Market

Rekor Tertinggi Sepanjang Sejarah, Neraca Perdagangan Dongkrak Cadangan Devisa

Kinerja ekspor dan impor di bulan Maret 2022 berhasil menembus rekor tertinggi sepanjang sejarah. Kondisi ini ampuh mendongkrak cadangan devisa dan ketahanan sektor eksternal Indonesia.

“Kinerja perdagangan internasional Indonesia kembali menunjukkan performa impresif di tengah eskalasi perang Rusia-Ukraina. Surplus yang berkelanjutan ini akan terus mendorong kenaikan cadangan devisa. Ini juga sekaligus meningkatkan kapasitas dan ketahanan sektor eksternal Indonesia,” kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto di Jakarta, Senin (18/4/2022).

Nilai ekspor pada Maret 2022 tercatat mencapai US$26,50 miliar. Nilai ini meningkat signifikan sebesar 29,42% (mtm) atau sebesar 44,36% (yoy). Di saat yang bersamaan, nilai impor pada Maret 2022 mencapai US$21,97 miliar dengan pertumbuhan sebesar 32,02% (mtm) atau 30,85% (yoy).

Dengan mengacu pada selisih antara ekspor dan impor tersebut, neraca perdagangan Indonesia pada bulan Maret 2022 kembali mengalami surplus yang cukup besar. Angkanya mencapai US$4,53 miliar. Surplus ini sekaligus melanjutkan tren surplus yang sudah terjadi sejak Mei 2020 lalu atau telah terjadi dalam kurun waktu selama 23 bulan berturut-turut.

Kondisi tersebut jelas berkorelasi positif dengan tren kenaikan cadangan devisa. Bank Indonesia melaporkan, posisi cadangan devisa Indonesia pada akhir Maret 2022 tetap tinggi sebesar US$139,1 miliar. Meskipun, posisi itu menurun ketimbang posisi pada akhir Februari 2022 sebesar US$141,4 miliar.

Posisi cadangan devisa tersebut setara dengan pembiayaan 7,2 bulan impor atau 7,0 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah. Posisi ini juga berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor.

Solidnya performa surplus Indonesia pada Maret 2022 terdorong oleh kinerja ekspor yang terus menguat di tengah peningkatan harga berbagai komoditas andalan yang cukup signifikan. Tercatat pada Maret 2022, harga batu bara meningkat 49,91% (mtm), nikel tumbuh 41,26% (mtm), dan CPO naik 16,72% (mtm).

Hilirisasi Komoditas Unggulan

“Di tengah momentum kenaikan harga komoditas, Indonesia terus memacu hilirisasi komoditas unggulan. Sehingga ekspor Indonesia tidak lagi berasal dari komoditas hulu, namun mengandalkan komoditas hilir yang memiliki nilai tambah tinggi,” lanjut Menko Airlangga.

Langkah awal nyata dari program ini salah satunya terbukti dengan transformasi ekspor dari bijih nikel ke produk turunan besi dan baja (Feronikel). Berdasarkan unit value ekspor, nilai tambah dari produk Feronikel mencapai 60 kali lebih besar dari nilai komoditas bijih nikel dan konsentratnya.

Peningkatan nilai tambah dalam aktivitas produksi juga tercermin dalam aktivitas manufaktur yang terus berada di level ekspansif. Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur Indonesia pada bulan Maret 2022 berada di posisi 51,3. Posisi tersebut lebih tinggi ketimbang level Februari 2022 yang sebesar 51,2, serta masih melanjutkan level ekspansi selama tujuh bulan beruntun.

Kenaikan level PMI Indonesia sejalan dengan PMI Regional ASEAN yang juga mengalami ekspansi sebesar 51,7. Singapura menempati posisi tertinggi (55,0) dan diikuti Filipina pada posisi kedua (53,2). Lebih lanjut, level PMI Indonesia masih berada di atas level PMI negara ASEAN lainnya seperti Malaysia (49,6) dan Myanmar (47,1).

Kinerja PMI Genjot Ekspor Industri Pengolahan

Kinerja PMI yang terus terekspansi ini turut mendorong ekspor sektor industri pengolahan yang pada Maret 2022 mampu tumbuh sebesar 23,99% (mtm) atau 29,83 (yoy). Sektor ini juga mendominasi komposisi ekspor Indonesia dengan porsi mencapai 72,69% dari total ekspor.

Sementara itu, dari sisi impor terlihat bahwa komposisi utamanya dominan golongan bahan baku/penolong dengan porsi sebesar 77,46% dengan peningkatan sebesar 32,60% (mtm) atau 31,53% (yoy). Kemudian, impor barang modal menyusul dengan porsi mencapai 14,26% yang mengalami pertumbuhan sebesar 20,31% (mtm) atau 30,12% (yoy). Selain itu, impor konsumsi tercatat hanya mencapai 8,28% dari total impor.

“Dominasi dan kenaikan impor bahan baku menunjukkan bahwa impor Indonesia ditujukan untuk aktivitas produktif guna mendorong output nasional, sementara kenaikan pada barang modal menunjukkan perusahaan manufaktur terus mendorong ekspansi usahanya,” ujar Menko Airlangga.

Meskipun surplus neraca perdagangan terus berlanjut, Pemerintah akan tetap waspada dan terus responsif dalam menghadapi berbagai tantangan yang mungkin muncul. Tantangan-tantangan tersebut antara lain melambatnya laju pemulihan ekonomi Zona Euro akibat perang Rusia-Ukraina. Begitu juga dengan penerapan lockdown yang baru saja Tiongkok terapkan kembali. Kondisi ini diperkirakan berpengaruh pada performa ekspor ke depan.

Di sisi lain, kenaikan harga komoditas energi dan bahan pangan juga berpotensi mendorong inflasi global. Harga minyak mentah tercatat terus meningkat, di mana per Maret 2022 naik sebesar 18,58% (mtm). Di saat yang sama, beberapa harga bahan pangan global juga mengalami peningkatan, seperti harga kedelai yang naik 8,91% (mtm) dan harga gandum dengan peningkatan sebesar 24,53% (mtm).

“Untuk itu, guna memitigasi dampak transmisi kenaikan harga komoditas global ke domestik, Pemerintah akan terus mengoptimalkan peran Tim Pengendali Inflasi Nasional dalam menjaga stabilitas inflasi, dengan menerapkan strategi 4K, yakni strategi menjaga keterjangkauan harga, ketersediaan pasokan, kelancaran distribusi, dan komunikasi yang efektif,” pungkas Menko Airlangga Hartarto.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button