News

Proyek Satelit Kemhan yang Membuat Uang Rakyat Melayang Hampir Rp1 Triliun

Menko Polhukam MAhfud Md mengungkapkan adanya proyek satelit di Kementerian Pertahanan (Kemhan) yang merugikan negara hampir Rp1 triliun.

Proyek itu terjadi pada tahun 2015. Ketika itu Kementerian Pertahanan dipimpin oleh Menhan Ryamizar Ryacudu.

Mungkin anda suka

Proyek ini berawal pada 19 Januari 2015. Satelit Garuda-1 telah keluar orbit dari Slot Orbit 123 derajat Bujur Timur (BT) sehingga terjadi kekosongan pengelolaan oleh Indonesia. Berdasarkan peraturan International Telecommunication Union (ITU), negara yang telah mendapat hak pengelolaan akan diberi waktu tiga tahun untuk mengisi kembali Slot Orbit. Apabila tidak dipenuhi, hak pengelolaan Slot Orbit akan gugur secara otomatis dan dapat digunakan oleh negara lain.

Untuk mengisi kekosongan pengelolaan Slot Orbit 123 derajat BT itu, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) memenuhi permintaan Kementerian Pertahanan (Kemhan) untuk mendapatkan hak pengelolaan Slot Orbit 123 derajat BT. Hal tersebut untuk membangun Satelit Komunikasi Pertahanan (Satkomhan).

Kemhan kemudian membuat kontrak sewa Satelit Artemis yang merupakan floater (satelit sementara pengisi orbit), milik Avanti Communication Limited (Avanti), pada 6 Desember 2015. Meskipun persetujuan penggunaan Slot Orbit 123 derajat BT dari Kominfo baru diterbitkan tanggal 29 Januari 2016. Namun pihak Kemhan pada 25 Juni 2018 mengembalikan hak pengelolaan Slot Orbit 123 derajat BT kepada Kominfo.

Pada 10 Desember 2018, Kominfo mengeluarkan keputusan tentang Hak Penggunaan Filing Satelit Indonesia pada Orbit 123 derajat untuk Filing Satelit Garuda-2 dan Nusantara-A1-A kepada PT Dini Nusa Kusuma (PT DNK). Namun PT DNK tidak mampu menyelesaikan permasalahan residu Kemhan dalam pengadaan Satkomhan.

Saat melakukan kontrak dengan Avanti tahun 2015, Kemhan belum memiliki anggaran untuk keperluan tersebut. Untuk membangun Satkomhan, Kemhan juga menandatangani kontrak dengan Navayo, Airbus, Detente, Hogan Lovel, dan Telesat. Kontrak itu dalam kurun waktu tahun 2015-2016, yang anggarannya dalam tahun 2015 juga belum tersedia. Sedangkan di tahun 2016, anggaran telah tersedia namun dilakukan self blocking oleh Kemhan.

Pemerintah Digugat

Avanti pun menggugat pemerintah Indonesia di London Court of Internasional Arbitration karena Kemhan tidak membayar sewa satelit sesuai dengan nilai kontrak yang telah ditandatangani. Pada 9 Juli 2019, pengadilan arbitrase menjatuhkan putusan. Putusan itu berakibat negara telah mengeluarkan pembayaran untuk sewa Satelit Artemis, biaya arbitrase, biaya konsultan, dan biaya filing satelit sebesar ekuivalen Rp 515 miliar.

Pihak Navayo yang juga telah menandatangani kontrak dengan Kemhan menyerahkan barang yang tidak sesuai dengan dokumen Certificate of Performance, namun tetap diterima dan ditandatangani oleh pejabat Kemhan dalam kurun waktu 2016-2017. Navayo kemudian mengajukan tagihan sebesar USD 16 juta kepada Kemhan, namun Pemerintah menolak untuk membayar sehingga Navayo menggugat ke Pengadilan Arbitrase Singapura.

Berdasarkan putusan Pengadilan Arbitrase Singapura tanggal 22 Mei 2021, Kemhan harus membayar USD 20.901.209,00 kepada Navayo.

Mahfud pun memperkirakan angka kerugian ini akan bertambah besar. Sebab, menurutnya, masih ada perusahaan lain yang meneken kontrak dengan Kemhan dan belum mengajukan gugatan.

“Selain sudah kita dijatuhi putusan arbitrase di London dan Singapura tadi, negara itu berpotensi ditagih lagi oleh AirBus, Detente, Hogan Lovel, dan Telesat. Jadi banyak sekali nih beban kita kalau ini tidak segera diselesaikan,” kata Mahfud.

Presiden Jokowi juga telah memerintahkan Mahfud untuk mengusut tuntas kasus ini. Kejaksaan Agung saat ini juga tengah mengusut dugaan perkara tersebut.

Kejaksaan Turun Tangan

“Kami mohon Kejaksaan Agung bisa menindaklanjuti ini. Bukan menindaklanjuti, tapi mempercepat daripada kita tagihan-tagihan itu tidak punya alat untuk membantah dan sebagainya. Maka kita segera memberi konfirmasi bahwa yang dilakukan Kejaksaan Agung selama ini sudah benar. Dan kita buktikan dalam seluruh proses pemeriksaan sampai berujung pada proses audit investigasi di Kemenko Polhukam. Kemenko Polhukam ditugaskan untuk menyelesaikan hal ini oleh Presiden itu,” jelas Mahfud.

Mahfud juga telah berkoordinasi dengan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate. Kemudian Menteri Keuangan Sri Mulyani, Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa, dan Jaksa Agung ST Burhanuddin.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button