Sayap Patah di Sydney, Asa Piala Dunia Meredup


Langit Sydney menjadi saksi bisu atas debut buruk Patrick Kluivert sebagai pelatih Timnas Indonesia. Harapan baru yang disematkan pada juru taktik asal Belanda itu seketika runtuh setelah Garuda dihajar 1-5 oleh Australia dalam laga Kualifikasi Piala Dunia 2026 di Stadion Sepak Bola Sydney, Kamis (20/3/2025).

Kekalahan telak ini tak hanya mencoreng awal perjalanan Kluivert, tetapi juga menyadarkan publik bahwa ambisi Indonesia menuju Piala Dunia 2026 bukan sekadar impian yang bisa dicapai dalam satu malam. Jalan masih panjang dan berliku, dan realitas di lapangan menunjukkan bahwa Indonesia masih memiliki banyak pekerjaan rumah.

Ekspektasi Tinggi, Realitas Pahit

Kehadiran Kluivert di kursi kepelatihan Timnas Indonesia menggantikan Shin Tae-yong pada Januari lalu sempat memantik optimisme. Apalagi, skuad Garuda mendapatkan suntikan tenaga baru dengan kehadiran Emil Audero, Joey Pelupessy, dan Dean James, tiga pemain naturalisasi yang diharapkan bisa menjadi pembeda di kualifikasi ini.

Namun, segala ekspektasi itu buyar dalam 90 menit di Sydney. Australia tampil lebih disiplin dan tajam, sementara Indonesia justru tenggelam dalam parade kesalahan sendiri. Gol-gol dari Martin Boyle (penalti 18’), Nishan Velupillay (20’), Lewis Miller (61’), serta dua gol dari Jackson Irvine (34’ dan 90’) menegaskan dominasi Socceroos di hadapan pendukungnya. Indonesia hanya mampu mencetak satu gol hiburan lewat Ole Romeny (78’).

Hasil ini menjadi peringatan keras bagi Kluivert dan anak asuhnya. Dengan tujuh laga berlalu, Indonesia masih tertahan di peringkat keempat Grup C dengan enam poin, tertinggal empat poin dari Australia yang duduk di peringkat kedua dengan 10 poin. Peluang untuk lolos otomatis semakin kecil, dan Indonesia kini harus berjuang ekstra untuk setidaknya finis di peringkat tiga atau empat agar bisa melaju ke putaran keempat.

Kutukan di Australia Berlanjut

Bukan hanya Kluivert yang merasakan pahitnya kekalahan, tetapi juga sejarah panjang Timnas Indonesia yang tak pernah menang di kandang Australia sejak 1973. Kekalahan ini memperpanjang catatan buruk Garuda di Negeri Kanguru dengan enam kekalahan beruntun.

Sejarah juga mencatat bahwa Patrick Kluivert menjadi pelatih asing kedua yang gagal memecahkan kutukan ini, setelah Peter Withe pada 2005. Bahkan, Kluivert hampir menyamai rekor buruk Endang Witarsa pada kualifikasi Piala Dunia 1974, di mana Indonesia kalah 0-6 dari Australia.

Satu-satunya kabar baik dari pertandingan ini adalah gol Ole Romeny, yang menjadikannya pemain kedua Indonesia yang mencetak gol di laga tandang melawan Australia setelah Iswadi Idris pada 1973.

Parade Blunder yang Menghancurkan Garuda

Secara statistik, Indonesia sebenarnya tak sepenuhnya inferior. Bahkan, dalam 10 menit pertama, Indonesia memiliki dua peluang emas: sundulan Jay Idzes yang ditepis Matthew Ryan dan penalti Kevin Diks yang sayangnya membentur tiang gawang.

Namun setelah itu, Indonesia justru tampil ceroboh. Kesalahan demi kesalahan terjadi:

  1. Nathan Tjoe-A-On melakukan pelanggaran konyol di kotak penalti, memberi Australia gol pembuka lewat titik putih.
  2. Thom Haye secara tak sengaja mengirim umpan matang ke kaki pemain lawan, yang berujung gol kedua.
  3. Dua gol lainnya datang dari skema sepak pojok, memperlihatkan betapa lemahnya organisasi pertahanan Indonesia dalam mengantisipasi bola mati.

Pelatih Patrick Kluivert pun mengakui bahwa mental pemainnya anjlok setelah kegagalan penalti Kevin Diks. 

“Jika penalti itu masuk, mungkin jalannya pertandingan akan berbeda. Setelah itu, kami kehilangan fokus dan tidak menjalankan strategi seperti yang direncanakan,” ujar Kluivert dalam konferensi pers.

Di sisi lain, Jackson Irvine, yang mencetak dua gol untuk Australia, juga mengkritik timnya sendiri. Ia menilai bahwa meski menang besar, Australia kalah dalam penguasaan bola (40% vs 60%) dan seharusnya bisa bermain lebih dominan.

Harapan Masih Ada, Tapi Jalan Terjal Menanti

Kekalahan ini memang menyakitkan, tetapi peluang Indonesia untuk melaju ke putaran keempat masih terbuka. Dengan tiga laga tersisa, Indonesia harus memenangkan dua laga kandang melawan Bahrain dan China agar tetap memiliki peluang.

Namun, perjuangan di putaran keempat juga tak kalah sulit. Jika lolos, Indonesia kemungkinan besar akan menjadi satu-satunya tim non-Timur Tengah dalam fase ini, menghadapi lawan-lawan kuat seperti Arab Saudi, Iran, atau Qatar. Untuk benar-benar bisa lolos ke Piala Dunia 2026, Indonesia harus menjadi juara grup di putaran keempat, tantangan yang tak mudah.

Terlepas dari semua itu, Patrick Kluivert kini dituntut untuk segera berbenah. Adaptasi taktik, disiplin pertahanan, dan ketajaman di lini depan harus segera diperbaiki jika Indonesia masih ingin menjaga asa ke Piala Dunia. Karena satu hal yang pasti: waktu tak akan menunggu Garuda untuk belajar dari kesalahannya.