Market

Resesi Global, Industri Sawit Rapatkan Barisan Demi Kontribusi Ekonomi ke Negara

Kamis, 10 Nov 2022 – 20:40 WIB

Petani sawit. (Foto: Media Indonesia).

Terkait potensi resesi global di tahun depan, industri sawit nasional perlu melakukan sejumlah langkah antisipasi. Agar kontribusi sawit terhadap perekonomian nasional bisa tetap terjaga.

Disampaikan Ketua bidang Komuninasi Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), Tofan Mahdi, ada tiga langkah yang perlu segera dijalankan oleh seluruh pemangku kepentingan sektor kelapa sawit.

“Pertama, berkolaborasi dalam rantai pasok kelapa sawit. Misalnya dengan tetap menjaga kinerja perkebunan sawit sehingga tingkat kesejahteraan petani tetap terjaga, bahkan bisa meningkat,” papar Tofan di Jakarta, Kamis (10/11/2022).

Kedua, lanjut Tofan, terkait sawit keberlanjutan perlu segera diterapkan secara masif dan konsisten. Saat ini, total produksi minyak sawit Indonesia mencapai 53 juta ton. Sebanyak 70 persen diekspor, sisanya yang 30 persen untuk domestik. Pasar utama minyak sawit Indonesia adalah India, China, Uni Eropa dan Pakistan. Khusus pasar Uni Eropa, menuntut keberlanjutan atau sustainability.

“Sustainability ini memastikan kelapa sawit tetap eksis dan berkelanjutan, terlebih pemerintah sudah komit untuk tidak menambah lahan, kendati

produktivitas sawit rakyat masih menjadi pekerjaan rumah (PR) besar,” ungkap mantan wartawan senior Jawa Pos ini.

Ketiga, lanjutnya, seluruh pihak lebih memperkuat sinergi dan kolaborasi, termasuk pemerintah. Agar kebijakan pemerintah konsisten dalam menjaga peran industri sawit dalam perekonomian nasional. “Sebab itu, semua pemangku kepentingan sektor sawit harus lebih sering duduk bareng,” paparnya.

Direktur Utama Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDP-KS), Eddy Abdurrahman menjelaskan, sawit nasional dari hulu hingga hilir memiliki peranan penting bagi pembangunan nasional. Pertama, industri sawit menyerap 4,2 juta orang pekerja langsung dan 12 juta orang pekerja tidak langsung.

Selain itu, industri sawit mendorong pertumbuhan ekonomi 3,5 persen dari total Pendapatan Domestik Bruto (PDB). Ketiga, kontribusinya terhadap devisa ekspor rata-rata 13,5 persen per tahun,” tutur Eddy.

Selain itu, kata Eddy, industri sawit mendorong kemandirian energi melalui pengembangan bahan bakar nabati, atau biodiesel. Selain ramah lingkungan, pengembangan biodiesel berbasiskan minyak sawit bisa menghemat impor solar sebesar US$ 8 miliar per tahun.

Sekretaris Jenderal (Sekjen) Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS), Mansuetus Darto menyatakan, saat ini, tingkat kesejahteraan petani sawit swadaya belum berubah signifikan. “Apakah semua kebijakan dari pemerintah efektif meningkatkan kesejahteraan petani swadaya di Indonesia. Ternyata belum,” katanya.

Ke depan, kata dia, membangun kemitraan dengan petani swadaya haruslah menguntungkan dan sejajar. Selama ini, posisi petani sawit swadaya dengan industri masih timpang. Termasuk urusan ekonomi, petani acapkali menjadi obyek penderita. “Selama ini apakah kemitraan antara industri dengan petani, sudah seimbang dan sejajar. Atau adil dan menguntungkan? Apakah pabrik sawit bersedia membagi saham kepada petani? saya lihat belum,” ungkapnya.

Sedangkan Pimred Majalah InfoSawit, Ignatius Ery Kurniawan menerangkan, perkebunan sawit komersil yang sudah dikembangkan lebih dari 110 tahun di Indonesia, mulai memberikan kontribusi ekonomi kepada kehidupan petani. “Bersamaan dengan pemberdayaan perkebunan kelapa sawit yang memiliki tugas mulia untuk menanam sawit sebagai sumber kehidupan di Indonesia dan dunia,” kata Ery.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button