Hangout

Sekolah Lebih Pagi di NTT Dinilai Keliru dan Merusak Mutu Pendidikan

Ketua Dewan Pendidikan Nusa Tenggara Timur (NTT), Simon Riwu Kaho, menyatakan bahwa kebijakan Pemerintah Provinsi NTT tentang jam pembelajaran siswa SMA yang dimulai pada pukul 05.30 Wita sangat keliru, dan NTT harus mengikuti standar pendidikan nasional yang sudah ditetapkan dalam kurikulum nasional.

”NTT harus ikuti standar pendidikan yang sudah ditetapkan dalam kurikulum nasional. Tidak perlu buat yang aneh-aneh lagi, hanya mau tampil beda. Masuk kelas pukul 05.30 itu bukan solusi yang tepat menciptakan mutu pendidikan menengah atas di NTT. Justru kebijakan itu semakin memperburuk mutu yang ada,” katanya dalam keterangan tertulisnya, Kamis (2/3/2023).

Menurut Riwu, para pakar pendidikan di Indonesia telah merumuskan delapan standar mutu pendidikan nasional yang harus dicapai di jenjang pendidikan, termasuk SMA/SMK, dan harus direalisasikan dengan teliti dan benar.

Namun, kebijakan masuk sekolah pada pukul 05.30 yang diterapkan oleh Gubernur NTT Viktor Bungtilu Laiskodat, tanpa adanya kajian yang memadai, tidak akan menciptakan mutu pendidikan menengah atas yang baik di NTT.

Sejumlah SMA negeri dan SMK negeri di Kota Kupang mulai menerapkan program masuk sekolah pada pukul 05.30, namun lima SMA negeri dan lima SMK negeri tidak menerapkan hal itu.

Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan NTT, Linus Lusi, menegaskan sikapnya dalam konferensi pers bahwa kebijakan tersebut tidak akan dihentikan sementara waktu, meskipun dalam rapat dengar pendapat dengan DPRD NTT, Ketua Komisi V DPRD NTT Yunus Takandewa meminta kebijakan itu dihentikan.

Lebih lanjut Riwu menyoroti bahwa sekolah bermutu menerapkan standar kompetensi lulusan dan memperhatikan sarana-prasarana pembelajaran seperti laboratorium praktik, tempat olahraga, tempat beribadah, dan tempat rekreasi.

Ia juga mempertanyakan alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) NTT yang diklaim mencapai 50 persen untuk sektor pendidikan namun mutu pendidikan tetap tidak meningkat.

Menurutnya, jika anggaran Rp 2,65 triliun dari APBD NTT dialokasikan untuk pendidikan, maka kondisi pendidikan di NTT akan berbeda dengan kondisi saat ini.

”Apakah betul 50 persen itu dikelola secara transparan, terbuka, dan akuntabel untuk sektor pendidikan atau tidak. Apakah pernah diaudit oleh tim auditor independen atau tidak. Jika dana sebesar itu, tetapi larinya ke mana-mana, tetap sama,” kata Riwu.

Riwu juga menyoroti kondisi sekolah negeri di NTT yang mengalami banyak kekurangan seperti bangunan yang reyot dan lapuk, atap sekolah yang bocor, serta kemasukan air banjir. Ia mengatakan bahwa jika dana APBD NTT yang mencapai Rp 5,3 triliun tahun anggaran 2023 tersebut dialokasikan dengan baik untuk sektor pendidikan, maka hal itu akan sangat memadai untuk mengatasi semua kekurangan yang ada.

Riwu menegaskan bahwa mutu pendidikan di NTT tidak akan tercapai hanya dengan menerapkan kebijakan masuk sekolah pada pukul 05.30. Sebaliknya, NTT harus memperhatikan seluruh aspek pendidikan yang mencakup kurikulum, standar kompetensi lulusan, sarana-prasarana pembelajaran, dan alokasi dana yang tepat.

Sebelumnya, Gubernur NTT Viktor Bungtilu Laiskodat mengatakan bahwa dengan sekolah lebih pagi, etos belajar anak akan meningkat dan prestasi anak akan semakin baik, sehingga dapat diterima di perguruan tinggi ternama. Namun, Riwu menilai bahwa kebijakan tersebut tidak didasarkan pada kajian yang memadai dan tidak sesuai dengan standar kurikulum pendidikan nasional yang telah ditetapkan.

Dalam sistem pendidikan nasional, semua sekolah di Indonesia dimulai pada pukul 07.00, mulai dari tingkat SD sampai perguruan tinggi. Oleh karena itu, Riwu meminta NTT untuk mengikuti standar pendidikan nasional tersebut dan tidak membuat kebijakan yang berbeda hanya untuk tampil beda.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button