News

Semakin Santer, TNI AL Semakin ‘Diserang’

Mantan Kepala Badan Intelijen Strategis (Kabais), Soleman B Pontoh menilai, adanya tudingan miring terhadap TNI AL yang diduga menerima pungli Rp4,2 miliar dari kapal asing, hanya kebetulan saja. Karena TNI AL merupakan lembaga pengamanan laut yang paling terkenal dibanding lembaga lainnya. Oleh karena itu Soleman meminta agar TNI AL tidak berlebihan untuk membantah tuduhan miring tersebut.

“TNI AL kan paling terkenal di antara lembaga lainnya yang ada di laut jadi gampang dituduhnya,” ujar Soleman dalam keterangan Senin (22/11/2021).

Dia menekankan saat ini zaman yang mudah untuk membuktikan seseorang menerima transaksi yang mencurigakan atau tidak. Sehingga jejak digital bisa ditelusuri. Oleh karena itu bila benar ada oknum TNI AL yang menerima pungli maka tinggal minta kepada Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk menulusuri dan membuktikannya.

“Tinggal buktikan saja, saat ini jejak digital sangat gampang,” paparnya.

Soleman meminta TNI AL untuk tidak baper (bawa perasaan). Karena ritme di laut memang demikian. Sehingga ketika ada pihak yang tidak suka maka langsung menyampaikan. Saat ini kebetulan saja TNI AL yang terkena sasarannya. Oleh karena itu tidak ada desain atau setingan untuk mendeskreditkan TNI AL. Apalagi TNI AL juga tidak bisa dibubarkan karena tuduhan miring tersebut.

“Jadi santai saja nikmati. Asalkan sesuai aturan yang benar. Ibarat pohon yang semakin tinggi maka terpaan anginnya juga semakin kencang,” tandasnya.

Dalam konferensi pers virtual, Kamis (18/11/2021), Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani juga menyatakan kabar soal kapal asing yang dimintai uang untuk dibebaskan seperti mengada-ada dan membuat pencitraan penegakan hukum di Indonesia menjadi buruk.

“Ini berita tendensius, bahkan sumbernya juga tidak jelas dan dikutip media nasional. Ini menganggu kedaulatan laut kita dan membuat pencitraan TNI dan penegakan hukum di Indonesia jadi tidak baik di mata internasional,” ungkapnya.

Dia bilang pencitraan penegakan hukum yang buruk dapat berimbas kepada iklim bisnis di Indonesia. Kepercayaan dunia bisnis pada penegakan hukum di Indonesia bisa tercoreng, ujungnya bisa merugikan perekonomian Indonesia. “Ini bisa berimbas kepada citra penegakan hukum kita dan bisa merugikan ekonomi kita juga,” paparnya.

Hariyadi pun berpesan kepada para operator pelayaran dari luar negeri agar bisa mengikuti aturan hukum internasional maupun nasional yang berlaku di perairan Indonesia. Misalnya saja saat mau bersandar dan membuang jangkar, baiknya operator pelayaran melakukannya di tempat yang sudah ditentukan.

“Kalau perlu bersandar atau perlu berhenti sejenak sambil menunggu instruksi kantor pusatnya gunakanlah wilayah jangkar yang sudah ditentukan dan membayar PNBP. Ini kan ibarat bayar parkir aja,” ungkap Hariyadi.

“Ini imbauan atau peringatan dari kami kepada pelayaran internasional untuk menghrmati hukum kedaulatan perairan Indonesia,” lanjutnya.

Hariyadi menegaskan upaya-upaya pemerasan ataupun pungli pun dijamin tidak akan terjadi di Indonesia. Dia mengatakan, salah satu perusahaan pelayaran asal Yunani juga pernah berperkara di laut Indonesia namun tak pernah ada upaya-upaya pemerasan dilakukan.

“Kami dapat statement dari Lastco Marine Corporation, perusahaan ini berbasis di Yunani. Disebutkan bahwa mereka pernah diinvestigasi dan semua dilakukan sesuai hukum yang ada. Ketika diputuskan tidak ada pelanggaran, dan kemudian mereka dilepaskan tanpa ada pemerasan,” kata Hariyadi.

“Mereka buat statement bahwa tidak ada penalty atau sanksi atau apapun seperti yang dituduhkan di berita yang kemarin banyak beredar,” ujarnya.

Kepala Dinas Penerangan Koarmada I TNI AL Letkol Laut (P) La Ode M Holib menilai kabar tersebut tuduhan yang bisa mencemarkan nama baik institusi.

“Tidak benar tuduhan terhadap TNI AL yang meminta sejumlah uang USD 250 ribu-USD 300 ribu untuk melepaskan kapal-kapal tersebut,” ujar Holib lewat keterangannya, Minggu (15/11/2021).

Holib membenarkan ada sejumlah kapal asing yang ditahan. Penahanan dilakukan karena kapal-kapal asing tersebut melanggar hukum perairan teritorial Indonesia khususnya perairan Kepulauan Riau. Dia menganggap pengakuan dari pemilik kapal asing adanya pembayaran ke perwira TNI AL sebuah tuduhan serius. Holib menyayangkan informasi tersebut beredar cepat tanpa klarifikasi dari pihak TNI AL.

“Beberapa kapal tersebut berperilaku tidak sewajarnya dalam melaksanakan pelayaran antara lain melakukan lego jangkar tanpa izin dari otoritas pelabuhan di perairan teritorial Indonesia yang bukan area lego jangkar yang ditentukan oleh pemerintah, berhenti atau mengapung dalam waktu yang tidak wajar yang dapat membahayakan keamanan dan keselamatan pelayaran, berlayar tidak mengibarkan bendera sebagai identitas kapal, deviasi atau menyimpang dari track pelayaran tidak sesuai dengan rute,” ujar Holib.

Holib menegaskan lagi tidak ada pembayaran yang diterima pihak TNI AL terkait kapal asing yang disita. TNI AL menduga pemilik kapal membayar untuk kebutuhan service ke sejumlah agen. “Sedangkan terkait pemilik kapal yang membayar sejumlah uang antara US$250.000-US$300.000 seperti yang disampaikan, TNI AL tidak pernah menerima uang itu,” jelas Holib.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Willi Nafie

Jurnalis, setia melakukan perkara yang kecil untuk temukan hal yang besar
Back to top button