Apakah kita bisa membayangkan sebuah rumah tanpa ada sentuhan ibu? Pastinya, rumah seakan tidak ‘bernyawa’. Ya, peran ibu sangat sentral di dalam sebuah keluarga.
Ibu bukan hanya sebagai ‘Madrasah’ untuk anak-anaknya, tetapi ibu adalah jantung dari sebuah rumah tangga.
“Kesehatan mental seorang ibu itu sangat penting di dalam sebuah keluarga,” kata Wakil Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (Wamendukbangga)/Wakil Kepala BKKBN, Ratu Ayu Isyana Bagoes Oka kepada Inilah.com, Jakarta, Minggu (22/12/2024).
Pada dasarnya, anak yang bahagia lahir dari ibu yang bahagia. Keluarga yang bahagia juga terpengaruh oleh suasana hati seorang ibu di rumah.
Bagaimana jika ibu terlalu berat dalam mengemban tugas di dalam sebuah rumah tangga? Tentu, kesehatan mental ibu akan terusik dan dapat berakibat fatal dalam mengambil tindakan.
Efeknya, tidak jarang ketika seorang ibu mengeluarkan amarahnya. Hal itu bisa jadi sebuah rasa kekesalan yang memuncak karena terlalu banyak urusan rumah tangga yang tidak selesai.
Peran Ayah Lebih dari Sekadar Pencari Nafkah
Semua urusan domestik rumah tangga sering ditemukan dikerjakan sendiri tanpa bantuan dari pasangan hidup. Padahal, sejatinya dalam membentuk rumah tangga, kerja sama antara ibu dan ayah harus terjalin dengan baik.
Tidak jarang seorang ibu lebih memilih diam dalam bertindak. Hal itu karena sudah terlalu lelah meminta tolong kepada pasangan namun tidak sering ditanggapi dengan baik.
Padahal isi kepalanya mungkin sudah terlalu ‘ribut’ dengan banyaknya persoalan keluarga yang dipanggul sendiri.
“Jadi di hari ibu ini, selain kita merayakan keberadaan ibu, tentu saja kita ingin agar para ayah pun juga hadir, tidak hanya secara finansial, tapi juga secara psikologis. Karena peran ayah dalam keluarga tidak hanya sekadar untuk menjadi tulang punggung keluarga, tapi juga harus ada secara emosional untuk nantinya agar Indonesia punya generasi emas yang tidak fatherless lagi,” paparnya.
Kesehatan Mental Ibu adalah Kunci
Dalam mendukung kesehatan mental ibu agar terjaga dengan baik, Wamen Isyana menegaskan ingin agar peran antara seorang ibu dan ayah betul-betul menjadi partner yang saling melengkapi. Hal tersebut agar nantinya anak-anak Indonesia mendapatkan keluarga yang betul-betul secara emosional juga terjaga.
“Kita (pasangan suami istri) perlu ngobrol, komunikasi, supaya dari ngobrol dan komunikasi itu akhirnya diketahui sebetulnya apa sih yang dibutuhkan. Karena kan berbeda-beda ya. Dari ngobrol dan komunikasi, orang-orang terdekat itu bisa mengetahui apakah ada masalah di situ,” ungkapnya.
Dia menegaskan, jangan malu jika seorang ibu membutuhkan pendampingan emosional. Misalnya, minta konsultasi ke psikiater dan lainnya. Hal ini bertujuan agar penanganan kesehatan mental seorang ibu bisa terselamatkan dengan baik.
“Perempuan Indonesia betul-betul bisa menjadi perempuan yang tangguh, dan juga sehat secara mental, bahagia, karena kita inginnya bahagia,” ujarnya.
Menurutnya, zaman ini tantangan yang harus dihadapi seorang ibu sangat banyak. Namun Wamen Isyana yakin para ibu bisa mengatasi dan berjuang dengan baik.
“Permasalahan pasti akan ada, tapi bagaimana kita bangkit lagi, dan semangat untuk menjadi perempuan yang berdaya, dan tentunya kalau untuk ibu, akan sangat berperan bagi generasi emas di 2045 mendatang,” katanya.