Ternyata, bukan hanya tambang nikel yang menjadi bagian dari hilirisasi yang merusak lingkungan. Gas buang atau emisi dari operasional smelter nikel, menimbulkan polusi yang cukup tinggi.
Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR), Fabby Tumiwa mengatakan, total emisi dari produksi nikel di Indonesia per satuan produk, berada di kisaran 30 persen hingga 40 persen lebih tinggi dari rata-rata produksi nikel di dunia.
Alasannya, proses produksi nikel di Indonesia, masih menggunakan listrik yang sebagian besar berasal dari pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) berbasis energi kotor yakni batu bara. Lagi-lagi, pembukaan tambang batu bara merusak hutan alias deforestasi.
“Produksi nikel di Indonesia emisinya 30 persen hingga 40 persen lebih tinggi ketimbang rata-rata emisi produksi dunia. Ambil contoh Australia. Kenapa? Karena kita merusak hutan dan menggunakan PLTU dari batu bara. Negara lain, menggunakan pembangkit listrik tenaga air ([PLTA),” ujar Fabby, dikutip Selasa (30/1/2024).
Menurut Fabby, biaya untuk pemulihan lingkungan dan sosial di Indonesia dari hilirisasi nikel, jauh lebih besar ketimbang manfaat ekonomi yang diterima negara. “Kita hanya orientasi penerimaan penjualan nikel hari ini, misalnya seperti Morowali. Namun, kalau ketika nikel habis, mau jadi apa daerah itu? Semenetara itu, kerusakan lingkungannya sudah besar-besaran,” kata Fabby.
Berdasarkan temuan Climate Right International (CRI) yang dirilis 17 Januari 2024, kompleks industri nikel PT Indonesia Weda Bay Industrial Park (IWIP) di Halmahera, Maluku Utara, memicu deforestasi dan pencemaran baik udara maupun air.
Dari setiap smelter nikel, menurut CRI, mengoperasikan lima hingga 12 unit PLTU berbasiskan batu bara. Karena, listrik yang diperlukan sebuah smelter cukup besar, sekitar 3,78 gigawatt (GW) per tahun. Di mana, PLTU itu menghasilkan gas rumah kaca yang besar karena batubara yang digunakan berkualitas rendah asal Kalimantan.
Selain pencemaran udara, hilirisasi nikel di Halmahera itu, menurut catatan CRI menghilangkan sedikitnya 5.331 hektare hutan tropis. Sehingga, efek rumah kaca yang dihasilkan dari hilirisasi nikel di sana mencapai 2,04 metrik ton gas.
Leave a Reply
Lihat Komentar