Pada perdagangan Senin (8/7/2024), saham PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GoTo) masih bertengger di nilai terendah. Hanya gocap alias Rp50/saham. Pemilik sahamnya mulai marah dan ramai-ramai menjual sahamnya.
Kemarahan dari pemilik saham GoTo disampaikan eks Direktur Utama Bursa Efek Jakarta (BEJ) sekarang BEJ, Hasan Zein Mahmud, melalui akun media sosial (medsos) Facebook, Senin (8/7/2024). Antrean jual di harga gocap untuk saham GoTo membeludak sebanyak 22,44 juta lot saham pada pukul 09.20 WIB.
“Saya berdiskusi panjang dengan beberapa teman ritel yang memiliki saham GoTo dalam portofolio mereka. Sebagian besar marah semata karena harga saham yang terus turun sampai mentok di gocap. Wajar dan saya tak ingin komentar. Ada sebagian kecil yang kecewa karena kerugian besar yang diderita GoTo akibat pelepasan Tokopedia,” tulis Hasan.
Divestasi Tokopedia, menurut Hasan, adalah koreksi kesalahan masa lalu. Tak ubahnya mengorek luka lama yang membuat perih. Akuisisi Tokopedia dari sudut pandang mana pun terbilang overvalued.
“Saya tak ingin berprasangka, seperti seorang teman saya, bahwa akuisisi itu punya motif menaikkan aset menyongsong IPO. Faktanya memang demikian. Akuisisi Tokopedia menaikkan aset GoTo lebih dari Rp100 triliun. Lebih dari Rp90 triliun muncul di neraca GoTo sebagai goodwill. Pada saat yang sama, konsolidasi GTV (gross transaction value) juga meningkat tajam,” terang Hasan.
Dia mengatakan, koreksi ini memang menyakitkan, tapi perlu dilakukan demi terjadinya perubahan yang lebih baik. “Divestasi Tokopedia mengharuskan GOTO membebankan sisa goodwill yang belum diamortisasikan menjadi biaya. Menambah kerugian bersih 2023 sebesar Rp86 triliun,” tutur Hasan.
Menurut Hasan, hanya ada satu cara untuk kembali meraih kepercayaan investor dalam konteks ambruknya harga saham GoTo. Yakni, setelah reorientasi bisnis dan restrukturisasi, GoTo harus mampu menunjukkan bahwa perusahaan bisa menciptakan laba.
Selanjutnya dia menyebut, langkah membenahi GoTo adalah pertaruhan reputasi. Karena ada sejumlah nama besar sebagai pemilik sahamnya. Misalnya, Taobao (Alibaba), SVF GT Subco (Softbank), Indonesia Investment Authority (INA) dan Abu Dhabi Investment Authority (ADIA). “Astra dan Telkomsel boleh jadi tergabung dalam masyarakat non warkat,” kata dia.
Ekonom senior dari Political Economy and Policy Studies (PEPS), Anthony Budiawan menggugat pemberian izin Goto untuk melenggang ke lantai bursa melalui penawaran saham perdana alias Initial Public Offering (IPO).
Kata dia, GoTo tak memenuhi dua syarat bagi perusahaan untuk go public lewat IPO. Pertama, perusahaan yang ingin IPO harus mencatatkan laba dalam 3 tahun terakhir. Artinya, baik GoJek maupun Tokopedia harus bisa membuktikan adanya laba dalam 3 tahun sebelum IPO.
“Goto, baik GoJek maupun Tokopedia, bahkan tidak pernah menghasilkan laba, meskipun hanya satu tahun apalagi satu kuartal,” kata Anthony.
Justru, kata Anthony, GoTo mencatatkan rugi pada kuartal I-2022 sebesar Rp85,6 triliun, sesaat sebelum IPO pada 30 Maret 2022. Dua tahun sebelum IPO, kerugiannya lebih gede lagi. Tiba-tiba, aturan IPO yang mewajibkan adanya laba dalam 3 tahun terakhir dihapus. Bisa jadi untuk memuluskan GoTo masuk pasar saham.
Anthony juga mempertanyakan keleluasaan GoTo menetapkan harga saham IPO yang cukup tinggi yang disebutnya tidak wajar. Yakni Rp338 per saham. Sehingga, total dana masyarakat yang disedot GoTo saat IPO, mencapai Rp13,73 triliun.
Ketika saham GoTo dibanderol gocap per lembar, lanjut Anthony, potensi kerugian investasi yang harus ditanggung masyarakat mencapai Rp11,7 triliun. Atau setara 85,2 persen dari nilai IPO.
“Untuk itu, saya kira, KPK atau aparat penegak hukum lainnya, wajib usut kasus ini. Diduga ada penggelembungan aset dan rekayasa valuasi. Sehingga menimbulkan kerugian masyarakat yang cukup besar,” ungkapnya.