Sejarah Singkat tentang Bagaimana Rupiah Menjadi Mata Uang Indonesia


Rupiah Indonesia tidak langsung muncul sejak Indonesia merdeka. Sebelum menggunakan Rupiah, mata uang resmi Indonesia sempat dipegang oleh Oeang Republik Indonesia (ORI).

Ada cerita panjang dibalik sejarah Rupiah yang menjadi mata uang resmi Republik Indonesia saat ini.

Bahkan, perjalanan Rupiah telah melewati berbagai zaman, mulai dari masa kerajaan, zaman penjajahan, hingga era modern. Karena itu, Rupiah juga kerap menjadi lambang kemandirian dan kebanggaan Republik Indonesia.

Sebelum Rupiah, pemegang kekuasaan di Nusantara kala itu menggunakan berbagai jenis mata uang yang berbeda.

Contohnya, di era penjajahan Belanda, Gulden menjadi mata uang resmi yang digunakan untuk transaksi di Nusantara.

Mengenal Asal Muasal Nama Rupiah

Nama Rupiah pada dasarnya berasal dari kata India, yaitu rupiya yang berarti “perak tempaan”.

Beberapa pakar juga memperkiraan bahwa kata ini berawal dari frasa rupyakan, yaitu istilah dalam bahasa Sansekerta yang berarti “perak”.

Kata tersebut dibawa ke Nusantara oleh para pedagang dari daratan India.

Sementara itu, sumber lain juga menyebutkan bahwa kata Rupiah dipengaruhi oleh “rupia” yang digunakan pada masa Kekaisaran Mongol yang merujuk pada “koin perak”. Namun, belum ada kepastian mengenai hal tersebut.

Secara umum, alasan kata “Rupiah” digunakan sebagai nama mata uang resmi Indonesia yaitu karena adanya pengaruh budaya India yang kuat di masa kerajaan Hindu-Buddha dahulu kala.

Perjalanan Sejarah Rupiah Menjadi Mata Uang Indonesia

Berikut adalah kronologi perjalanan panjang sejarah uang di Indonesia sebelum menggunakan Rupiah:

1. Abad ke-5: Masa Kerajaan

Pada masa kerajaan, terdapat berbagai alat tukar yang digunakan untuk bertransaksi di Nusantara.

Di beberapa kerajaan, seperti Sriwijaya dan Majapahit, masyarakatnya menggunakan bentuk uang tertentu, yaitu:

  • Uang Kepeng: Logam berbentuk bulat yang terdapat lubang di bagian tengahnya
  • Koin Tiongkok: Berbentuk koin tembaga yang sering digunakan pada transaksi dan perdagangan di Nusantara karena adanya pengaruh besar Tiongkok di Asia Tenggara.

2. Awal Abad Ke-17: Masa Penjajahan Belanda

Di era penjajahan Belanda, terdapat perubahan sistem moneter di Nusantara secara signifikan.

VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie), yaitu perusahaan perdagangan yang didirikan oleh pemerintah Belanda, mengeluarkan koin yang terbuat dari perak dan emas untuk digunakan dalam transaksi perdagangan di Nusantara.

VOC juga mendirikan De Javasche Bank pada awal abad ke-17, tepatnya di tahun 1828.

Bank tersebut kemudian memperkenalkan mata uang Gulden, yaitu mata uang kertas pertama yang resmi digunakan di Nusantara.

Tujuan dikeluarkannya uang kertas tersebut adalah untuk memudahkan transaksi jual beli yang berjumlah besar di kala itu.

3. Tahun 1942-1945: Masa Penjajahan Jepang

Memasuki era penjajahan Jepang di tahun 1942-1945, Jepang mengeluarkan mata uang sendiri yang dikenal dengan “Gulden Hindia Belanda”.

Namun, nilai mata uang tersebut mengalami penurunan drastis (hiperinflasi) pada masa perang akibat peredaran beberapa mata uang yang tidak terkendali di Indonesia.

Lalu, di akhir pendudukannya di Indonesia, Jepang mencoba untuk memenangkan hati rakyat Indonesia dengan mengeluarkan mata uang sendiri, yaitu “Rupiah Hindia Belanda”.

Stok uang kertas Rupiah Hindia Belanda kemudian digunakan oleh pemerintah Indonesia sampai dengan tahun 1946, yaitu saat pemerintah baru bisa mencetak uang sendiri.

4. Tahun 1945-1949: Kehadiran ORI dan ORIDA Pascaproklamasi Kemerdekaan

Pada periode awal kemerdekaan, pemerintah Indonesia sempat menghadapi berbagai tantangan untuk membangun sistem moneter yang stabil.

Hingga pada tanggal 30 Oktober 1946, Pemerintah Indonesia mengeluarkan mata uangnya sendiri, yaitu Oeang Republik Indonesia (ORI).

ORI menjadi langkah awal Republik Indonesia untuk menciptakan sistem moneter yang independen.

Walau demikian, pendistribusian ORI sebagai mata uang baru juga cenderung sulit dilakukan karena adanya isu perhubungan daerah dan masalah keamanan.

Ditambah lagi, sebagian wilayah Indonesia masih ada di bawah kedudukan Belanda waktu itu.

Akibatnya, pemerintah Indonesia kesulitan untuk menyatukan Indonesia dalam satu sistem moneter.

Bahkan, pada tahun 1947, pemerintah pusat terpaksa memberikan otoritas kepada daerah tertentu untuk mengeluarkan mata uang sendiri, yaitu Oeang Republik Indonesia Daerah (ORIDA).

5. Tahun 1950: Perjalanan Uang Republik Indonesia Serikat Menjadi Rupiah

Untuk menyeragamkan uang di Republik Indonesia Serikat (RIS), Menteri Keuangan di kala itu, Sjafruddin Prawiranegara, mengumumkan bahwa alat pembayaran yang sah adalah uang federal. Pengumuman tersebut dinyatakan pada tanggal 1 Januari 1950.

Mulai tanggal 27 Maret 1950, ORI dan ORIDA yang beredar mulai ditukar dengan uang baru yang diterbitkan oleh De Javasche Bank, yaitu Uang Republik Indonesia Serikat.

Namun, masa edar uang kertas RIS tidak terlalu lama, hanya sampai 17 Agustus 1950, tepatnya saat Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sudah terbentuk kembali.

Pada bulan Desember 1951, De Javasche Bank berubah nama menjadi Bank Indonesia (BI) yang berperan sebagai bank sentral.

Lalu, BI juga merilis uang Rupiah yang berlaku sebagai alat pembayaran sah di Indonesia.

6. Tahun 1960 dan Seterusnya: Perkembangan Modern

Setelah terjadi stabilisasi ekonomi di tahun 1960-an, sistem moneter di Indonesia terus berkembang secara bertahap.

Dalam hal ini, BI selaku penerbit dan pengatur mata uang yang beredar di Indonesia menetapkan beberapa perubahan penting, salah satunya adalah redenominasi

Pemerintah sempat merencanakan untuk redenominasi Rupiah guna menyederhanakan transaksi pada tahun 1965.

Hal ini dilakukan dengan menurunkan nilai mata uang lama Rp1000 menjadi Rp1 uang baru. Namun, kebijakan redenominasi tersebut mengalami kegagalan dan menyebabkan tingginya tingkat inflasi di kala itu.

.

.

Dapatkan Informasi Terupdate dan Paling Menarik Seputar Ekonomi dan Finansial di Laman Google News Inilah.com.