Tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang naik jadi 12 persen di awal tahun depan, bisa membawa bencana besar. Rektor IPB University Arif Satria mengungkap sejumlah bahaya yang bakal mengguncang perekonomian, mulai dari harga barang melambung hingga dampak bagi kelas menengah.
Menurutnya, tim peneliti di IPB University telah melakukan analisis mendalam mengenai potensi dampak ekonomi dari kebijakan kenaikan PPN 12 persen ini.
“Kenaikan PPN menjadi 12 persen jelas akan memengaruhi sektor pertanian. Secara ekonomi, dampaknya cukup signifikan, dengan proyeksi GDP riil yang turun sebesar 0,03 persen, ekspor berkurang 0,5 persen, dan inflasi yang diperkirakan naik hingga 1,3 persen,” kata Arif dalam sebuah diskusi publik yang digelar di Jakarta, Jumat (20/12/2024).
Ia kemudian menyoroti tarif PPN sejak 2000 yang sudah dipertahankan sebesar 10 persen. Namun kemudian naik pada 2022 menjadi 11 persen, dan kembali dinaikkan menjadi 12 persen pada 2025. Arif pun menilai hal ini bakal menggerus produktivitas pangan.
“Kenaikan 1 persen PPN ternyata dampaknya memang bisa pada penurunan produksi, seperti misalnya rumput laut, tebu, itu salah satu 10 besar. Kemudian kelapa sawit, teh, jambu mete, kopi, dan lain sebagainya,” jelas Arif.
Selain itu, ia juga memperingatkan bahwa kenaikan PPN akan menyebabkan lonjakan harga beberapa komoditas, seperti unggas yang diperkirakan naik 0,3 persen, serta harga susu segar dan padi, meskipun kenaikan padi hanya sekitar 0,08 persen.
Lebih lanjut, Arif menekankan bahwa kebijakan ini tidak hanya akan memengaruhi harga barang, tetapi juga tenaga kerja di sektor pertanian.
“Kenaikan PPN ini akan menyebabkan penurunan tenaga kerja di berbagai sektor, seperti rumput laut, karet, tebu, kelapa sawit, dan jambu,” tambahnya.
Meski demikian, Arif mengakui bahwa dalam jangka pendek, kebijakan ini dapat meningkatkan penerimaan negara. Namun, ia menekankan pentingnya pemerintah untuk mempertimbangkan secara matang dampak dari kebijakan ini, termasuk efek berganda atau multiplier effect terhadap inflasi, tenaga kerja, ekspor, dan harga komoditas.
Hal ini terutama disebabkan oleh beberapa bahan pokok premium yang awalnya dibebaskan, tapi kemudian dikenakan PPN seperti daging dan beras premium.
“Saya berharap pemerintah benar-benar menghitung betul dampak dari PPN ini terhadap inflasi, tenaga kerja, ekspor, serta kenaikan harga komoditas,” ujarnya.
Pemerintah telah memastikan bahwa kenaikan tarif PPN dari 11 persen menjadi 12 persen akan berlaku mulai 1 Januari 2025, sebagai bagian dari implementasi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2024 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).