SBY Cemaskan Matahari Kembar, Pertemuan Prabowo-Megawati Diyakini Mengubah Situasi


Pengamat komunikasi politik Emrus Sihombing meyakini bila terjadi pertemuan antara Presiden Terpilih sekaligus Ketum Partai Gerindra Prabowo Subianto dengan Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri, maka pemerintahan akan terhindar dari terbitnya matahari kembar.

Ia mengatakan, dengan masuknya Megawati dan PDIP akan memperkecil kemungkinan ada sosok tertentu yang berumanuver ingin menjadi sebagai pemimpin koalisi

“Saya kira bagus bagi Prabowo, bagaimanapun Prabowo pada 20 Oktober nanti adalah presiden kita sehingga beliau akan menjadi pimpinan koalisi. Jangan sekali-kali ada pimpinan koalisi dipimpin bukan oleh Prabowo, ini akan terjadi dua matahari kembar,” kata Emrus dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Minggu (15/9/2024).

Emrus menyebut wacana pertemuan ini berpotensi besar terjadi karena bila melihat komunikasi antara keduanya, belum ada gangguan berarti. Demikian juga relasi politik. Emrus menyatakan makin cepat pertemuan ini terlaksana, maka akan semakin baik.

“Karena bagaimanapun bahwa PDIP sebagai partai yang pernah di luar pemerintahan, bahkan mendobrak suatu pemerintahan yang otoritarian ketika orde baru, dan ketika pemerintahan SBY,” ujar dia.

“Nah bisa saja tetap di luar pemerintahan tetapi ada kesepakatan-kesepakatan, meskipun di luar pemerintahan, maka akan tetap melakukan tindakan komunikasi politik terhadap koreksi pemerintahan dalam hal ini bukan kepada presidennya, tetapi kepada menteri-menteri tertentu misalnya seperti itu,” kata dia menambahkan.

Sebelumnya, Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) berbicara soal bahayanya keberadaan matahari kembar dalam sebuah organisasi, apalagi negara. Entah kepada siapa ucapan ini diperuntukan, yang jelas SBY menekankan keberadaan matahari kembar hanya membuat situasi kacau.

Hal itu ia sampaikan saat berpidato dalam acara syukuran Hari Ulang Tahun (HUT) ke-23 Partai Demokrat, di DPP Partai Demokrat, Jakarta Pusat, Senin (9/9/2024).

Pidato SBY seolah memberikan peringatan ke publik soal potensi adanya gerakan yang berupaya memunculkan banyak matahari. Termasuk dugaan cawe-cawe pemerintahan sebelumnya yang dipimpin oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) terhadap pemerintah berikutnya yang akan dikepalai oleh presiden terpilih Prabowo Subianto.

Mulanya, SBY mengenang dirinya yang memutuskan pensiun sebagai ketua umum Demokrat. Ia mempercayakan kepemimpinan Demokrat kepada tokoh muda yakni anaknya, Agus Harimurti Yudhoyono. Setelah tidak menjabat Ketua Umum Demokrat dan purna tugas sebagai presiden, SBY tidak lagi terjun dalam dunia politik.

“Sejak lima tahun yang lalu ketika kepemimpinan Partai Demokrat beralih ke tokoh dan kader yang lebih muda, saya belum pernah ke sini. Ini membuktikan bahwa ketika saya mengatakan saya sekarang tidak lagi menangani politik sehari-hari. Saya pegang kata-kata saya, meskipun hati saya masih di rumah besar ini,” kata SBY.

Kemudian Presiden ke-6 RI ini menyinggung filsafat tentang tata surya. Ia menyebut, dalam alam semesta hanya ada satu matahari.

“Ada falsafah yang bagus, belajar dari Tata Surya. Apa yang ada di alam semesta. Di alam ini hanya ada satu matahari. Tidak ada lagi. Sama dengan Partai Demokrat yang kita cintai. Hanya ada satu matahari, yaitu ketua umum kita,” ucap SBY.

Menurutnya, dalam kehidupan sehari-hari termasuk bernegara, tidak bisa ada matahari kembar atau bahkan lebih. Ia meyakini matahari lebih dari satu akan membuat situasi negara tidak kondusif.

“Akan kacau dalam sebuah negara, dalam sebuah institusi termasuk partai politik kalau mataharinya banyak. Bisa dibayangkan. Makin panas, karena matahari satu sudah panas, kalau ada dua, ada tiga bagaimana,” tutur dia.