Profil Buya Hamka: Pendidikan, Karier, Kisah di Penjara, dan Karyanya


Buya Hamka merupakan ulama sekaligus sastrawan dan budayawan Indonesia. Semasa hidupnya, Buya Hamka dikenal punya peran penting dalam perjuangan bangsa Indonesia. 

Bahkan, kisah hidupnya pernah difilmkan pada tahun 2023 dan Buya Hamka diperankan oleh aktor Vino G Bastian. 

Biodata Buya Hamka 

  • Nama lengkap: Abdul Malik Karim Amrullah
  • Nama panggilan: Buya Hamka
  • Tempat, tanggal lahir: Sungai Batang, Maninjau, Sumatera Barat, 16 Februari 1908
  • Orang tua: Abdul Karim Amrullah dan Sitti Shafiah 
  • Agama: Islam
  • Pasangan: Sitti Raham dan Sitti Khadijah
  • Anak-anak: 12
  • Pekerjaan: Ulama, Sastrawan, dan Budayawan

Buya Hamka lahir di Agam, Sumatera Barat, pada 17 Februari 1908 dengan nama Abdul Malik Karim Amrullah. 

Namanya berubah menjadi Buya Hamka setelah melaksanakan ibadah haji dpada 1972. Hamka merupakan akronim dari Haji Abdul Malik Karim Amrullah. 

Adapun penggunaan nama itu punya beberapa alasan. Salah satunya adalah untuk melepaskan diri dari bayangan nama besar ayahnya. 

Sang ayah punya nama yang mirip dengan Buya Hamka, yakni Abdul Karim Abdullah yang merupakan ulama besar di Sumatera dan murid Syekh Ahmad Khatib. 

Buya Hamka diketahui memiliki dua istri. Ia pertama kali menikah dengan Siti Raham pada 1929 sampai sang istri meninggal pada 1972. 

Setelah itu, Buya Hamka menikah lagi dengan Siti Khadijah pada 1973 sampai 1981. Buya Hamka memiliki 12 anak dari dua pernikahannya. 

Pendidikan Buya Hamka 

Mengutip situs resmi Muhammadiyah, Buya Hamka pindah ke Padang Panjang mengikuti orang tuanya. 

Di Padang Panjang, ia mengikuti kelas sore di sekolah agama yang didirikan Zainuddin Labar El-Yunusy pada tahun 1916.

Karena kesukaannya dengan pelajaran bahasa, Buya Hamka dengan cepat fasih berbahasa Arab. 

Setelah tiga tahun sekolah di desa, Buya Hamka lalu dimasukkan ayahnya ke Thawalib untuk mempelajari ilmu agama, bahasa, mendalami kitab-kitab klasik, nahwu, dan sharaf.

Buya Hamka juga pernah belajar agama di musala dan masjid yang diajarkan oleh ulama terkenal seperti Syekh Ibrahim Musa dan Syekh Ahmad Rasyid.

Pada 1924 ketika berusia 16 tahun, Buya Hamka merantau ke Yogyakarta dan mulai belajar pergerakan Islam modern dari sejumlah tokoh, termasuk H.O.S Tjokroaminoto.

Dari sana, Buya Hamka mulai mengenal perbandingan antara pergerakan politik Islam, yakni Sarekat Islam Hindia Timur dan Gerakan Sosial Muhammadiyah. 

Pada tahun 1925, ia kembali ke Maninjau dengan membawa semangat dan wawasan baru tentang Islam yang dinamis dan mulai berpidato di muka umum. 

Buya Hamka pergi haji dua tahun kemudian sambil menjadi koresponden harian Pelita Andalas di Medan. 

Alih-alih langsung pulang ke Padang Panjang, Buya Hamka menetap dulu di Medan setelah pulang ibadah haji. 

Medan menjadi awal mula kiprah Buya Hamka di dunia jurnalistik. Di kota inilah ia menulis banyak artikel untuk berbagai surat kabar. 

Karier Buya Hamka 

Bukan hanya berkarier di bidang penulisan, Buya Hamka juga menjabat sebagai ketua Muhammadiyah cabang Padang Panjang. 

Ia juga pernah menjadi Pimpinan Muhammadiyah Sumatera, Ketua Majelis Pimpinan Muhammadiyah Sumatera Barat, hingga Penasihat Pemimpin Pusat Muhammadiyah. 

Kariernya semakin mentereng setelah menjadi menjadi ketua umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada 1975 dan memegang jabatannya itu selama lima tahun. 

Saat Indonesia diambil alih Jepang, Buya Hamka pun ditunjuk sebagai anggota dewan penasihat Jepang. 

Buya Hamka menerima tawaran itu karena percaya dengan janji Jepang yang akan memberikan kemerdekaan kepada Indonesia. 

Namun, keputusannya itu ternyata membuat Buya Hamka dikucilkan karena dianggap kaki tangan penjajah. 

Setelah Indonesia Merdeka, Buya Hamka dan keluarganya pindah ke Jakarta. Ia diangkat sebagai pegawai Kementerian Agama dan ditugaskan untuk mengajar di beberapa perguruan tinggi. 

Buya Hamka Masuk Penjara 

Buya Hamka pernah masuk penjara pada 27 Januari 1964 karena dituduh menggelar rapat untuk merencanakan pembunuhan terhadap menteri agama dan Presiden Soekarno. 

Ia juga dituduh melakukan kudeta terhadap pemerintah atas bantuan Perdana Menteri Malaysia, Tengku Abdul Rahman. 

Tuduhan itu tidak terbukti, tetapi Buya Hamka tetap dipenjara selama dua tahun empat bulan. Selama dipenjara, buku-bukunya juga dilarang beredar. 

Buya Hamka baru dibebaskan pada 1966 setelah rezim Soekarno jatuh dan digantikan dengan Soeharto. 

Wafatnya Buya Hamka 

Setelah mengundurkan diri sebagai Ketua MUI pada 1980, kesehatan Buya Hamka menurun. Ia meninggal dunia pada 24 Juli 1981 dalam usia 73 tahun. 

Jenazahnya dikebumikan di Pemakaman Umum Tanah Kusir, Jakarta, dan Buya Hamka ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional pada 7 November 2011. 

Namanyanya juga diabadikan menjadi perguruan tinggi Islam di Jakarta milik Muhammadiyah, yakni Universitas Muhammadiyah Hamka. 

Karya-karya Buya Hamka 

Berikut adalah beberapa karya Buya Hamka, termasuk novel-novelnya yang pernah difilmkan seperti Tenggelamnya Kapal Van der Wijck dan Di Bawah Lindungan Ka’bah. 

  • Si Sabariah
  • Di Bawah Lindungan Ka’bah
  • Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck
  • Merantau ke Deli
  • Tuan Direktur
  • Adat Minangkabau Menghadapi Revolusi 
  • Tafirs Al-Azhar
  • Tasawuf Modern
  • Lembaga Hidup
  • Falsafah Hidup
  • Studi Islam
  • Bohong di Dunia
  • Pandangan Hidup Muslim
  • Falsafah Ketuhanan

.

.

Dapatkan Informasi Terupdate dan Paling Menarik Seputar Mozaik Islam di Laman Google News Inilah.com.