Program Makan Siang Gratis, PKS Harap Tak Ketergantungan Impor


Anggota DPR dari Fraksi PKS Johan Rosihan merespons rencana pemerintah untuk mengimpor 1 juta ekor sapi perah, untuk mendukung Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang diusung presiden terpilih Prabowo Subianto.

Ia mengaku turut mendukung Program MBG ini, karena dapat meningkatkan kualitas kesehatan siswa secara nasional.

“Semoga program ini memberikan nutrisi yang baik yang dapat meningkatkan kualitas dari para siswa di semua sekolah,” ucap Johan dalam keterangan yang diterima inilah.com di Jakarta, Kamis (10/10/2024).

Meski begitu, ia menilai rencana impor tersebut malah memberatkan neraca perdagangan pangan, dan berakibat terus memperluas ketergantungan impor pangan dengan negara lain.

“Namun pelaksanaan program ini jangan sampai malah menimbulkan masalah baru, seperti terus menambah jumlah impor pangan padahal masih banyak alternatif lain selain memperluas impor,” tegasnya.

Johan mengungkapkan pelaksanaan program MBG ini seharusnya dapat dilakukan dengan mendayagunakan potensi lokal yang ada, sebab selama ini tingkat impor Indonesia sudah sangat memprihatinkan.

“Coba bayangkan selama ini kebutuhan daging sapi dan kerbau sebanyak 54 persen, berasal dari impor apalagi susu yang 80 persen berasal dari impor,” ungkapnya.

Ia menyebut seharusnya program ini dilaksanakan sebagai bentuk intervensi gizi, untuk meningkatkan status gizi para siswa yang menu makanannya berasal dari potensi lokal yang ada seperti sayuran, ikan, telur dan lain sebagainya.

“Misalnya untuk kebutuhan protein dari program MBG ini, dapat diwujudkan dengan menu makan ikan, karbohidratnya dari pangan lokal serta jenis makanan lain yang berasal dari potensi lokal, karena yang terpenting dari program MBG ini adalah adanya menu gizi seimbang yang diberikan kepada para siswa dan bukan terpaku pada menu tertentu seperti daging dan susu,” tutur Johan.

Ketua DPP PKS ini juga menyatakan, agar program MBG ini berhasil maka diperlukan anggaran yang memadai, manajemen logistik yang bagus, strategi kolaboratif dan teknologi yang inovatif. Sehingga diperlukan penguatan pendidikan gizi pada semua kalangan masyarakat.

“Jadi bukan dengan terus memperluas impor yang hanya menguntungkan segelintir pihak, namun menciderai kedaulatan pangan nasional,” tegasnya.

Alasan lain, menurutnya, penggunaan bahan pangan sebagai kearifan lokal lebih mudah diterima oleh masyarakat sekolah dan memiliki kesinambungan yang tinggi.

“Saya yakin penggunaan bahan pangan lokal dapat menjadi basis intervensi gizi yang akan mengurai segala persoalan yang terkait dengan gizi masyarakat seperti stunting, gizi kurang dan program ini dapat memberikan efek untuk mengatasi persoalan gizi di tengah masyarakat kita,” tandas Johan.