Puskapol UI Gelar Kajian Perempuan dalam Pusaran Korupsi


Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia (Puskapol UI) sejak awal 2024 melakukan penelitian mengenai gender dan korupsi di lembaga legislatif dan lembaga penyelenggara pemilu.

Hasilnya, Puskapol UI menemukan bahwa peran perempuan cenderung menjadi aktor pendukung dalam skala korupsi yang kecil.

Dalam temuannya untuk kasus di DPR RI, Puskapol UI menemukan 34 kasus korupsi yang melibatkan 73 anggota DPR sepanjang tahun 2004-2023. Dari kasus tersebut, sebagian besar aktornya adalah laki-laki, dengan jumlah 62 orang. Sementara itu, 11 sisanya adalah perempuan.

Sementara di lembaga penyelenggara pemilu, terdapat 18 kasus korupsi di Komisi Pemilihan Umum (KPU) sepanjang tahun 2004-2019, dan 13 kasus korupsi di Bawaslu sejak tahun 2013-2023.

“Dari 18 kasus korupsi di KPU, terdapat 29 laki-laki yang terlibat dalam kasus-kasus tersebut, dan hanya 1 orang perempuan yang terlibat. Sedangkan kasus korupsi di Bawaslu melibatkan 12 laki-laki, 4 perempuan, dan 11 lainnya inisial nama tanpa identitas,” Direktur Puskapol UI, Hurriyah di kawasan Tebet, Jakarta Selatan, Rabu (10/7/2024).

Hurriyah menjelaskan, temuan riset tersebut menunjukkan bahwa peran perempuan untuk mendukung inisiatif anti-korupsi di lembaga penyelenggara Pemilu maupun lembaga legislatif sudah terlihat, namun ruang lingkupnya masih dalam skala kecil.

“Sikap perempuan yang cenderung menghindar dari ajakan perilaku korupsi pada akhirnya membuat mereka secara tidak langsung dikecualikan dari forum-forum pembicaraan atau pertemuan yang berpotensi pada perilaku yang koruptif,” ujar Hurriyah.

“Sikap perempuan lebih cenderung berhati-hati dalam menerima korupsi karena pertimbangan moral, norma, dan beban domestik yang melekat pada perempuan. Faktor ini menjadi enablers bagi perempuan untuk menghindari praktik korupsi,” sambungnya.

Hurriyah mengatakan temuan riset itu mencerminkan pola umum kasus korupsi di mana keterlibatan perempuan lebih rendah dibandingkan dengan laki-laki. Meskipun demikian, peran perempuan dalam kasus-kasus ini cenderung lebih sebagai aktor pendukung, dan skala korupsinya kecil.

“Namun demikian, keterlibatan dan agensi perempuan dalam inisiatif anti korupsi tidak cukup hanya pada level individu, tetapi membutuhkan dukungan organisasional dan struktur politik lembaga untuk menginisiasi agenda anti korupsi,” katanya.

Sebagai informasi, penelitian ini bertujuan menyelidiki dan menilai peran gender dalam memerangi korupsi dan mendukung inisiatif anti-korupsi di lembaga legislatif dan lembaga penyelenggara pemilu sebagai institusi yang memiliki kerangka regulasi keterwakilan politik perempuan.

Puskapol UI melakukan survei kepada 205 anggota KPU dan Bawaslu provinsi dengan mempertimbangkan karakteristik demografis partisipan dan melakukan wawancara mendalam kepada enam kategori informan, yaitu anggota DPR RI, DPRD Provinsi dan Kab/Kota, anggota partai politik, anggota KPI RI dan KPU Provinsi, anggota Bawaslu RI, aktivis masyarakat sipil, dan akademisi.