Sebut Sah Gelar Muktamar Tandingan, PKB akan ‘Sapu’ Menag Yaqut


Hubungan antara DPP PKB dengan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas makin memanas, usai Yaqut   wacana menggelar Muktamar PKB tandingan di Jakarta sah-sah saja untuk dilakukan.

Wakil Ketua Umum DPP PKB Jazilul Fawaid meminta Yaqut fokus saja pada Panitia Khusus Hak Angket Penyelenggaraan Haji (Pansus Angket Haji) 2024 ketimbang menyatakan sah ada muktamar PKB tandingan.

“Sudahlah jangan banyak komentar yang bukan urusannya. Urus saja Pansus Haji, yang membuat kecewa ribuan haji yang bertahun-tahun telah mengantre,” kata dia, sebagaimana dilansir Antara, di Jakarta, Selasa (3/9/2024).

Menurut dia, pernyataan Menag mengenai muktamar ulang sah merupakan hal yang ngawur, tidak paham hukum maupun etika agama. Ia juga menegaskan, bahwa hasil muktamar di Bali sudah mendapat surat pengesahan dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI Supratman Andi Agtas.

“Maka, PKB yang legal adalah DPP PKB hasil Muktamar Bali, tidak ada yang lain. Kalau ada yang mengaku, kami sapu,” ujarnya.

Sebelumnya, Menag Yaqut menilai adanya wacana menggelar Muktamar PKB tandingan di Jakarta sah-sah saja untuk dilakukan. Tinggal nanti ditentukan Kementerian Hukum dan HAM menentukan keabsahan antara Muktamar di Bali atau di Jakarta.

“Kita hargai saja perspektif teman-teman yang punya agenda untuk melakukan muktamar yang berbeda dengan muktamar di Bali. Kan tinggal nanti pengesahannya di Kemenkumham,” kata Yaqut saat ditemui di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (2/9/2024).

Dia menyebut saat ini ada wacana untuk digelar kembali Muktamar PKB pada 2-3 September 2024. Berdasarkan pernyataan penggagasnya, menurutnya muktamar tersebut bakal menjadi Muktamar PKB yang sebenarnya.

Di sisi lain, dia pun menyebut bahwa tidak ada istilah “muktamar tandingan” karena muktamar yang berbeda itu sah-sah saja untuk dilaksanakan. Namun, dia memastikan bahwa dia tak menginisiasi muktamar tersebut. “Kan versinya begitu, bukan tandingan,” kata pria yang akrab disapa Gus Yaqut tersebut.

Menurutnya, sejauh ini  banyak pihak yang kehilangan hak demokrasinya pada Muktamar di Bali tersebut. Misalnya, kata dia, ada keputusan-keputusan yang tiba-tiba disahkan namun tidak melalui rapat komisi terlebih dahulu. “Ada yang sudah sebelum muktamar sudah dipecat, diganti dengan pengurus yang lain. Saya dengar banyak hal seperti itu,” kata dia.