Guru Besar Hukum Ketenagakerjaan dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Prof Ari Hernawan menilai aturan Gubernur Jakarta Pramono Anung soal syarat daftar PPSU cukup lulusan SD bertentangan dengan wajib belajar 12 tahun.
“Bertentangan dengan wajib belajar 12 tahun ya,” kata Ari saat dihubungi Inilah.com, dari Jakarta, Jumat (11/4/2025).
Dia mengatakan, aturan asal-asalan yang tanpa pertimbangan matang justru berpotensi menciptakan manajemen sumber daya manusia (SDM) yang rendah untuk jangka panjang. “Justru akan menciptakan manajemen SDM yang rendah jangka panjangnya,” ujar Ari.
Ia juga menyebut, kebijakan Pramono itu tidak sistematik dan berbenturan dengan sistem hukum ketenagakerjaan. “Aturan tersebut tidak sistemik, karena nabrak sistem hukum ketenagakerjaan,” kata Ari.
Ari pun juga menyinggung syarat KTP bagi pendaftar PPSU. Dia mengingatkan, UU Ketenagakerjaan telah mengatur usia minimal 18 tahun bukan 17 tahun, aturan untuk pekerja sudah dengan pengecualian, bahkan dengan pembatasan-penbatasan tertentu.
Tujuannya, kata dia, untuk melindungi anak yang termasuk kelompok rentan. Menurutnya, dengan hadirnya aturan rekrutmen PPSU tanpa memperhatikan batasan minimum usia, hanya mengedepankan aspek ekonomi serta berjangka pendek.
“Serta tidak berperspektif jangka panjang yang dapat menimbulkan persoalan lain yang sifatnya multidimensi mengingat anak pada akhirnya akan menjadi penerus dan pewaris bangsa. Menurut saya, itu kebijakan yang tergesa-gesa dan penuh ketidakdalaman,” ujarnya.
Gubernur Jakarta Pramono Anung telah menandatangani Peraturan Gubernur (Pergub) terkait persyaratan kerja untuk menjadi petugas Penanganan Prasarana dan Sarana Umum (PPSU). Aturan ini memungkinkan adanya perpanjangan batas maksimal usia petugas PPSU, di kisaran 55-58 tahun. Tetapi tak tercantum batas minimum usia.
Adapun perubahan lainnya, persyaratan pendidikan diturunkan menjadi minimal lulusan Sekolah Dasar (SD) dari sebelumnya minimal lulusan SMA. Wakil Gubernur Jakarta, Rano Karno, menjelaskan bahwa persyaratan untuk menjadi petugas PPSU cukup sederhana, yakni dapat membaca dan menulis, serta memiliki KTP Jakarta. “Dari awal kita ingin PPSU cukup bisa baca tulis karena ini bukan tenaga berkeahlian,” kata Rano Karno saat ditemui di Jakarta, Rabu (9/4/2025).
“Masih ada 1.652 PPSU yang dibutuhkan, misalnya Kemayoran, di satu kelurahan itu rekrutnya cuma 10, karena areanya nggak luas. Tapi ada (kelurahan) yang butuh sampai 30, mungkin karena areanya luas. Kriterianya itu tentu pihak kelurahan yang lebih paham,” ujar Rano lagi.
Keputusan ini dapat banyak kritikan. Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), Ubaid Matraji sebut aturan racikan Pramono mengandung pesan yang kontradiktif dan kontroversi.
Dia menegaskan, kebijakan ini seperti mengabsahkan putus sekolah dengan memberikan jaminan kerja bergaji UMR bagi lulusan SD. “Hal ini berpotensi mengurangi motivasi masyarakat untuk menyekolahkan anak hingga SMA/SMK,” kata Ubaid saat dihubungi Inilah.com, Jakarta, Senin (7/4/2025).
Kritikan juga disampaikan anggota DPRD Jakarta dari Fraksi Partai Solidaritas Indonesia (PSI) August Hamonangan, dia khawatir maksud baik Pramono jadi bumerang. Menurutnya, dibukanya lowongan petugas oranye dengan cukup lulusan SD berpotensi gairah warga mengejar taraf pendidikan yang lebih tinggi merosot. Bukan mustahil, keberadaan lowongan ini akan membuat warga lainnya berpikir tak perlu pendidikan tinggi untuk bisa bekerja.
“Saya khawatir kebijakan Pemprov DKI Jakarta akan berdampak negatif terhadap dunia pendidikan di Jakarta. Hal itu tidak menutup kemungkinan membuat beberapa warga kurang semangat menempuh pendidikannya karena merasa sudah mendapatkan jaminan kerja menjadi pasukan oranye,” kata August di Jakarta, dikutip Senin (7/4/2025).
Derasnya kritikan tak didengar serius oleh Pemprov. Plt. Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Jakarta Sarjoko. Baginya mudah saja bagi warga Jakarta yang saat ini baru memiliki ijazah SD, tingal lanjutkan saja kejar paket B (setara SMP) dan C (setara SMA).
“Seiring dengan meningkatnya pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, tentu juga akan berdampak pada semakin lebih luasnya lapangan pekerjaan yang bisa diakses oleh warga,” ujar Sarjoko dihubungi Inilah.com, Jakarta, Kamis (10/4/2025).
Pembelaan senada juga disampaikan Staf Khusus Gubernur dan Wakil Gubernur Jakarta Bidang Komunikasi Publik, Chico Hakim. Dia menyebut kritikan yang sedang mengalir deras saat ini, mengada-ada. Kata Chico, seharusnya kebijakan Pramono didukung penuh. Fokus yang harus disorot adalah menyediakan lapangan kerja sebanyak-banyaknya.
“Ini menurut saya mengada-ada lah pemikiran seperti itu. Mari kita dukung bukan justru dinihilkan. Karena apa, dalam konteks apa pekerjaan itu untuk PPSU yang jelas bidang pekerjaannya, tentu ada keterbatasan dalam ketersediaannya,” kata Chico saat dihubungi Inilah.com, Jakarta, Rabu (9/4/2025).