Rugikan Negara Miliaran, KPK Pastikan Tangani Sendiri Korupsi Klaim BPJS di Tiga RS


Deputi Bidang Penindakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih menelaah laporan kasus dugaan korupsi fraud tiga rumah sakit terkait klaim ke Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan fiktif. Total kerugian negara pada kasus ini disinyalir mencapai Rp34 miliar.

“Sampai dengan saat ini penindakan masih melakukan penelaahan, terkait klaim fiktif BPJS tersebut,” ujar Jubir KPK, Tessa Mahardhika di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat (26/7/2024).

Meski demikian, KPK memastikan tidak akan melimpahkan kasus ini ke penegak hukum lain, mengingat kerugian negara yang dihasilkan mencapai miliaran rupiah. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 11 Nomor 19 Tahun 2019 Undang-undang KPK.

“Jika di luar kewenangan KPK, maka akan berkoordinasi dengan penegak hukum yang lain, melalui bagian supervisi yang ada di KPK,” kata Tessa.

Modus 3 RS Klaim Fiktif BPJS

Diketahui, kasus tersebut merupakan temuan KPK bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan, Badan Kepegawaian, Pendidikan dan Pelatihan (BKPP), dan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan yang totalnya mencapai Rp34 miliar.

“Satu (rumah sakit) ada di Jawa Tengah sekitar Rp29 miliar klaimnya, yang dua ada di Sumatra Utara itu ada Rp4 miliar dan Rp1 miliar,” ujar Deputi Bidang Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu (24/7/2024).

Pahala menerangkan modusnya, tiga rumah sakit tersebut yakni dengan membuat laporan keuangan palsu atau fiktif terhadap pasien yang melakukan fisioterapi. Begitu juga dengan dengan operasi katarak.

“Ternyata di tiga rumah sakit ada tagihan klaim 4.341 kasus tapi sebenarnya hanya 1.000 kasus yang didukung catatan medis. Jadi sekitar 3 ribuan itu diklaim sebagai fisioterapi tapi sebenarnya nggak ada di catatan medis,” kata Pahala

Lebih lanjut, kata Pahala, 39 pasien katarak yang diambil sampel, seharusnya hanya 14 orang yang layak untuk menjalani operasi katarak. Namun, yang diklaim telah melakukan operasi katarak sebanyak 39 orang.

Menurutnya, tindak pidana fraud dilakukan rumah sakit tersebut termasuk dalam phantom billing dan medical diagnose.

“Bedanya, phantom billing orangnya nggak ada terapinya nggak ada, (tapi) klaimnya ada. Kalau medical diagnose orangnya ada, terapinya ada, klaimnya kegedean, kira-kira gitu ya,” jelasnya.