Arena

Protes Tutup Mulut Jerman hingga Dibikin Malu Samurai Biru

Kamis, 24 Nov 2022 – 09:45 WIB

Tutup Mulut Jerman

Pemain Jepang merayakan kemenangan atas Jerman di Stadion Internasional Khalifa pada Rabu (23/11/2022 di Doha, Qatar.( Foto: Gettyimages/Jean Catuffe)

Jepang seperti memberikan pelajaran ke Jerman bahwa urusan sepak bola lebih penting ketika sudah berada di lapangan. Tim Samurai Biru menjungkalkan Jerman. Kemenangan Jepang 2-1 di Stadion Internasional Khalifa, Doha, Qatar, Rabu (23/11/2022) atas si raksasa kembali melanjutkan tren positif tim Asia di Piala Dunia Qatar.

Tim Jerman seolah dibungkam dengan aksi tutup mulut mereka sendiri di laga perdana Grup E Piala Dunia Qatar 2022 akibat protes ke FIFA telah melarang mereka memakai ban kapten pelangi ‘One Love’. Namun urusan itu tertutup dengan aksi Jepang, yang tampil gemilang dengan mayoritas pemain dari Liga Jerman, bermain layaknya tim lawan. Pengamat prediksi bakal kalah, tim Samurai Biru justru menenggelamkan Der Panzer, Jerman.

Yang menarik adalah bagi para pemain Jepang, Liga Jerman adalah sekolah terbaik. Banyak pemain muda mereka yang dididik di klub-klub Jerman, lalu menjadi bintang Eropa. Hal itu dialami Yasuhiko Okudera pada era 1970-an sampai masa Daichi Kamada saat ini. Mereka belajar banyak di negara spesialis sepak bola itu.

Pengalaman dan ilmu dari liga itu sukses menginspirasi Jepang pada laga pembuka Grup E Piala Dunia Qatar. Gol dari dua pemain yang bermain di Bundesliga, Ritsu Doan (Freiburg) dan Takuma Asano (Bochum), menjadi pahlawan kemenangan Jepang, 2-1, atas Jerman.

Doan dan Asano merusak pesta kemenangan tim lawan yang sudah di depan mata, setelah unggul satu gol hingga menit ke-75. Jepang pun menciptakan sejarah baru dengan mencatat kemenangan pertamanya atas Jerman. Sementara Jerman, untuk kali pertama dari 21 laga, menderita kekalahan setelah unggul lebih dulu pada jeda turun minum.

Gettyimages 1443907286 612x612 - inilah.com
Nico Schlotterbeck (kanan) berebut bola dengan penyerang Jepang Takuma Asano (Foto: Gettyimages)

Tak pelak, para pemain Jepang langsung bergembira dengan rasa haru dan bahagia setelah laga itu berakhir. Saat peluit panjang berbunyi, seluruh pemain cadangan langsung berlari masuk ke lapangan. Mereka saling berpelukan, seolah sudah memenangi Piala Dunia. Kebahagiaan itu juga tecermin dari wajah pendukungnya yang kerap menginspirasi dengan aksinya membersihkan sampah di tribune stadion.

Gettyimages 1443988247 612x612 - inilah.com
Suporter Jepang (Foto: Gettyimages)

”Kami telah mencapai standar global. Kami berhasil menunjukkan kapabilitas sepak bola Asia. Ketika kemasukan, kami tetap fokus bermain. Anda harus bisa bermain ngotot untuk mendapatkan hasil yang diinginkan. Terbukti, kami bisa mengambil momen ini pada menit-menit terakhir,” kata Pelatih Jepang Hajime Moriyasu usai laga.

Pemain liga Jerman

Peran Moriyasu sangat besar dalam kemenangan ini. Dia mengganti formasi dari 4-2-3-1 menjadi 3-4-3 pada babak kedua. Perubahan taktik itu membuat permainan anak asuhannya lebih agresif. Sang pelatih juga memercayai Asano dan Doan untuk memperkaya pilihan di lini serang.

Tim Samurai Biru menang karena sangat mengenal Jerman. Moriyasu menurunkan enam pemain mula yang berkarier di Liga Jerman, antara lain, Maya Yoshida (Schalke 04) dan Wataru Endo (Stuttgart). Selain mereka, ada Doan dan Asano yang masuk dari cadangan. Moriyasu percaya, mereka tidak gentar dengan para pemain Jerman karena sudah sering bertemu di liga domestik.

Menurut Yoshida, kapten tim Jepang, upaya mengenal lawan jauh lebih baik dilakukan dengan bermain langsung dibandingkan hanya dari video. Pengalaman bermain di Bundesliga itulah yang menjadi keuntungan besar mereka.

”Saya belajar banyak di sana. Itu salah satu alasan mengapa saya datang ke Bundesliga, yaitu untuk memahami sepak bola, budaya Jerman. Itu ternyata berguna untuk melawan Jerman. Ada banyak pemain Jepang di sana. Kami semua berusaha memberikan informasi sebanyak mungkin (untuk pelatih),” kata Yoshida.

Gettyimages 1443935600 612x612 - inilah.com
Maya Yoshida dari Jepang dan Kai Havertz (Foto:Gettyimages)

Kebangkitan Jepang bermula pada babak kedua. Mereka bertaruh untuk memainkan gegenpressing dengan garis pertahanan tinggi. Adapun pada babak pertama Yoshida dan rekan-rekan cenderung tampil pasif dan berhati-hati. Alhasil, mereka hanya menguasai 19 persen bola dan tidak mampu mencetak satu pun tendangan ke arah gawang lawan sebelum jeda turun minum.

Gegenpressing, gaya bermain menekan agresif ala Jerman, itu membuat lawan tidak nyaman. Tim asuhan pelatih Hansi Flick pun kehilangan mental bermainnya. Mereka mulai ragu untuk membangun serangan dari bawah, seperti pada babak pertama.

Dengan agresivitas itu, Jepang sering memotong serangan lawan sebelum memasuki daerah mereka. Pasukan Samurai Biru lalu memanfaatkannya dengan transisi serangan balik cepat. Gaya serangan itu seperti meniru permainan ala Jerman, yang biasa tim-tim seperti Borussia Dortmund pakai.

Jepang bisa sedikit lega. Mereka punya kans lolos ke babak 16 besar, meskipun berada di grup neraka yang berisikan pula Spanyol dan Kosta Rika. Mereka juga bisa melepas kutukan siklus delapan tahun di Piala Dunia.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button