Implementasi program makanan bergizi gratis yang dicanangkan presiden terpilih, Prabowo Subianto, diprediksi berdampak kepada naiknya konsumsi susu nasional. Peluang bisnis menggiurkan bagi industri susu di tanah air.
Tak salah jika Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Putu Juli Ardika, mendorong berkembangnya industri susu nasional.
Pada 2023, realisasi investasi sektor ini mencapai Rp23,4 triliun dan menyerap sedikitnya 37 ribu tenaga kerja. “Saat ini sudah ada 88 pabrik industri pengolahan susu dan turunannya, dengan total kapasitas produksi 4,64 juta ton per tahun,” jelas Putu, dikutip Kamis (15/8/2024).
Untuk mencukupi kebutuhan program makan bergizi gratis yang menyasar 80 juta anak sekolah dan ibu hamil, pemerintah kemungkinan harus mengimpor susu
Kenapa harus impor? Karena, industri pengolahan susu dalam negeri tak mampu memenuhi melonjaknya konsumsi susu. Salah satu penyebabnya adalah rendahnya populasi sapi perah di Indonesia.
Merujuk data Kementerian Pertanian (Kementan) pada 2021, jumlah sapi perah di Indonesia hanya 578.579 ekor. Dengan produksi susu segar sebanyak 962,68 ribu ton per tahun.
Alhasil, konsumsi susu per kapita tahunan di Indonesia hanya 16,27 kilogram, jauh lebih rendah dibandingkan negara tetangga di Asia Tenggara dan rata-rata global.
Corporate Communications Director Danone Indonesia, Arif Mujahidin mengatakan, PT Sarihusada Generasi Mahardhika (Sarihusada), salah satu pabrik susu yang menjadi bagian Danone SN Indonesia, berkomitmen untuk memenuhi kebutuhan susu sebagai nutrisi penting bagi pertumbuhan anak.
“Sarihusada berkomitmen untuk terus menghadirkan produk nutrisi berkualitas tinggi dengan harga terjangkau bagi masyarakat dan membawa dampak positif bagi kemajuan bangsa,” paparnya.
Selain memberikan akses terhadap produk nutrisi, kata Arif, Sarihusada juga berkomitmen untuk mendukung langkah anak Indonesia menjadi generasi maju. Salah satu aspek penting adalah pendidikan yang cukup bagi anak untuk tumbuh menjadi sosok berkualitas, kompeten, dan berdaya saing tinggi.
Tak terasa, 70 tahun Sarihusada Generasi Mahardika (SGM) memberikan nutrisi terbaik untuk anak-anak Indonesia. Perjalanan ini diawali dengan berdirinya NV Saridele pada 1954 yang diinisiasi pemerintah Indonesia dan PBB.
Selanjutnya, NV Saridele berubah nama menjadi Sarihusada yang dikenal dengan produk SGM. “Kondisi masyarakat Indonesia di awal kemerdekaan cukup memprihatinkan. Kemiskinan dan kelaparan banyak ditemukan di Jawa. Mereka makan bongkol pisang atau ketela pohon. Pada 1950 berdirilah lembaga makanan rakyat yang membantu masyarakat mengakses makanan sehat,” papar papar Sri Margana, dosen sejarah dari UGM.
Sementara Gusti Kanjeng Ratu Hayu, putri ke-4 Sri Sultan Hamengkubuwono X, menjelaskan, pada 1955, Hamengkubuwono IX menyediakan lahan untuk pabrik NV Saridele. Pertimbangannya, Yogyakarta memiliki pasokan dan kualitas kedelai yang cukup.
Beberapa tahun berjalan, Hamengkubuwono IX melihat prospek pabrik NV Saridela cukup baik. Tercetus pemberian lahan untuk penanaman dan pembibitan kedelai.
“Sehingga petani kedelai mendapat pendapatan yang stabil sehingga berdampak positif pada ekonomi. Produktivitas pabrik juga sangat baik, menghasilkan 300 ton susu, 100 ton dijual ke masyarakat selama 1957,” ungkap Gusti Ayu.