Rusia Sindir Larangan Jilbab Prancis di Olimpiade Sebagai Segregasi Nyata


Larangan hijab bagi atlet Prancis di ajang Olimpiade Paris menimbulkan banyak perdebatan. Salah satunya pemerintah Rusia yang menyebut tidak ada alasan bagi Olimpiade Paris untuk dipandang terbuka, adil, atau demokratis gara-gara larangan hijab ini.

Larangan tersebut merupakan pelanggaran yang jelas terhadap kebebasan individu untuk menjalankan agama secara terbuka, sesuatu yang diklaim oleh masyarakat sekuler dan demokratis seperti Prancis. “Liberté, égalité, fraternité” tampaknya hanya kata-kata kosong yang tidak berlaku bagi semua warga negara. 

“Keputusan Prancis untuk melarang atlet berhijab berpartisipasi dalam Olimpiade Paris 2024 adalah tindakan segregasi yang terang-terangan,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia Maria Zakharova, kemarin.

Ini terjadi setelah pelari cepat Prancis Sounkamba Sylla mengungkapkan bahwa dia dilarang menghadiri upacara pembukaan Olimpiade karena jilbabnya. Di tengah keputusan tersebut, Zakharova mengatakan sudah jelas sejak awal bahwa Olimpiade tidak membawa semangat Olimpiade dan sepenuhnya terpisah dari tujuan Olimpiade. 

Ia menarik perbandingan dengan diskriminasi yang dihadapi oleh atlet Rusia dan Belarusia di Olimpiade, dan mengatakan bahwa “logika pembatalan” Prancis kini berdampak pada atlet Prancis. 

“Sekali lagi [Barat] melanggar semangat olahraga di luar politik. Bertentangan dengan klaim beberapa pejabat Prancis bahwa mereka memperjuangkan keberagaman dan kebebasan berekspresi, mereka yang tidak setuju justru dikenai sanksi secara terang-terangan dan mencolok,” tambahnya. 

Zakharova mengakhiri pernyataannya dengan mengatakan bahwa Olimpiade Paris kini tidak memiliki alasan untuk dianggap sebagai “terbuka, adil, atau demokratis.” Rusia dan Belarus merupakan dua negara yang dilarang mengikuti olimpiade kali ini dengan alasan terlibat perang yang sedang berlangsung di Ukraina.

PBB menentang aturan berpakaian yang diberlakukan Prancis setelah larangan jilbab di Olimpiade Pada bulan September, PBB mengkritik keputusan Prancis yang melarang atlet Olimpiade mengenakan Hijab selama Olimpiade Paris 2024, dengan menekankan bahwa keputusan tersebut bertentangan dengan sebagian besar aturan berpakaian untuk wanita.

“Tidak seorang pun boleh memaksakan kepada seorang wanita apa yang harus ia kenakan atau tidak,” kata juru bicara kantor hak asasi manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa Marta Hurtado kepada wartawan di Jenewa.

Komentar Hurtado muncul setelah Menteri Olahraga Prancis Amelie Oudea-Castera mengatakan atlet negara itu akan dilarang mengenakan jilbab selama Olimpiade, “sesuai dengan aturan negara tersebut.” Menteri Olahraga Prancis mengulangi pernyaataan itu beberapa hari kemudian bahwa pemerintah menentang segala bentuk tampilan simbol-simbol keagamaan selama acara olahraga.

“Apa maksudnya? Itu berarti larangan segala bentuk dakwah. Itu berarti netralitas mutlak dalam pelayanan publik,” katanya kepada televisi France 3. “Tim Prancis tidak akan mengenakan jilbab.”