News

Sama Seperti KM50, Pembunuhan Brigadir J Masuk Kategori Extra Judicial Killing

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyebut kematian Brigadir J atau Nofriansyah Yoshua Hutabarat sebagai pembunuhan di luar proses hukum atau extra judicial killing, seperti peristiwa KM50.

“Tentu saja ada isu extra judicial killing, kita bicara bagaimana ke depan Polri mengatasi itu terutama ketika justru terduga pelakunya adalah pihak kepolisian sendiri,” kata Ketua Komnas HAM, Ahmad Taufan Damanik di Jakarta, Kamis (1/9/2022).

Taufan menambahkan, kasus kematian Brigadir J sejak awal dibayang-bayangi upaya penghalangan penyidikan atau obstruction of justice oleh para pelaku pembunuhan.

Apalagi kasus ini melibatkan Jenderal bintang dua yang bernaung di institusi Polri.

Sehingga, lanjutnya, prinsip keadilan dan asas keterbukaan menjadi ternodai karena kasus direkayasa sekaligus adanya perusakan dan penghilangan barang bukti.

“Itu yang utama, karena itu yang menjadi isu hak asasi manusia. Kalau obstruction of justice tidak bisa diatasi, keadilan bagi korban tidak akan didapatkan,” pungkasnya.

Terbaru dalam kasus pembunuhan Brigadir Yosua Hutabarat (Brigadir J),  Direktorat Tidak Pidana Siber (Dittipidsiber) Bareskrim Polri menetapkan enam perwira sebagai tersangka kasus menghalangi penyidikan. Enam perwira tersebut yakni Brigjen Pol Hendra Kurniawan, Kombes Pol Agus Nurpatria, AKBP Arif Raman Arifin, Kompol Chuck Putranto, Kompol Baiqui Wibowo, dan AKP Irfan Widyanto.

“Betul, Ditsiber Bareskrim Polri telah menetapkan enam anggota Polri sebagai tersangka,” kata Kadiv Humas Polri, Irjen Pol Dedi Prasetyo, di Jakarta, Kamis (1/9/2022).

Keenamnya disangkakan dengan Pasal 32 dan Pasal 33 Undang-Undang ITE, ini ancamannya lumayan tinggi, Pasal 221, Pasal 223 KUHP, Pasal 55, dan Pasal 56 KUHP. Menurut Dedi, penetapan tersangka kepada enam perwira bertepatan dengan proses sidang etik Komisi Kode Etik Polri (KKEP).

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button