Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM), Zainur Rohman menyebut, tak ada novum atau bukti baru dalam kasus korupsi Izin Usaha Pertambangan (IUP) Kabupaten Tanah Bumbu, Mardani H Maming. Jadi, upaya Peninjauan Kembali (PK) Mardani sangat layak ditolak.
“PK itu berbasis kepada novum, betul ya. Jadi kalau tidak ada bukti baru, tidak ada suatu kondisi baru yang bisa mengubah putusan, maka PK ya harus ditolak,” ujar Zainur saat dihubungi Inilah.com di Jakarta, Rabu (28/8/2024).
“Nah, sejauh ini tidak ada satupun novum ya, dari perkara ini. Sehingga ya sangat layak bagi Mahkamah Agung (A), untuk menolak PK dari Mardani H Maming itu,” tegasnya.
Suka atau tidak, kata Zainur, perkara korupsi IUP batu bara yang merugikan negara hingga Rp104,3 miliar, saat Mardani H Maming menjabat Bupati Tanah Bumbu, sudah berkeputusan tetap alias inkrah karena, bahkan sampai ke level kasasi.
“Yang menarik, justru putusan-putusan di pengadilan itu konsisten. Mulai tingkat pertama hingga kasasi, semuanya memutus dia bersalah. Dan, memberikan pidana yang cukup keras gitu ya,” tutunya.
Pernyataan Zainur benar adanya. Sejak putusan di pengadilan tingkat pertama, Mardani H Maming mengajukan banding yang hasilnya masa hukuman Mardani ditambah 2 tahun. Mengajukan kasasi pun, Mardani tetap kalah.
“Di tingkat pertama kalau tidak salah kena 10 tahun, kemudian banding malah diperberat menjadi 12 tahun. Kemudian kasasi juga 12 tahun. Kalau (pengajuan) PK-nya sih jelas ya, PK-nya memang harus ditolak,” tandas Zainur.
Sebelumnya, Mardani H Maming mengajukan PK ke MA secara diam-diam. Agar menang, ada sejumlah petinggi MA yang coba-coba didekati.
Dari penelusuran Inilah.com, Mardani H Maming mendaftarkan PK ke MA pada 6 Juni 2024, bernomor 784/PAN.PN/W15-U1/HK2.2/IV/2004.
Ditunjuklah 3 hakim agung yang menangani PK ini, yakni Hakim Agung Sunarto sebagai ketua majelis, didampingi Ansori dan Prim Haryadi sebagai anggota majelis 1 dan 2.
Beredar informasi bahwa pimpinan majelis hakim agung ngotot membela Mardani H Maming. Bahkan siap mengurangi putusan hukuman 12 tahun penjara yang harus dijalani Mardani, terkait korupsi Izin usaha Pertambangan (IUP) Kabupaten Tanah Bumbu yang merugikan negara Rp110,6 miliar.
Sementara dua hakim agung lain yakni Ansori dan Prim Haryadi tak kalah ngototnya. Keduanya kompak menolak gugatan PK itu.
Di sisi lain, Wakil Ketua MA, Suharto diduga tidak independen. Dalam perkara ini, dia dikabarkan lebih berpihak kepada Mardani. Dengan terbelahnya suara di MA, menciptakan tarik-menarik yang cukup kencang di tubuh MA.
Saat dihubungi Inilah.com, Jakarta, Selasa (27/8/2024), Suharto buru-buru membantah informasi tersebut.
Dia menilai, setiap hakim agung di MA, punya independensi dan menjunjung tinggi kerahasiaan.
“Masing-masing hakim agung punya keputusan sendiri-sendiri, nanti bertemu untuk musyawarah sehingga keluar putusan. Dan, semua prosesnya rahasia. Istrinya pun enggak boleh tahu. Jadi bagaimana bisa disebutkan hakim ini, putusannya begini,” ungkapnya.
Selanjutnya, Suharto menjamin, keputusan hakim agung tidak bisa diatur-atur atau direncanakan. Karena itu tadi, prosesnya sangat rahasia.
Terkait PK yang diajukan Mardani H Maming, majelis hakim akan menimbang uraian memorinya, apakah sesuai hukum atau tidak. “Kalau enggak relevan ya ditolak, gitu saja,” ungkapnya.