Kanal

Proposal Matching Fund Vokasi 2022 Naik 300%, Signifikan Tingkatkan Metode Pembelajaran Mahasiswa

Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) melalui Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi (Ditjen Diksi) telah menetapkan kebijakan Kampus Merdeka sebagai bentuk transformasi pendidikan tinggi vokasi. Dalam upaya mewujudkan transformasi pendidikan tinggi, Kemendikbudristek melakukan terobosan melalui Transformasi Dana Pemerintah untuk Pendidikan Tinggi Vokasi pada Merdeka Belajar. Salah satu bentuk transformasi dana pemerintah dilakukan melalui Dana Padanan (Matching Fund) untuk bekerja sama dengan Mitra Dunia Usaha dan Dunia Industri (DUDI).

Melalui platform Kedaireka, insan Perguruan Tinggi Vokasi Dunia Usaha Dunia Industri (DUDI) untuk bersama-sama terlibat dalam menjawab tantangan di dalam dunia industri serta membentuk ekosistem Merdeka Belajar – Kampus Merdeka.

Platform Kedaireka sudah diluncurkan sejak 2020 lalu, menyasar perguruan tinggi negeri maupun perguruan tinggi swasta yang bekerja sama dengan DUDI. Setelah perguruan tinggi dan DUDI menyepakati kemitraan melalui Kedaireka, dosen perguruan tinggi dapat mengajukan proposal Dana Padanan.

Di tahun 2022 ini, program Dana padanan Kedaireka mengusung lima tema prioritas yang terdiri dari Ekonomi Biru, Ekonomi Digital, Ekonomi Hijau, Kemandirian Kesehatan, dan Pengembangan Pariwisata. Selain lima tema tersebut, Dana Padanan 2022 juga membuka tema umum lainnya untuk proposal.

Ekonomi biru mencakup budidaya dan pengelolaan sumber daya laut dan pengembangan teknologi pengelolaan sumber daya laut. Ekonomi digital berupa pengembangan industri gim dan animasi, pembuatan dan pengembangan layanan berbasis teknologi untuk UMKM. Ekonomi hijau meliputi pertanian berkelanjutan, konservasi sumber daya, serta energi terbarukan.

Tema kemandirian kesehatan meliputi pembuatan dan pengembangan alat kesehatan, pembuatan dan pengembangan obat herbal dan non-herbal serta penanganan permasalahan stunting. Adapun Pengembangan Pariwisata mencakup pengembangan dukungan program wisata di lima destinasi super prioritas, pengembangan platform dan database untuk melakukan kurasi budaya.

Melalui tema-tema ini, Perguruan Tinggi Vokasi dan Mitra Industri di tanah air diberi kesempatan berkolaborasi untuk dapat menghasilkan karya reka cipta yang solutif dan inovatif di tengah kebutuhan dan tantangan masyarakat.

Program yang telah resmi terselesaikan di tahun 2022 ini, berhasil mengumpulkan 176 proposal reka cipta dari 70 Perguruan Tinggi Penyelenggara Pendidikan Tinggi Vokasi (PTPPV), melibatkan 159 mitra dan 176 pengusul. Proposal di tahun ini meningkat sebesar 300% dari tahun sebelumnya.

Mengenai sebaran wilayah proposal di Dana Padanan Kedaireka, beberapa daerah pun mengalami peningkatan yang cukup signifikan dari 2021 ke 2022. Lonjakan terbesar ada pada Jawa Timur yang naik 4 kali lipat menjadi 52 pengusul pada 2022. Kemudian, diikuti oleh Jawa Tengah yang naik 5 kali lipat menjadi 39 pengusul pada 2022. Lalu di peringkat ketiga, Jawa Barat, naik 6 kali lipat menjadi 20 pengusul pada 2022.

Dengan naiknya jumlah proposal yang masuk, jumlah pendanaan dari Ditjen Diksi juga meningkat pesat. Peningkatan pendanaan ini bahkan mencapai angka 100% untuk dana dari Ditjen Diksi. Pada tahun 2021, total jumlah dana yang disalurkan oleh Ditjen Diksi adalah sebesar Rp30.125.778.000, sementara di 2022 meningkat menjadi Rp68.309.253.55. Dana tersebut nantinya akan disalurkan sesuai proposal yang masuk ke Kedaireka.

Dana Padanan (Matching Fund) dan Kontribusi Peneliti Terhadap MBKM

Salah satu tujuan dari program Dana Padanan ini adalah untuk mengembangkan metode pembelajaran mahasiswa, di mana dengan mengajak mahasiswa untuk terlibat langsung dengan DUDI melalui model pembelajaran di dalam Teaching Factory/Teaching Industry, mahasiswa akan mendapatkan pengalaman praktik sekaligus pembelajaran berbasis proyek atau Project-Based Learning.

Upaya pencapaian tujuan ini dapat tercermin dari salah satu projek Dana Padanan yang diketuai oleh I Putu Arta Wibawa dari Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya (PPNS).

Projek ini dimulai dari Direktorat Jenderal Kebudayaan yang mencanangkan program Jalur Rempah. “Direktorat Kebudayaan tidak memiliki wewenang untuk membuat kapal, tapi memiliki kewajiban untuk melestarikan budaya-budaya kita, sehingga bekerja sama dengan Ditjen Diksi,” ungkap Direktur PPNS, Eko Julianto.

Karena itu, dibuatlah projek revitalisasi kapal ikan tradisional. Kapal kuno direvitalisasi agar bisa dioperasikan secara modern. Projek bertajuk “Revitalisasi Ekosistem Kapal Kayu Tradisional Untuk Menunjang Pengelolaan Sumber Daya Kelautan Berkelanjutan” ini tidak hanya melibatkan institusi PPNS, tetapi juga mitra industri yaitu PT Tunas Maritim Global. Ditjen Diksi  turut mendukung penuh dengan memberikan dana sebesar Rp2 Miliar melalui program Dana Padanan.

Dalam pelaksanaannya, projek ini melibatkan dosen, mahasiswa, dan tenaga kependidikan di PPNS. Secara garis besar, terdapat tiga tim yang terlibat dalam pengerjaan projek ini, yaitu tim peneliti, tim produksi, dan tim pengelola projek. Tim peneliti bertanggung jawab terhadap hilirisasi penelitian, tim produksi bertanggungjawab dalam proses pembangunan kapal, dan tim pengelola projek bertanggung jawab terhadap manajemen dan monitoring projek.

Di dalam tim produksi, selain mahasiswa, pengerjaan projek ini juga melibatkan pengrajin kapal tradisional lokal. Dengan adanya pengrajin kapal tradisional ini, para mahasiswa bisa mempelajari skill membuat kapal tradisional dari tenaga ahli yang telah berkecimpung di pembuatan kapal tradisional. “Jadi tidak hanya tentang membuat produknya saja, tetapi juga dari kebijakan, teknologi, dan budaya lokal turut dilestarikan,” jelas Eko Julianto, Direktur PPNS.

Dengan begitu, kerja sama ini mendorong mahasiswa untuk mendapatkan pengalaman praktik dan pembelajaran berbasis projek atau Project Based Learning (PBL). I Putu Arta menjelaskan bahwa ada 40 mahasiswa yang dilibatkan langsung dalam projek ini. “Ada total 8 program studi yang terlibat yaitu prodi D3 dan D4 teknik perancangan dan konstruksi kapal, D3 teknik pembangunan kapal, D3 dan D4 teknik permesinan kapal, D3 dan D4 teknik kelistrikan kapal, serta D3 dan D4 manajemen bisnis.” Jelasnya.

Hilirisasi Produk Melalui Program Dana Padanan (Matching Fund)

 Selain mendukung pembelajaran mahasiswa di kampus, kolaborasi ini juga dapat menjadikan dunia pendidikan sebagai motor inovasi reka cipta yang mendorong akselerasi proses hilirisasi teknologi di Indonesia. Hilirisasi ini dapat terlihat dari salah satu produk hasil pendanaan MF tahun 2021, yaitu “Hilirisasi Produk Transponder RFID dan Aplikasinya untuk Inventarisasi Barang” oleh Budi Sugandi dari Politeknik Negeri Batam (Polibatam).

Produk unggulan yang telah dihasilkan melalui kegiatan hilirisasi ini adalah transponder RFID Tag disertai aplikasinya untuk inventarisasi barang. Produk RFID Tag yang telah berhasil dibuat memiliki desain yang unik dengan geometri RFID Tag berbentuk elips. Antena pada RFID Tag yang telah berhasil dibuat berbentuk elips dengan panjang elips berkisar 30 mm dan lebarnya 20 mm. Dengan bentuk yang unik tersebut, RFID Tag Polibatam memiliki potensi untuk mendapatkan hak cipta dalam desain industri dan juga paten sederhana.

Beberapa hal yang diinspeksi pada antena RFID Tag yang telah dibuat meliputi jalur antena, korosi yang terjadi pada pad dan jalur antena, dan inspeksi lainnya yang berkaitan dengan kualitas antena. Selain produk unggulan berupa RFID Tag yang dihasilkan, Polibatam bersama dengan mitra industri yaitu PT Starcom Technology Indonesia telah berhasil mengembangakan sistem aplikasi yang terintegrasi. Hasil optimal terkait dengan pengembangan sistem aplikasi yang terintegrasi meliputi fitur akses data untuk manajemen, fitur akses menu untuk manajemen, fitur for CRUD (Create, Read, Update, Delete), dan fitur activation user and forgot password.

Pelaksanaan proses produksi dan integrasi sistem inventarisasi barang menggunakan RFID tag yang merupakan Program Pendidikan Vokasi yang Mendukung Kebutuhan Industri (Dana Padanan vokasi) telah selesai dilaksanakan dan telah menghasilkan 3.240  antena RFID dengan 2.796 GOOD dan 444 NOT GOOD (rate 86,30%). Dari jumlah tersebut yang sudah selesai dimanufaktur menjadi produk RFID tag berjumlah 1.475 buah. Selain itu telah dihasilkan juga sistem aplikasi inventaris berbasis Android dan Web.

Proses produksi diintegrasikan dengan proses PBL yang mencakup 21 mata kuliah dari 3 prodi EM, IF dan AK dengan melibatkan 17 mahasiswa. Program pendukung yang telah dilaksanakan diantaranya pelatihan dan sertifikasi internasional IPC A600, IPC A 610 dan IPC J STD yang diikuti 14 dosen dan plp. Sementara pelatihan yang melibatkan mitra Industri PT Starcom Technology Indonesia adalah pelatihan DataBase, IoT serta aplikasi Android dan Web yang diikuti 20 dosen, plp dan mahasiswa. Beberapa kendala yang dihadapi oleh dosen, plp dan mahasiswa memunculkan beberapa solusi dan menjadi pelajaran yang baik yang bisa diterapkan di masa datang. Beberapa praktik baik didapatkan selama program berlangsung seperti keaktifan mahasiswa yang terlibat dengan PBL yang akan mengasah keterampilan tidak hanya hard skill juga soft skill.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button