News

Puluhan SDN di Depok Bakal Menyusut, P2G Kecam Penggusuran SDN Pondok Cina 1

Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) mengecam keras upaya penggusuran SD Negeri Pondok Cina 1 di Kota Depok, Jawa Barat.

Kepala Bidang Advokasi Guru P2G, Iman Zanatul Haeri menilai penggusuran fasilitas pendidikan ini didukung oleh Pemkot Depok dan jajarannya.

“Temuan kami di lapangan ketika mengunjungi SDN Pondok Cina 1, menunjukan Pemkot Depok, Dinas Pendidikan setempat serta jajarannya terlibat dalam ‘Edusida’. Yaitu upaya pemusnahan fasilitas atau bangunan sekolah secara masif dan berpotensi ditiru secara luas,” ungkap guru swasta ini.

Menurutnya, penggusuran SD negeri itu juga akan dilakukan ke banyak sekolah lainnya di Depok. Tahun 2020 Wali Kota Depok menerbitkan Surat Keputusan (SK) yang akan menggabungkan Sekolah Dasar Negeri (SDN) di Depok (SK Nomor 421/123/KPTS/Disdik/Huk/2021).

Dalam SK tersebut, 246 SDN akan menyusut menjadi 221 sekolah, dan sekitar 26 sekolah rencananya akan digabung. Sayangnya, masyarakat belum tahu apa alasan di balik penggabungan tersebut.

“Mestinya disampaikan secara jujur ke publik, khususnya guru, siswa, dan orang tua,” katanya.

Penggusuran SDN Pondok Cina 1 ini mendapatkan penolakan dari berbagai elemen masyarakat. Bahkan laporan yang diterima P2G, para orang tua/wali murid juga mengeluhkan bagaimana penggusuran ini tidak partisipatif dan transparan.

5 Keberatan P2G atas Kebijakan Pendidikan di Pemkot Depok

Pertama, pembelajaran pasti terganggu. Guru dan siswa harus beradaptasi ulang dengan lingkungan baru. Sehingga menyita waktu belajar anak.

“Laporan yang kami terima dari lapangan, para guru ketakutan bertemu orang tua yang memilih bertahan di sekolah yang hendak digusur. Sekolah tersebut sempat ditinggalkan gurunya dan akhirnya pembelajaran diisi oleh relawan berbagai elemen organisasi masyarakat,” papar Iman yang turun langsung ke lapangan.

Dinas Pendidikan Depok juga menerbitkan Surat Tugas kepada guru dan kepala sekolah untuk mengajar di dua sekolah berbeda yaitu (SDN Pondok Cina 2 dan 5), yang akan menjadi penempatan baru siswa yang SD-nya digusur (Surat Nomor 420/362/Bid.Pemb SD/2022).

Surat Edaran Dinas Pendidikan Kota Depok No.421.218/PC1/X1/2022 juga memangkas hak guru-guru untuk mengajar di SDN Pondok Cina 1. P2G menilai bahwa kedua surat tersebut sangat berbahaya.

“Kami melihat dua surat tersebut adalah bentuk intimidasi struktural kepada guru,” ujar Iman.

Kedua, dua sekolah yang jadi satu akan membuat proses pembelajaran makin tak terkelola dan terganggu. Sekolah yang dimerger akan saling berbagi fasilitas.

Sekolah yang ditumpangi tidak akan serta merta memberikan akses penuh pada guru dan siswa yang menumpang. Kapasitas sekolah negeri yang notabe sudah mininalis akan semakin sumpek. Pelayanan dan fasilitas bagi anak tak akan maksimal. Guru juga tak leluasa mengajar.

“Kegiatan KBM SDN Pondok Cina 1 tidak akan efektif, karena kepala sekolah yang ditunjuk menjadi Plt adalah kepala sekolah di tempat lain. Artinya satu kepala menjadi pemimpin dua sekolah. Ini juga ‘ngaco’, manajemen sekolah pasti akan berantakan,” lanjutnya.

Ketiga, P2G menemukan fakta, siswa menghadapi pergantian guru. Khusus guru SD, guru kelas bagaikan orang tua, tidak mudah bagi mereka menerima guru kelas baru yang tidak mereka kenal.

“Nah, yang kami temukan, guru yang tadinya mengajar di SDN Pondok Cina 1, ditugaskan Disdik Depok mengajar di SDN Pondok Cina 3 dan 5. Lalu, yang mengajar di SDN Pondok Cina 1 adalah guru baru yang tidak anak-anak kenal,” tambahnya.

Kebijakan Pemkot Depok dan Dinas Pendidikan ini, diakui Iman, tidak sesuai arahan Mendikbudristek RI Nadiem Makarim tentang mengutamakan kepentingan anak dalam belajar.

Bukti terbaru adalah, adanya surat pemberitahuan kegiatan belajar SDN Pondok Cina 1 Nomor 421/010/PC1/I/2023 tertanggal 8 Januari 2023 kepada orang tua/ wali murid, anak-anak sekolah siang secara bergantian. Sudah seminggu sejak masuk di awal semester genap, siswa mengalami hambatan dan kesulitan belajar.

Nadiem Makarim selalu menyampaikan agar pembelajaran harus berpihak pada anak. Namun dalam kasus ini, siswa yang terlanjur dipindahkan ke SDN Pondok Cina 3 dan 5, belajar pada jam-jam tidak efektif. Misal siswa SDN Pondok Cina 1 kelas III yang menumpang di SDN Pondok Cina 5, belajar dari pukul 11.00 s/d 15.00 WIB.

Keempat, ruang gerak yang sempit akan mengganggu kegiatan yang sudah disusun berdasarkan kalender akademik. Pelajaran olahraga, kegiatan di luar kelas, ekstrakurikuler dan lain sebagainya akan terganggu karena mereka harus berbagi lapangan dan ruang bersama siswa lainnya.

P2G mendesak agar hak siswa dan guru dipenuhi terlebih dahulu. Sehingga ketika mereka direlokasi, ruang kelasnya sudah dipersiapkan terlebih dulu.

Kelima, Keputusan Pemkot Depok menggabungkan sekolah harus ditolak, karena berpotensi besar akan ditiru daerah lain. Penolakan dan penghentian secara permanen penggusuran ini menjadi harga mati.

Hal senada juga disampaikan Kepala Bidang (Kabid) Litbang Pendidikan P2G, Feriyansyah yang mengungkapkan, tiga faktor utama alasan rencana penggusuran harus ditolak.

Pertama, karena kebijakan ini sudah direncanakan akan berlaku pada puluhan sekolah lain di Depok.

Kedua, cara yang dilakukan Pemda dengan pendekatan struktural memaksa. Musrenbang yang dilakukan hanya formalitas. Buktinya para orang tua malah menolak kebijakan tersebut. Artinya, dialog belum selesai namun nafsu menggusurnya lebih besar.

Ketiga, jika penggusuran ini diteruskan, bisa menjadi contoh bagi daerah-daerah lain. Sehingga pelanggaran hak anak untuk belajar dan pelanggaran hak guru untuk mengajar akan meluas diberbagai daerah tidak terkendali.

“Jika tidak dihentikan sekarang, maka akan timbul edusida. Yaitu trend pemda-pemda menggusur sekolah-sekolah agar digabungkan demi kepentingan ekonomi dan politik lokal,” jelas Feriyansyah.

Ia menyebutkan bahwa penggusuran sekolah merupakan perampasan Hak Asasi Manusia khususnya masyarakat Depok. Pemkot harusnya mampu menyediakan layanan pendidikan yang bermutu di tengah meningkatnya kebutuhan masyarakat kota Depok akan pendidikan yang berkualitas.

Dia berharap, agar Wali Kota Depok dan juga Gubernur Jawa Barat Ridwal Kamil yang terlibat, tidak hanya menghentikan sementara pembangunan karena protes dari berbagai elemen masyarakat.

Mengingat kasus ini sudah menjadi perhatian nasional, P2G juga mengapresiasi Kemdikbudristek RI yang sudah mengawal kasusnya.

“Kami mengapresiasi respon ‘gercep’ Kemdikbudristek. Tapi kami belum melihat bagaimana hasil dan ‘follow up’ Kemdikbudristek yang sudah memediasi kasus ini,” pungkasnya.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button