PT Bahana Sekuritas mengeluarkan pernyataan resmi terkait pemeriksaan Nelwin Aldriansyah dalam kasus dugaan investasi fiktif di PT Taspen oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Corporate Secretary PT Bahana Sekuritas, Akbar Muslim, menegaskan bahwa Nelwin tidak lagi menjabat sebagai Direktur PT Bahana Sekuritas sejak Februari 2021.
“Dalam beberapa pemberitaan media yang beredar disebutkan bahwa salah satu saksi yang diperiksa adalah Direktur PT Bahana Sekuritas, Nelwin Aldriansyah. Dapat kami sampaikan bahwa Bapak Nelwin Aldriansyah yang disebut dalam pemberitaan adalah Direktur PT Bahana Sekuritas yang telah tidak menjabat sejak bulan Februari 2021,” kata Akbar melalui keterangan tertulis kepada wartawan, Senin (10/3/2025).
Akbar menegaskan, bahwa PT Bahana Sekuritas menghormati proses hukum yang dilakukan oleh KPK sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
“PT Bahana Sekuritas menghormati dan mendukung proses hukum yang sedang berjalan dengan kewenangan yang dimiliki Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku,” ujarnya.
Ia juga memastikan bahwa PT Bahana Sekuritas, sebagai bagian dari ekosistem Indonesia Financial Group (IFG) BUMN Holding Asuransi, Penjaminan, dan Investasi, tidak terlibat dalam investasi fiktif di PT Taspen.
“PT Bahana Sekuritas sebagai bagian dari ekosistem Indonesia Financial Group (IFG) BUMN Holding Asuransi, Penjaminan, dan Investasi dalam menjalankan kegiatan usahanya senantiasa menerapkan dan mengimplementasikan Tata Kelola Perusahaan Efek yang baik sebagaimana diatur oleh regulator yang berwenang bagi perusahaan,” jelasnya.
Sebelumnya, penyidik KPK memeriksa Nelwin Aldriansyah pada Kamis (6/3/2025) terkait kasus investasi fiktif di PT Taspen. Ia diperiksa selaku Direktur PT Bahana Sekuritas.
“Pemeriksaan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK, atas nama NA (Nelwin.red), Karyawan Swasta/Direktur PT Bahana Sekuritas,” ujar Jubir KPK, Tessa Mahardhika, melalui keterangan tertulis kepada wartawan, Jumat (7/3/2025).
Selain Nelwin, penyidik KPK juga memeriksa Kepala Badan Pelaksana Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH), Fadlul Imansyah, terkait dugaan penyimpangan skema investasi Taspen.
“Saksi 1 (Fadlul) dan 3 (Nelwin), penyidik mendalami terkait pengaturan skema investasi Taspen yang menyimpang,” kata Tessa.
Sementara itu, Agen Manulife, Andreana Manulang, serta mantan direksi PT Asta Askara Sentosa dan PT Pangan Sejahtera Investama, Agung Cahyadi Kusumo, mangkir dari panggilan penyidik. KPK memastikan keduanya akan dipanggil ulang.
“Saksi 2 (Andreana) dan 4 (Agung) penjadwalan ulang,” kata Tessa.
KPK sebelumnya telah menahan dua tersangka dalam kasus ini, yakni mantan Direktur Utama PT Taspen, Antonius Kosasih, dan mantan Direktur Utama PT Insight Investments Management (IIM), Ekiawan Heri Primaryanto, pada pertengahan Januari 2025.
Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu, menjelaskan bahwa kasus ini bermula pada 2016 ketika PT Taspen menginvestasikan Rp200 miliar dalam Sukuk Ijarah TSP Food II (SIAISA02) yang diterbitkan PT Tiga Pilar Sejahtera Food (TPSF) Tbk. Namun, pada 2018, instrumen tersebut dinyatakan gagal bayar dan tidak layak investasi.
Pada Januari 2019, setelah Antonius Kosasih diangkat sebagai Direktur Investasi PT Taspen, ia terlibat dalam pengambilan keputusan terkait skema penyelamatan investasi. Salah satu kebijakan yang diambil adalah mengarahkan konversi Sukuk menjadi reksa dana RD I-Next G2 yang dikelola oleh PT IIM.
Pada Mei 2019, PT Taspen menempatkan dana sebesar Rp1 triliun dalam reksa dana RD I-Next G2. Kebijakan tersebut melanggar aturan internal yang mewajibkan penanganan Sukuk bermasalah dilakukan dengan strategi hold and average down (menahan instrumen tanpa menjualnya di bawah harga perolehan).
Akibat investasi ini, negara mengalami kerugian sebesar Rp191,64 miliar, ditambah kerugian bunga senilai Rp28,78 miliar. Sejumlah pihak disebut mendapatkan keuntungan dari skema tersebut, di antaranya:
1. PT IIM: sekurang-kurangnya Rp78 miliar.
2. PT VSI (Valbury Sekuritas Indonesia): sekurang-kurangnya Rp2,2 miliar.
3. PT PS (Pacific Sekuritas): sekurang-kurangnya Rp102 juta.
4. PT SM (Sinar Mas): sekurang-kurangnya Rp44 juta.
5. Sejumlah pihak lain yang terafiliasi dengan Kosasih dan Ekiawan juga diduga menerima keuntungan dari kasus ini.
KPK memastikan akan terus mendalami kasus ini guna memulihkan kerugian negara serta menindak tegas pihak-pihak yang terlibat. Penyelidikan juga mengarah pada kemungkinan tindak pidana pencucian uang (TPPU) maupun penetapan tersangka korporasi.