Marcellus Williams telah dieksekusi dengan cara suntik mati pada Selasa (24/9/2024) petang waktu setempat atau Rabu (25/9/2024) pagi WIB. Tidak ada catatan spesifik tentang perjalanan hidup pria berusia 55 tahun ini.
Williams, yang menjalani 23 tahun terakhirnya di penjara, mencurahkan sebagian besar waktunya memperdalam Islam dan menulis puisi. Dia menjadi imam atau dai bagi para narapida Muslim di Penjara Potosi, Negara Bagian Missouri, Amerika Serikat.
Pria berkulit hitam itu bahkan dijuluki ‘Khalifah’ yang berarti pemimpin dalam bahasa Arab. Selama dipenjara dia menjadi tokoh yang dihormati secara luas, baik di dalam komunitas penjara maupun di luar, lantaran sikap terpujinya.
Saksi tak Bisa Dipercaya
Williams dituduh sebagai pelaku pembunuhan Felicia Gayle dan didakwa hukuman mati pada 2001. Pada 11 Agustus 1998, Gayle, seorang wartawan sebuah surat kabar ditemukan tewas dengan luka tikaman di rumahnya.
Pelaku pembunuhan sebenarnya meninggalkan banyak bukti forensik, termasuk sidik jari, jejak kaki, rambut, dan jejak DNA pada senjatanya, yakni sebuah pisau dari dapur korban. Tak satu pun dari bukti forensik ini yang cocok dengan Williams.
Kasus yang dituduhkan kepada Williams sepenuhnya didasarkan pada keterangan dua orang saksi yang tidak dapat diandalkan. Keduanya tergiur dengan janji keringanan hukuman dalam kasus pidana mereka yang tertunda dan imbalan uang.
Awalnya, penyelidikan kasus Williams berjalan tanpa hasil hingga seorang narapidana bernama Henry Cole, seorang pria dengan sederet catatan kriminal, mengeklaim bahwa Williams mengaku kepadanya telah melakukan pembunuhan tersebut ketika mereka berdua ditahan di penjara.
Cole kemudian mengarahkan polisi kepada Laura Asaro, bekas pacar Williams. Asaro juga memiliki daftar catatan kejahatan panjang.
Kedua orang ini dikenal sebagai pembohong. Keduanya tidak mengungkapkan informasi apapun yang tidak termasuk dalam laporan media tentang kasus ini atau yang telah diketahui oleh polisi.
Pernyataan mereka tidak konsisten dengan pernyataan mereka sendiri sebelumnya, dengan keterangan satu sama lain, dan dengan bukti-bukti di tempat kejadian perkara, serta tidak ada informasi yang mereka berikan yang dapat diverifikasi secara independen.
Selain dari kesaksian mereka, satu-satunya bukti yang menghubungkan Williams dengan kejahatan tersebut adalah seorang saksi yang mengatakan bahwa Williams menjual laptop yang diambil dari rumah Gayle. Tapi juri tidak mengetahui bahwa Williams mengatakan kepada saksi bahwa ia menerima laptop tersebut dari Laura Asaro.
Tak Ada Bukti Kuat
Williams pertama kali dijadwalkan untuk menjalankan eksekusi mati pada 2015. Namun, beberapa jam sebelum hukuman itu, Mahkamah Agung Missouri menghentikan eksekusi dan memerintahkan tes DNA pada bukti yang belum pernah diuji sebelumnya.
Hasil tes DNA kemudian dirilis pada 2016 dan sepenuhnya mengecualikan Williams sebagai pelaku, bertentangan dengan bukti berbasis kesaksian yang digunakan untuk menghukumnya. Meski begitu, pengadilan Missouri tetap bersikeras mengeksekusi Williams.
Williams kembali selamat setelah upaya eksekusi kedua pada 2017 dibatalkan beberapa jam sebelumnya oleh Gubernur Missouri saat itu, Eric Greitens, yang mengeluarkan ‘penundaan’ eksekusi –berdasarkan hasil tes DNA tahun 2016.
Greitens memerintahkan dibentuknya Dewan Penyelidik (BOI) untuk melakukan penyelidikan menyeluruh atas klaim tidak bersalah dari Williams. BOI ini terdiri dari para pakar hukum yang memulai penyelidikan mereka pada 2018.
Dalang di Balik Eksekusi
Namun, pada Juni 2023, ketika peninjauan BOI masih berlangsung, Gubernur Mike Parson tanpa peringatan atau pemberitahuan membubarkan Dewan Penyelidikan tersebut tanpa laporan atau rekomendasi dari Dewan.
Segera setelah Gubernur Parson membubarkan BOI, Jaksa Agung Missouri Andrew Bailey meminta tanggal eksekusi yang baru.
Williams mengajukan gugatan perdata terhadap Gubernur Parson karena pembubaran Dewan tanpa laporan atau rekomendasi melanggar hukum Missouri dan hak-hak konstitusional Williams. Setelah hakim Cole County menolak mosi Gubernur untuk membatalkan gugatan ini, Gubernur membujuk Mahkamah Agung Missouri untuk turun tangan.
Pada 4 Juni 2024, Mahkamah Agung Missouri menolak gugatan perdata Williams dan segera menjadwalkan eksekusinya pada 24 September 2024.
Momen Terakhir Sebelum Eksekusi
Kata-kata terakhir Williams, yang disampaikan pada 21 September 2024 adalah “Segala Puji bagi Allah dalam Setiap Keadaan!!!”
Juru bicara Departemen Pemasyarakatan Missouri Karen Pojmann mengatakan, makanan terakhir yang diminta Williams adalah sayap ayam dan tater tots –camilan yang dibuat dari kentang parut goreng.
Dia mendapat kunjungan terakhir dengan Imam Jalahii Kacem pada Selasa, 24 September 2024, dari sekitar pukul 11.00 hingga 12.30.
Sekitar pukul 16.50, Departemen Pemasyarakatan menerima kabar bahwa semua petisi telah ditolak oleh Mahkamah Agung dan sekitar satu jam kemudian, para saksi, termasuk putra Williams dan dua pengacaranya, dipindahkan ke area eksekusi di penjara, kata Pojmann dalam sebuah konferensi pers.
Pada pukul 18.00, Jaksa Agung Missouri Andrew Bailey memberi tahu Departemen Pemasyarakatan bahwa tidak ada halangan hukum untuk melakukan eksekusi. Suntikan mematikan diberikan pada pukul 18.01 dan Williams dinyatakan meninggal pada pukul 18.10 waktu setempat.