Rugikan Negara Rp1 Kuadriliun, Komisi VI DPR ‘Kuliti’ Kembali Pertamina Pekan Depan


Ini masih seputar dugaan korupsi tata Kelola minyak mentah dan kilang yang mendera PT Pertamina subholding. Bayangkan saja, kerugian negara ditaksir Rp193,7 triliun selama 5 tahun (2018-2023). Totalnya nyaris Rp1 kuadriliun. Bisa jadi ini megakorupsi terbesar di dunia.

Atas kejadian ini, Komisi VI DPR ancang-ancang memanggil PT Pertamina (Persero) guna ‘menguliti’ dugaan korupsi yang nilai kerugiannya super jumbo itu.

“Kasus Pertamina ini kan mengagetkan kita semua. Kemarin teman-teman Komisi XII sudah memanggil Pertamina, jadi kami nanti akan memanggil Pertamina rencananya tanggal 12 Maret ya, menanyakan perkembangan kasus,” ujar Wakil Ketua Komisi VI DPR, Andre Rosiade dalam keterangannya, Jakarta, Senin (3/3/2025).

Dia menambahkan Komisi VI DPR baru memanggil PT Pertamina Patra Niaga, sebab akan didahului adanya pertemuan antara Komisi XII dengan BUMN pelat merah tersebut pada pekan ini.

Usai pertemuan itu, kata politikus Partai Gerindra in, Komisi VI DPR akan memperdalam isu korupsi dalam konteks pengawasan sektor perdagangan, pengawasan persaingan usaha, dan pengelolaan BUMN.

“Kenapa kami panggil belakangan? Karena Komisi XII sudah panggil dan mereka kan sekarang lagi bolak-balik ke Kejaksaan Agung. Kami berikan ruang lah untuk mereka melakukan jawaban. Tentu Komisi VI sebagai mitra akan memanggil, nah rencananya tanggal 12 Maret,” kata dia.

Andre mengatakan, Komisi VI DPR tidak hanya membahas skema blending bahan bakar minyak (BBM) dalam dugaan korupsi tersebut. Akan tetapi akan membahas persiapan Pertamina menghadapi momentum Hari Raya Lebaran.

“Kami (dalam pertemuan mendatang juga) akan menanyakan kesiapan Pertamina dalam persiapan menghadapi Lebaran,” tutur dia.

Berdasarkan perhitungan sementara Kejagung, kerugian negara akibat dugaan korupsi Pertamina subholding mencapai Rp193,7 triliun/tahun. Angka itu untuk kerugian pada 2023 saja. Terdiri dari beberapa komponen Utama.

Yakni: kerugian dari ekspor minyak mentah dalam negeri Rp35 triliun; kerugian akibat impor minyak mentah melalui DMUT/Broker Rp2,7 triliun; kerugian impor BBM melalui DMUT/Broker Rp9 triliun; kerugian pemberian kompensasi sekitar Rp126 triliun; dan kerugian akibat pemberian subsidi Rp21 triliun