Market

Sebelum Harga BBM Naik, Jokowi Diminta Transparan Soal Subsidi BBM dan APBN

Selasa, 30 Agu 2022 – 15:57 WIB

Jokowi Diminta Transparan Soal Subsidi BBM dan APBN - inilah.com

(Foto: Inilahcom/Didik Setiawan)

Pemerintah sedang mempelajari kemungkinan menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM). Indikasi kenaikan harga BBM sudah santer digaungkan oleh beberapa menteri.

Beberapa menteri dimaksud antara lain, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Menteri BUMN Erick Thohir, Menteri Investasi Bahlil Lahadalia, dan Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan.

“Presiden Jokowi juga sempat menyinggung bahwa APBN sangat berat menanggung subsidi Rp502 triliun,” kata Anthony Budiawan, Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS) dalam seminar Prodem ‘Kenaikan Harga BBM di saat Kehidupan Rakyat yang Terus Terpuruk, Apa Imbasnya?’ di Jakarta, Selasa (30/8/2022).

Bahlil Lahadalia lebih tegas, mengatakan masyarakat siap-siap kenaikan harga BBM pertalite menjadi Rp10.000 per liter. “Dan Luhut Binsar Pandjaitan beberapa waktu lalu mengatakan, harga BBM akan naik minggu depan (yang sekarang sudah lewat),” ujarnya.

Ia menilai wacana kenaikan harga BBM ini sangat tidak adil bagi masyarakat. Alasan dan informasi yang digunakan sebagai dasar untuk mengambil kebijakan menaikkan harga BBM sangat tidak jelas, dan masih menimbulkan banyak pertanyaan yang perlu klarifikasi.

Alasan mendasar, kata dia, nilai subsidi BBM sangat besar, mencapai Rp502 triliun. APBN dikhawatirkan tidak kuat menahan beban subsidi yang sangat besar ini, sehingga bisa ‘jebol’.

“Kalau dibiarkan seperti ini, subsidi BBM bahkan bisa membengkak lagi sekitar Rp200 triliun, sehingga total bisa menjadi Rp700 triliun,” ungkap dia.

Menurut Anthony, masyarakat sulit mencerna kebenaran data yang disajikan. Sebab, tidak ada perincian dan perhitungan detil. “Masyarakat dibiarkan menduga-duga. Misalnya, harga keekonomian pertalite,” ucapnya.

Beberapa sumber dari pejabat pemerintah, sambug dia, bahkan menyebut angka yang berbeda-beda. “Ini menambah kebingungan publik. Sehingga menimbulkan ketidakpercayaan publik terhadap data dan informasi yang diberikan pemerintah. Informasi asimetris ini yang menjadi dasar sikap penolakan publik atas wacana kenaikan harga BBM,” tukasnya.

Seharusnya, kata dia, pemerintah menyampaikan data secara transparan dan selengkap mungkin, agar publik dapat menilainya.

Saat ini malah sebaliknya. Ia menilai terkesan pemerintah ‘menyembunyikan’ data dan informasi dari pandangan publik. “Untuk itu, sebelum meanikkan harga BBM, pemerintah diharapkan menyampaikan klarifikasi sejelas-jelasnya atas beberapa pertanyaan publik sehubungan dengan subsidi dan APBN,” ucapnya tandas. Anthony pun menyebutkan rinciannya:

  1. Dalam UU APBN tahun anggaran 2022 tercantum subsidi harga BBM hanya Rp11,29 triliun dan subsidi LPG 3 kilogram Rp66,25 triliun. Nilai subsidi ini diperoleh berdasarkan asumsi harga minyak mentah Indonesia atau ICP, sebesar US$63 per barel. Konsumsi BBM jenis Pertalite sebanyak 22 juta kiloliter (KL), solar 10 juta KL, dan konsumsi LPG 3 Kilogram 8 juta ton.
  2. Pemerintah berpendapat asumsi APBN tidak bisa dipertahankan dan APBN diubah dengan Prepres 98/2022 dengan menggunakan asumsi ICP rata-rata US$100 per barel. Jumlah konsumsi pertalite, solar dan LPG 3kg sama.
  3. Perubahan APBN membuat subsidi naik di mana subsidi BBM menjadi Rp14,58 triliun, subsidi LPG 3Kg Rp134,79 triliun dan subsidi listrik Rp59,56 triliun.
  4. Di samping itu, pemerintah mengatakan, ada dana kompensasi BBM dan listrik, meskipun tidak tercantum di dalam Perpres. Jumlahnya sangat besar, untuk BBM Rp252,5 triliun dan listrik Rp41 triliun. “Semua data di atas berasal dari sumber pemerintah,” ungkap Anthony.
  5. Kenaikan ICP dari 63 menjadi US$100 per barel juga meningkatkan pendapatan pemerintah dari migas: seberapa besar?
  6. Menurut UU APBN No 6 TA 2022, pasal 17, penambahan pendapatan migas dapat digunakan untuk memberi penambahan subsidi: berapa besar? Sesuai perintah UU, apakah menteri keuangan sudah mengatur penambahan untuk subsidi ini?
  7. Realisasi pendapatan migas per juli 2022 mencapai Rp92,08 triliun, naik 93,6 persen. Itu terdiri dari pendapatan minyak bumi Rp83,64 triliun, naik 104,1 persen dan pendapatan gas bumi Rp8,44 triliun, naik Rp28,5 persen.
  8. Di lain sisi, realisasi ‘subsidi’ BBM dan LPG untuk periode yang sama, 7 bulan, sebesar Rp62,7 triliun. Baru mencapai 41, persen dari anggaran di dalam Perpres. Artinya, anggaran sangat cukup, bahkan berlebihan. Selain itu, realisasi subsidi BBM dan LPG tersebut tidak diperinci berapa realisasi subsidi BBM dan berapa subsidi LPG. Untuk itu, mohon diberikan perinciannya.
  9. Realisasi ini terutama disebabkan ICP naik 63,71 persen atau rata-rata mencapai US$103 per barel. “Mohon konfirmasinya,” ucap dia.
  10. Pendapatan (PNBP) migas, belum termasuk PPh migas, dikurangi subsidi migas, menghasilkan surplus Rp29,38 triliun. Apakah benar? Kalau angka ini benar, maka berarti neraca keuangan migas masih sangat sehat: surplus.
  11. Hal ini diperkuat dengan fakta bahwa realisasi APBN per Juli 2022 mencatat surplus Rp106,12 triliun. Sehingga, pernyataan APBN akan jebol ternyata tidak benar dan bahkan menyesatkan.
  12. Anggaran subsidi LPG 3 kilogram menurut Perpes sebesar Rp134,79 triliun, untuk jatah konsumsi 8 juta ton. Artinya, subsidi LPG 3 kilogram mencapai Rp16.484 per kilogram? Apakah benar, angka yang mustahil ini? “Mohon koreksinya,” timpal dia.
  13. Mengapa ada subsidi listrik juga di dana kompensasi sebesar Rp41 triliun. Bukankah dana kompensasi ini seharusnya hanya untuk BBM, akibat penetapan harga oleh pemerintah di bawah harga pokok produksi? Artinya, untuk listrik seharusnya 100 persen masuk subsidi: tidak ada dana kompensasi?
  14. Dana kompensasi BBM sebesar Rp252,5 triliun untuk BBM jenis apa saja, untuk berapa besar konsumsi?
  15. Mohon diberikan metode perhitungan untuk harga keekonomian pertalite, solar dan LPG.

“Sementara pertanyaan di atas belum diklarifikasi, semoga pemerintah menunda wacana kenaikan harga BBM,” imbuhnya.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button