Revisi Tatib DPR Dicurigai Upaya Menyandera Penyelenggara Negara


Pengamat hukum dari Universitas Mulawarman (Unmul) Samarinda Herdiansyah Hamzah alias Castro, menduga ada upaya penyanderaan penyelenggara negara melalui revisi tata tertib DPR yang disahkan melalui rapat paripurna beberapa waktu lalu.

“Apa motif di belakangnya? Ada semacam upaya untuk mengakalisasi proses penyanderaan terhadap pimpinan KPK dan MK, dan ini sudah kerap kali kita dapatkan,” ujar Hamzah kepada Inilah.com, saat dihubungi dari Jakarta, Jumat (7/2/2025).

Ia menjelaskan, manuver sejenis ini bukan yang pertama. Castro bilang, banyak undang-undang yang berusaha untuk diubah dan dibuat agar kewenangan DPR tidak hanya sampai kepada proses pengusulan. Namun juga pencopotan seperti kasus Hakim MK Aswanto yang digantikan Guntur beberapa waktu lalu.

“Padahal kan kalau kita lihat berbagai macam contoh di negara-negara lain, enggak ada itu hakim dicopot di tengah masa jabatan. Karena masa jabatan hakim itu fixed term, sifatnya tetap. Begitupun dengan pimpinan KPK, enggak bisa dicopot di tengah masa jabatan,” tuturnya.

Kecuali, Hamzah menambahkan, ada penyelenggara negara yang meninggal dunia ataupun melakukan perbuatan tercela dan berdasarkan putusan di pengadilan.

“Jadi keliru kalau kemudian sekelas tatib dijadikan sebagai dasar untuk mendegasikan keberadaan undang-undang. Jadi salah besar cara berpikir anggota-anggota DPR itu,” tutur Hamzah.

Sebagai informasi, DPR RI baru saja merevisi Peraturan DPR No. 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib DPR. Pada pokoknya revisi ini, mempertegas fungsi pengawasan DPR terhadap calon-calon penyelenggara negara yang pengangkatannya melalui proses politik di DPR, seperti hakim MK, hakim Agung, pimpinan KPK, komisioner lembaga-lembaga negara lainnya bahkan Gubernur dan Dewan Gubernur Bank Indonesia. Kewenangan pengawasan yang berujung pada pencopotan pejabat adalah bentuk intervensi keliru atas prinsip check and balances dalam sistem ketatanegaraan Indonesia.

Sementara itu, Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad menegaskan revisi Tatib DPR hanya untuk penguatan internal. Dasco menerangkan, selama ini DPR tidak memiliki tindak lanjut terhadap para calon ketika sudah melakukan fit and proper test.

“Nah tatib ini kemudian mendorong supaya kemudian fungsi pengawasan lebih ditingkatkan. Ditingkatkan bukan kemudian langsung kemudian mengevaluasi, langsung kemudian melakukan fit and proper, langsung kemudian memberikan rekomendasi penggantian. Enggak begitu,” kata Dasco di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Jumat (7/2/2025).

Dia menjelaskan, terdapat mekanisme-mekanisme yang terutama fokus dari sisi monitoring administratifnya dan pelaksanaan tugasnya. Nantinya, rekomendasi dari hasil evaluasi itu akan diserahkan ke pemerintah.