News

Rektor Paramadina Kritik Program Kampus Merdeka Menteri Nadiem

Rektor Universitas Paramadina, Prod Didik J Rachbini mengkritik keras program Kampus Merdeka yang diluncurkan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbud Ristek), Nadiem Makarim.

Dalam acara diskusi bertajuk Catatan Awal Tahun 2023 dari Perspektif Guru Besar Ilmu Sosial yang diinisiasi Forum Guru Besar dan Doktor (Insan Cita) di Jakarta, Jumat (13/1/2023), Prof Didik memberikan nilai merah terhadap program Kampus Merdeka, selaku cendekiawan kampus.

“Satu hal yang menonjol adalah perubahan kebijakan pendidikan dari menteri yang tuna pengalaman di bidang pendidikan, ditunjuk presiden untuk membuat perubahan. Bisa dibayangkan, bagaimana perubahan yang bisa dilakukan dari seorang pimpinan, menteri yang tidak ada latar belakang dan tidak memiliki pengalaman di bidang ini,” kata Prof Didik.

Dikatakan Prof Didik, perubahan kebijakan pendidikan dilakukan Menteri Nadiem dengan gegap gempita, memakai tagline Kampus Merdeka, menggiring mahasiswa untuk masuk ke dalam pengalaman nyata di luar kampus. Tepatnya memasuki lingkungan kantor-kantor, perusahaan, bengkel, studio dan tempat-tempat praktik di lapangan.

“Kebijakan ini tidak salah, tetapi ketika dijadikan sebagai kebijakan inti keseluruhan pendidikan, maka substansi dasar pendidikan, riset dan substansi pembangunan karakter, menjadi hilang. Tergerus arus utama kebijakan ini. Dalam implementasinya, kebijakan ini sebenarnya bersifat vokasional, praktik keterampilan dan hanya sebagian aspek teknis dari sistem pendidikan itu sendiri,” terang pria berdarah Madura ini.

Lantaran tak ada dialektika dan tidak ada feed back yang memadai, lanjut mantan Anggota DPR asal PAN ini, maka program Kampus Merdeka justru mendangkalkan sistem pendidikan, menjadi praktik lapangan, keterampilan teknis di pabrik, studio dan bengkel-bengkel, kantor pemerintah dan tempat-tempat praktik teknis lainnya.

Dampaknya? Kata Prof Didik, substansi dasar dan ruh yang mendalam dari dari sistem pendidikan untuk memanusiakan manusia dan pengembangan karakter, menjadi nomor dua. Digantikan praktik vokasional dari sistem Kampus Merdeka yang implementasinya bersifat teknis.

“Aspek teknis tersebut sebenarnya sudah bisa digantikan oleh komputer, seperti akuntansi sudah hampir keseluruhan digantikan komputer, teknik mesin sudah komputerisasi total, riset sudah digantikan statistik, dan sebagainya. Ketrampilan berulang sudah bukan merup[akan aspek vital dari sistem pendidikan,” imbuhnya.

Dampak kedua, lanjut Prof didik, tidak ada lagi universitas riset sebagai patriot dalam penemuan ilmiah. Yang hebat, inovasi baru dan mendalam. Karena digantikan praktik Kampus Merdeka masuk ke dalam pekerjaan lapangan sehari-hari di perusahaan, kantor pemerintah, bengkel dan studio. “Ini yang terjadi di lapangan, yang sebenarnya ketrampilan teknis tersebut sudah banyak digantikan komputer,” tuturnya.

Peran riset yang sejak lama sudah menurun, menurut Prof Didik, kini bertambah dangkal. Karena puluhan ribu mahasiswa dilatih bekerja dengan keterampilan instan. Boleh disebut di sini sebagai kritik, yaitu universitas-universitas besar, seperti Universitas Pajajaran, Universitas Brawijaya, Universitas Negeri Jakarta terjerumus pendidikan keterampilan sangat masif. “Yang menggerus kemampuan risetnya secara mendalam. Kementerian pendidikan dengan kebijakan kampus merdeka menyuburkan pendidikan masif seperti ini,” pungkasnya.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button