Koordinator Komite Pemilih Indonesia Jeirry Sumampow menilai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal ambang batas parlemen dinilai tidak tuntas.
Menurut Jeirry, seharusnya putusan itu bisa menghadirkan jaminan kepastian hukum, tidak boleh ada perubahan aturan di tengah tahapan sedang berlangsung. Sebagaimana kontroversi putusan MK soal syarat capres cawapres yang lalu.
“Sayangnya pencabutan ambang batas itu tidak disertai dengan ketegasan tentang berapa angka ambang batas yang pas. Inilah kelemahan putusan MK ini. Tidak tuntas jadinya,” kata Jeirry dalam keterangannya, Jumat (1/3/2024).
Ia juga menyayangkan MK memberikan kewenangan terhadap DPR untuk mengatur dalam perubahan UU Pemilu nanti. “Mestinya MK mencabut saja dan menegaskan bahwa ambang batas parlemen itu tidak perlu lagi,” ujar dia.
Jeirry khawatir, DPR nantinya bisa saja menentukan ambang batas parlemen dibuat tetap ada atau menaruh angka 3,5 persen. Hal itu, baginya tetap akan menghalangi kedaulatan rakyat.
“Menurut saya, sebaiknya ambang batas parlemen pusat ditiadakan saja. Dan soal penyederhanaan partai di parlemen yang sejak lama jadi agenda, cukup dilakukan lewat pengetatan seleksi partai politik yang ikut pemilu. Sehingga jika partai sudah lolos sebagai peserta pemilu, maka sudah dianggap layak untuk masuk parlemen,” ucap Jeirry menegaskan.
Diketahui, MK menilai ambang batas parlemen sebesar empat persen yang diatur oleh UU Pemilu bertentangan dengan prinsip kedaulatan Rakyat. Untuk itu MK memerintahkan agar ambang batas parlemen tersebut diubah sebelum pelaksanaan Pemilu 2029.
Untuk itu MK memerintahkan agar ambang batas parlemen tersebut diubah sebelum pelaksanaan Pemilu 2029. Demikian bunyi putusan perkara 116/PUU-XXI/2023, yang diajukan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem). Sidang dipimpin oleh Ketua MK Suhartoyo.
Meski begitu, dalam pertimbangannya, MK menyatakan ketentuan Pasal 414 ayat (1) dalam UU 7/2017, yang mengatur ambang batas parlemen 4 persen masih konstitusional untuk diberlakukan pada hasil Pemilu 2024. Namun, ambang batas parlemen ini tidak bisa lagi berlaku pada Pemilu 2029.
“Sebagai konsekuensi yuridisnya, norma Pasal 414 ayat (1) UU 7/2017 haruslah dinyatakan konstitusional bersyarat (conditionally constitusional) sepanjang masih tetap diberlakukan untuk hasil Pemilu DPR 2024 dan tidak diberlakukan untuk hasil Pemilu DPR 2029 dan pemilu berikutnya kecuali setelah dilakukan perubahan terhadap norma ambang batas parlemen dan besaran angka atau persentase ambang batas parlemen,” bunyi pertimbangan putusan MK, dilihat Kamis (29/2/2024).
Leave a Reply
Lihat Komentar