Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) memberikan respons diplomatis ketika ditanyai pandangannya soal cerita eks Ketua KPK Agus Rahardjo yang menyatakan revisi UU KPK disebabkan karena penanganan kasus e-KTP.
AHY mengatakan yang menjadi panglima keadilan yakni hukum, bukan politik. Ia berharap ke depan Indonesia dipimpin oleh sosok yang menjadikan hukum sebagai benteng terdepan bangsa.
“Yang terbaik yang bisa menjadi wakil-wakil rakyat, terus memperjuangkan penegakan hukum yang adil di negara kita sehingga rakyat bisa terayomi semuanya, tidak melihat dari status sosial mana, apakah dia rakyat biasa atau pejabat,” katanya di bilangan Jakarta Pusat, Jumat (1/12/2023).
AHY pun berharap agar hukum dapat semakin beradab dalam menyelesaikan persoalan di Indonesia. “Kita harapkan ini yang menjadi pondasi yang kuat bagi negara agar semakin berkeadaban. Saya cuma punya harapan begitu, dan demokrat tentunya ingin menjadi bagian dari Perjuangan negeri kita,” kata AHY.
Sebelumnya, Agus Rahardjo dalam sebuah wawancara di stasiun televisi nasional mengungkapkan dirinya pernah dimarahi Presiden Joko Widodo (Jokowi) lantaran menangani kasus korupsi e-KTP, pada tahun 2017 silam.
Pasalnya kasus tersebut menjerat Setya Novanto, yang kala itu menjabat sebagai Ketua DPR RI sekaligus Ketua Umum Partai Golkar, salah satu partai pendukung pemerintahan Jokowi.
“Saya terus terang, waktu kasus e-KTP saya dipanggil sendirian oleh presiden. Presiden pada waktu itu ditemani oleh Pak Pratikno (Menteri Sekretaris Negara),” kata Agus, di Jakarta, Kamis (30/11/2023).
Ia mengaku sempat dipanggil menemui Jokowi. Ketika bertemu, Agus mendapati Jokowi sudah marah. Ia pun heran dan tidak mengerti maksud Jokowi. Setelah duduk ia baru sadar Jokowi minta kasus tersebut disetop. “Presiden sudah marah, karena baru masuk itu beliau sudah ngomong, ‘hentikan!’,” tutur Agus.
Agus menolak perintah Jokowi. Sebab, Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (Sprindik) kasus e KTP dengan dengan tersangka Setya Novanto sudah terbit tiga minggu sebelumnya.
Agus melanjutkan, beberapa waktu setelah kejadian itu, Undang-Undang KPK direvisi. Setelah direvisi, KPK memiliki mekanisme Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3).
Leave a Reply
Lihat Komentar