Kanal

Rusuh di Brasil Ikuti Pola Donald Trump, Berikutnya Negara Mana?

Gerombolan pendukung mantan Presiden Brasil Jair Bolsonaro menyerbu gedung Kongres, Istana Kepresidenan dan Mahkamah Agung di ibu kota Brasilia, Minggu (8/1/2023). Kekerasan dari buah kekecewaan setelah menjadi pecundang di pemilihan presiden. Polanya sama dengan rusuh Donald Trump.

Para pemberontak di Brasil itu tampaknya terlambat. Presiden Luiz Inacio Lula da Silva telah dilantik seminggu sebelumnya. Dia bahkan tidak berada di ibu kota pada hari itu, tetapi di Sao Paulo, hampir 1.000 km jauhnya. Kongres bahkan tidak ada sesi pertemuan pada hari itu.

Jika mereka berharap untuk menggulingkan demokrasi dan mencegah pemindahan kekuasaan secara damai, para pemberontak mungkin telah mengorganisir pemberontakan mereka pada hari ketika pesta demokrasi dilakukan. Halaman editorial di Folha de Sao Paulo, harian utama di pusat ekonomi Brasil, menyebut para pemberontak, secara sederhana sebagai, ‘sekelompok idiot’.

CNA dalam laporannya mengutip Bloomberg, mengungkapkan, terlepas dari kesia-siaan pemberontakan yang sembrono, ledakan kekerasan untuk membatalkan pemilihan yang sudah selesai merupakan ancaman nyata yang berkelanjutan tidak hanya di Brasil.

“Popularitas pemberontakan jalanan sebagai alat untuk membatalkan hasil pemilihan menghadirkan tantangan yang mengkhawatirkan di seluruh Amerika, di mana dukungan untuk demokrasi berada pada titik terendah dalam beberapa dekade,” ungkap laporan itu.

Peristiwa itu mengingatkan dua tahun lalu setelah Donald Trump mengajak pendukungnya untuk menyerbu Kongres guna mencegah Joe Biden menjadi presiden. Trump seperti memberikan buku panduan untuk melakukan pola pemberontakan seperti ini. Kali ini kepada Jair Bolsonaro.

Memperkuat tangan Lula

Untuk saat ini, warga masih Brasil bisa bernapas lega. Penyerbuan Praca dos Tres Poderes berhasil dipadamkan polisi setelah beberapa jam. Luiz Inacio Lula da Silva menempatkan ibu kota di bawah yurisdiksi pasukan keamanan federal dan Mahkamah Agung menangguhkan gubernur Distrik Federal Brasilia, sekutu Bolsonaro.

Sementara penyelidikan dilakukan untuk membuktikan bahwa polisi distrik membiarkan pemberontakan terjadi, bahkan mengawal pengunjuk rasa menuju gedung kongres.

Pengunjuk rasa pro-Bolsonaro telah menutup jalan raya di beberapa negara bagian, seperti yang mereka lakukan setelah kekalahannya dalam pemilu tahun 2022. Beberapa mencoba memblokir kilang minyak. Tapi polisi mendorong balik dengan paksa.

Secara kritis, angkatan bersenjata tidak bergabung dalam upaya pemberontak. Mereka hanya membantu membongkar perkemahan yang didirikan pengunjuk rasa di kompleks militer di ibu kota dan kota-kota lain.

Beberapa komentator berpendapat bahwa upaya pemberontakan itu pada akhirnya akan memperkuat tangan Lula, melemahkan dukungan populer untuk sayap kanan yang telah menunjukkan tangannya sebagai agen kekerasan dan anti-demokrasi.

Publik masih ingat bahwa Bolsonaro terpilih setelah merayakan penyiksaan dan kematian musuh politiknya.

Dalam beberapa hal, Brasil bahkan lebih terpolarisasi daripada AS. Lula mengalahkan Bolsonaro dengan kurang dari dua poin persentase. Sementara Biden mengalahkan Trump hampir lima poin. Jika pengalaman Amerika menjadi preseden, akan sangat sulit bagi Lula untuk mengatasi polarisasi ekstrem yang membelah pemilih Brasil menjadi dua dan membawa separuh lainnya bergabung.

Kelesuan politik di kawasan

Pemberontakan di Brasil terjadi di tengah kelesuan politik yang melanda negara tetangganya. Peru masih terguncang setelah Kongres mencopot presiden Pedro Castillo dari kekuasaan. Presiden sayap kiri Chili Gabriel Boric, yang hanya mengalahkan pemain sayap kanan Jose Antonio Kast dengan skor tipis di putaran pertama pemungutan suara, belum menemukan pijakannya dan mengalami penurunan popularitas yang tajam.

Di Bolivia, protes menyebar ke seluruh Santa Cruz setelah Presiden Luis Arce memerintahkan pemenjaraan gubernur dan rival politik Luis Camacho. Di Argentina, Wakil Presiden (dan mantan presiden) Cristina Fernandez de Kirchner keluar dari pemilihan presiden 2023 setelah dikutuk karena korupsi.

Di Meksiko, oposisi nyaris berhasil menghalangi upaya Presiden Andres Manuel Lopez Obrador untuk membubarkan otoritas pengawas pemilu Meksiko.

Seperti yang ditunjukkan oleh konsorsium pemungutan suara pan-regional Latinobarometro dalam sebuah studi tahun 2021, dukungan populer untuk demokrasi di seluruh Amerika Latin berada pada titik terendah setidaknya dalam seperempat abad.

Pada tahun 2020, hanya 40 persen orang Brasil yang setuju bahwa demokrasi lebih disukai daripada bentuk pemerintahan lain, turun dari 55 persen pada tahun 2010. Mengingat ketidaksetaraan yang terus-menerus, prospek ekonomi yang suram, dan ketidakpercayaan yang mendalam pada kelas politik yang terbukti korup serta acuh tak acuh, membuat penilaian ini sulit dibalik.

Pola Donald Trump jadi pedoman

Dalam banyak aspek politiknya, Brasil mengikuti contoh Amerika Serikat. Saat berkuasa, Jair Bolsonaro secara terbuka meniru Donald Trump, bahkan mendapat julukan sebagai ‘Trump of the Tropics’.

Mengutip AFP, seperti presiden AS, Bolsonaro membangun brand Kristen sayap kanan yang merayakan kepemilikan senjata, mencemooh minoritas seksual, pengibaran bendera, penghinaan terhadap pidato politik konvensional dan jurnalis, dan kecintaan pada orang banyak.

Jadi, tidak mengherankan bahwa saat menderita kekalahan dari penantang sayap kiri Luiz Ignacio Lula da Silva, Bolsonaro memilih mengaplikasikan buku pedoman Trump setelah kekalahannya dari Joe Biden pada 2020.

Polanya sama, yakni menolak untuk menyerah setelah berbulan-bulan menyebarkan desas-desus palsu tentang kecurangan pemilu. Juga menolak menghadiri pengukuhan pemenang pemilihan presiden. Selain itu membiarkan para pendukung mengamuk selama berjam-jam di gedung pemerintahan.

Bahkan tanggal serangannya hampir sama yakni 6 Januari di Washington, dan 8 Januari di Brasilia, meskipun dalam kasus Brasil, Bolsonaro sudah diganti dari kursi presiden, sementara Trump masih menjadi presiden.

Seperti juga kerumunan pendukung Trump di Gedung Capitol dua tahun lalu, gerombolan pendukung Bolsonaro juga tampil mengejutkan. Jumlah pemrotes yang banyak di Brasilia membuat perlawanan polisi sia-sia. Mereka dengan bendera nasional dan berkaos tim sepak bola nasional menghancurkan furnitur dan simbol di dalam badan legislatif, tak lupa memamerkannya ke kamera.

Ketika mereka berdua berkuasa, Bolsonaro dan Trump memang sangat dekat. Bolsonaro mengunjungi Trump di Gedung Putih dan juga, lebih tepatnya, markas tidak resmi Trump di Florida, resor golf Mar-a-Lago. Trump menyebut Bolsonaro sebagai ‘pemimpin hebat’.

Ketika Trump kalah, Bolsonaro langsung pergi lagi-lagi mengunjungi Mar-a-Lago menurut laporan media yang belum dikonfirmasi, dan dia diyakini berada di negara bagian itu saat ini.

Amerika Serikat memikul tanggung jawab yang sangat berat atas apa yang terjadi di Brasil. Tidak hanya mengutuk dan menambahkan kekerasan politik gaya 6 Januari 2021 itu ke kotak anti-demokrasi dunia.

Amerika Serikat bisa dibilang terlibat langsung dalam mengobarkan api anti-demokrasi Brasil. Ia memiliki tanggung jawab untuk membantu memadamkan api sebelum lebih merusak demokrasi Brasil dan negara di Amerika Latin lainnya.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button