News

Saksi Ahli Kubu Sambo: Tanpa Visum, Bukan Berarti Pelecehan Seksual Tak Terjadi

saksi-ahli-kubu-sambo:-tanpa-visum,-bukan-berarti-pelecehan-seksual-tak-terjadi

Kamis, 22 Des 2022 – 13:37 WIB

Mungkin anda suka

Ferdy Sambo dan istri Putri Candrawathi

Ferdy Sambo dan istri, Putri Candrawathi dalam sidang lanjutan perkara pembunuhan berencana Brigadir J di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (13/12/2022). (Foto: Inilah.com/ Safarian Shah)

Ahli Pidana dari Universitas Islam Indonesia (UII) Mahrus Ali berpendapat tanpa bukti visum et repertum, tak berarti peristiwa kejahatan dan pelecehan seksual terhadap perempuan tidak terjadi. Sebab, korban kekerasan seksual enggan melapor karena tergolong menjadi aib bagi dirinya dan keluarga.

Hal ini diungkap Mahrus saat memberikan keterangan sebagai saksi ahli dalam sidang lanjutan perkara pembunuhan berencana Brigadir J di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Jalan Ampera Raya, Kamis (22/12/2022).  Mahrus dihadirkan oleh kubu terdakwa Ferdy Sambo.

Awalnya, penasihat hukum Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi, Rasamala Aritonang menanyakan perihal motif pembunuhan Brigadir J yang diduga mengarah adanya peristiwa pelecehan seksual di Magelang pada Kamis (7/7/2022).

“Kaitan motif tersebut, ahli jelaskan kerangka kekerasan seksual yang bagaimana jika ada penelitian baik kaitan korban dan reaksi korban terkait peristiwa kekerasan seksual,” tanya Rasamala.

“Motif menjadi penting karena menyangkut keputusan atau kehendak melakukan sesuatu, kemudian kondisi psikologinya,” jawab Mahrus.

Ia menjelaskan, dalam kasus kekerasan seksual biasanya terjadi di ruang privat sehingga akan kesulitan mencari bukti pendukung dalam memetakan dan membuktikan perkara. Oleh karena itu, visum et repertum menjadi salah satu perangkat dalam menuntun korban mencari keadilan.

“Di dalam kasus kekerasan seksual, pertama seringkali ruang private. Sehingga minim buktinya. Satu-satunya bukti itu visum,” ujarnya.

Namun, ia mengungkapkan, tak banyak korban yang berani melaporkan peristiwa pelecehan seksual dan membuat visum et repertum. Untuk itu, ia menganggap tak adanya bukti visum tak berarti tindak kekerasan seksual tidak terjadi.

“Tetapi kalau visum gak ada gimana? Adalah terkait tantangan berat, tapi tak menghilangkan tidak adanya kejahatan. Enggak berarti tak ada visum, tak terjadi kejahatan,” ungkap dia.

Lalu, ia menjelaskan konsep viktimologi yang cenderung memposisikan korban kekerasan seksual tidak berani melaporkan peristiwa yang dialaminya.

“Korban kekerasan seksual mengalami viktimisasi sekunder terkait perbuatan tak senonoh. Saya agak vulgar, kasus di Jawa Timur, ada yang bertanya saudara berapa kali diperkosa? Lima kali. Kalau lima bukan perkosaan, pertama iya mungkin perkosaan, tapi yang kedua sampai lima mungkin suka sama suka,” sebutnya.

Untuk itu, perlu ada perlakuan baik terhadap korban kekerasan seksual dalam peradilan. Sebab, terkadang kasus kekerasan seksual justru tak dilaporkan dan hanya menjadi konsumsi di internal keluarga agar tak mengumbar aib.

“Perlakuan yang baik, ada banyak faktor tidak melapor karena budaya. Budaya berkuasa laki-laki, perempuan nomor dua. Kasus di Jawa Timur, ada bapak memperkosa anaknya sampai melahirkan. Terungkap di sidang mengapa gak berani lapor, ternyata keluarganya larang lapor karena aib,” kata dia menambahkan.

“Tidak semua korban kekerasan seksual berani atau tidak melapor. Tapi tidak menyatakan tak berarti tidak terjadi. Psikolog yang bisa menjelaskan itu. Orang yang diperkosa. Gak ada bukti, maka gimana ahli psikologi membantu mencari petunjuk melalui kesaksiannya,” ujar Mahrus

Lima Terdakwa

Lima terdakwa sejauh ini dalam proses menjalani persidangan perkara pembunuhan berencana Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat. Kelima terdakwa lainnya Ferdy Sambo, Bharada E, Putri Candrawathi Ricky Rizal, dan Kuat Ma’ruf.

Pembunuhan Brigadir J berlangsung di rumah dinas Kadiv Propam Polri di Kompleks Polri, Duren Tiga, Pancoran, Jakarta Selatan, Jumat (8/7/2022). Kadiv Propam Polri saat itu dijabat oleh Ferdy Sambo.

Surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) terhadap Ferdy Sambo menyebut, pembunuhan berencana Brigadir J terjadi setelah Ferdy Sambo emosi menerima laporan sang istri, Putri Candrawathi, yang merasa dilecehkan di rumah singgah di Magelang. Adapun, Putri Candrawathi, Bharada E, Bripka Ricky Rizal, dan Kuat Maruf disebut mengetahui rencana Ferdy Sambo membunuh Brigadir J, namun tidak menghentikannya.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button