia sebesar US$214,41 miliar atau turun 12,15 persen dibandingkan Januari-Oktober 2022 (YoY).
“Penyebab penurunan kinerja ekspor Indonesia antara lain dikarenakan penurunan harga beberapa komoditas dunia yang merupakan produk utama ekspor Indonesia serta adanya penurunan permintaan di negara mitra dagang utama Indonesia. Namun demikian, ekspor Indonesia secara volume masih mengalami peningkatan,” jelas Didi.
Harga komoditas non-energi dunia mencapai angka tertinggi pada April 2022 dan terus mengalami penurunan hingga Oktober 2023 dengan tren penurunan rata-rata 1 persen per bulan. Beberapa komoditas yang mengalami tren penurunan harga antara lain batu bara, CPO, karet, aluminium, bijih besi, dan nikel.
Adapun permintaan impor dari mitra dagang utama seperti China, Jepang, India, Vietnam, Singapura, dan Korea Selatan juga mengalami penurunan pada periode Januari-Oktober 2023 ini.
Leave a Reply
Lihat Komentar