Saut Desak UU Kejaksaan Direvisi, Dorong KPK Buka Perkembangan Kasus Jampidsus Kejagung


Mantan Komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Saut Situmorang menilai Undang-Undang Kejaksaan Pasal 8 Ayat 5 perlu direvisi oleh DPR.

Menurut Saut, aturan tersebut menimbulkan polemik di masyarakat karena berpotensi menghadirkan ketidakpastian hukum terhadap jaksa bermasalah, seperti Jampidsus Kejagung Febrie Adriansyah. Saat ini, penyidik hanya bisa melakukan upaya paksa terhadap jaksa bermasalah jika mendapat izin dari Jaksa Agung.

“Sebagaimana banyak pro dan kontra serta berbagai analisis kalangan masyarakat, sebaiknya agar tidak menimbulkan berbagai anggapan dan potensi ketidakpastian, maka sebaiknya UU Kejaksaan tersebut direvisi,” kata Saut saat dihubungi Inilah.com di Jakarta, Jumat (7/2/2025).

Saut juga mengaku belum mengetahui perkembangan perkara dugaan tindak pidana korupsi terkait permainan lelang barang rampasan dalam kasus PT Jiwasraya yang diduga melibatkan Jampidsus Kejagung Febrie Adriansyah.

Ia mendorong KPK untuk terbuka dalam menjelaskan kendala yang dihadapi, termasuk apakah ada kaitan dengan Pasal 8 Ayat 5 tersebut.

“Jadi apakah ada kaitan dengan Pasal 8 Ayat 5, kita juga belum tahu sampai di mana prosesnya. Tentu kita tunggu laporan keterbukaan yang sebaiknya dilakukan oleh KPK,” ucap Saut.

Sebelumnya, pada Senin, 27 Mei 2024, Koalisi Sipil Selamatkan Tambang (KSST) melaporkan Jampidsus Febrie Adriansyah dan sejumlah pejabat Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) ke KPK.

KSST merupakan koalisi gabungan dari beberapa organisasi masyarakat, seperti Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Jaringan Advokasi Tambang (JATAM), Indonesia Police Watch (IPW), serta praktisi hukum Deolipa Yumara.

Mereka menduga adanya praktik korupsi dalam lelang barang rampasan benda sitaan korupsi berupa satu paket saham PT GBU. Saham tersebut merupakan rampasan dari kasus korupsi asuransi PT Jiwasraya yang dilelang oleh Pusat Pemulihan Aset (PPA) Kejagung pada 18 Juni 2023 dan dimenangkan PT Indobara Putra Mandiri (IUM).

Kejanggalan muncul karena saham tersebut dijual hanya seharga Rp1,945 triliun, padahal nilai saham perusahaan batu bara di Kalimantan itu seharusnya mencapai Rp12 triliun. Negara diduga mengalami kerugian hingga Rp7 triliun.

Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto menyatakan hingga saat ini belum ada penyidikan terkait laporan tersebut.

“Sepanjang sepengetahuan saya memang belum ada subjek atau objek perkara yang tadi ditanyakan di tingkat penyidikan, sampai dengan saat ini belum ada,” katanya di Jakarta, Kamis (6/2/2025).

Ia menjelaskan bahwa dalam penanganan sebuah laporan dugaan korupsi, KPK harus melakukan verifikasi, telaah, dan pengumpulan bahan keterangan.

“Bila dianggap sudah memenuhi syarat untuk dinaikkan ke penyelidikan, tentunya akan dinaikkan ke penyelidikan. Jika ada persyaratan yang masih kurang, akan dimintakan kepada pihak pelapor untuk memenuhinya,” ujar Tessa.