RUU KUHAP Dianggap tak Tersosialisasikan, Puan: Belum Ada Pembahasan Masih Reses


Ketua DPR RI Puan Maharani menanggapi temuan Lembaga Survei Indonesia (LSI) yang menunjukkan 70,3 persen masyarakat Indonesia mengaku belum tahu jika DPR sedang membahas revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP).

Ia menyebut, pembahasan substantif RKUHAP belum dimulai. Meski begitu, Puan menegaskan DPR secara resmi belum bersidang atau masih masa reses.

“Sekarang belum ada (pembahasan). Kami baru akan masuk dalam sidang yang akan datang nanti tanggal 17 (April). Jadi sidangnya belum mulai. Ini belum masuk masa sidang. Semuanya masih dalam rangka libur lebaran, dan masa reses,” kata Puan di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Senin, (14/4/2025).

Sekadar informasi, Komisi III DPR memang sempat menggelar rapat dengan berbagai pihak beberapa waktu lalu untuk meminta masukan mengenai RKUHAP. Puan mengatakan agenda tersebut untuk menerima masukan dari masyarakat dan belum masuk pada substansi pembahasan revisi KUHAP.

“Sampai saat ini kita belum melakukan apapun terkait dengan revisi Undang-Undang KUHAP. Kalaupun ada pertemuan itu dalam rangka untuk menerima masukan dari masyarakat,” jelasnya.

Puan kembali menegaskan, belum ada tindaklanjut berupa rapat pembahasan mengenai RKUHAP. Ia memastikan, pembahasan akan dilakukan secara transparan.

“Jadi di Komisi III ataupun di AKD (alat kelengkapan dewan) yang lain belum ada tindak lanjut dari apapun untuk merevisi hal tersebut,” ucap Puan.

Hasil survei Lembaga Survei Indonesia (LSI) mengungkapkan bahwa hanya 29,7 persen responden mengetahui bahwa pemerintah dan DPR tengah membahas perubahan KUHAP. Sementara itu, 70,3 persen responden menyatakan tidak mengetahui sama sekali soal pembahasan tersebut.

Peneliti LSI Yoes C Kenawas menyoroti rendahnya tingkat kesadaran masyarakat terhadap revisi KUHAP yang dinilainya sangat penting.

Menurutnya, kondisi ini menunjukkan perlunya upaya serius untuk mensosialisasikan pembahasan RUU KUHAP kepada publik. Ia menilai, keterlibatan masyarakat penting dalam proses legislasi agar revisi KUHAP tidak hanya menjadi wacana elit politik, melainkan juga mencerminkan aspirasi publik.

“Prinsip dan tata cara yang demokratis sangat diperlukan guna menghasilkan revisi KUHAP yang dapat memenuhi rasa keadilan, menghormati dan melindungi HAM, dan dapat diterapkan dalam kerangka negara demokrasi,” jelasnya.