Sengketa Dua Raksaa Bisnis, Pengamat: Polda Metro Harus Segera Periksa Hary Tanoe


Pakar Hukum Pidana Universitas Bung Karno (UBK), Hudi Yusuf mendesak aparat penegak hukum segera menindaklanjuti laporan Direktur Utama PT Citra Marga Nusaphala Persada (CMNP) Arief Budhy Hardono terkait dugaan NCD (Negotiable Certificate of Deposit) yang menyeret Bambang Hary Iswanto Tanoesoedibjo atau Hary Tanoe.  

“Dalam hukum dikenal asas peradilan sederhana, cepat dan murah. Karena itu aparat penegak hukum (APH) seyogyanya mengikuti asas itu. Apalagi menyangkut tokoh masyarakat, agar masalah tersebut tidak berlarut-larut dan khawatir menimbulkan keresahan di masyarakat,” ujar Hudi kepada inilah.com, Jakarta, Senin (10/3/2025).

Hudi mengatakan, aparat penegak hukum utamanya penyidik Polda Metro Jaya segera mengusut secara profesional, karena baik pelapor mapun terlapor adalah raksasa dalam bisnis.

“Fungsi APH adalah menegakkan hukum terkait sesuatu masalah yang menghilangkan hak dari berbagai macam bentuk modus termasuk dugaan sertifikat deposito palsu, semua yang bermasalah seperti terlapor dan yang meminta keadilan seperti pelapor harus memperoleh perlakuan yang sama di hadapan hukum,” tutur Hudi.

Selain nama Hary Tanoe, mantan Direktur Utama Bursa Efek Indonesia (BEI), Tito Sulistio yang diduga tahu banyak masalah ini, perlu diperiksa. Periode 1995-1999, Tito menjabat sebagai Direktur Keuangan CMNP.  

Nama Tito juga termasuk salah satu pihak yang digugat CMNP di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat pada 28 Februari 2025 dengan nomor perkara 142/Pdt.G/2025/PN Jkt.Pst.

Informasi saja, Arief melaporkan dugaan NCD bodong yang menyeret Hary Tanoe, melanggar UU No 1 Tahun 1946 tentang KUHP, ke Polda Metro Jaya pada Rabu sore (5/3/2025).

Arief membeberkan, pada Januari 2025, dia memeriksa laporan keuangan CMNP dan menemukan data mengenai transaksi pertukaran obligasi CMNP dengan sertifikat deposito yang dapat diperdagangkan (NCD) PT Bank Unibank Tbk, milik Hary Tanoe yang diduga palsu.

“Atas kejadian tersebut, PT CMNP mengalami kerugian US$6,3 miliar (US$6.313.753.178). Atau setara Rp103,4 triliun,” ungkapnya.

Sebelumnya, pihak CMNP membongkar, benarkah Hary Tanoe berperan sebagai broker atau perantara dalam pertukaran surat berharga antara CMNP dengan MNC Asia Holding Tbk/Hary Tanoe.

Jika benar, Hary Tanoe/PT MNC Asia Holding Tbk (dulu PT Bhakti Investama, Tbk)  bertindak sebagai broker atau perantara, muncul pertanyaan, siapakah pemilik NCD dari Unibank yang diperantarai Hary Tanoesoedibjo/MNC Asia Holding Tbk?

Asal tahu saja, NCD merupakan surat berharga yang sifatnya ‘atas bawa’ (aan toonder, to bearer). Artinya, siapa yang memegang surat berharga dan dapat menunjukkan serta menyerahkannya untuk diuangkan, maka dialah pemiliknya.

Dalam kesepakatan transaksi pertukaran surat berharga itu, Hary Tanoe adalah pihak yang menyerahkan NCD kepada CMNP. Dengan kata lain, NCD itu diduga adalah milik Hary Tanoe. 

Dan, NCD yang diberikan Hary Tanoe diduga kuat palsu karena dibuat tidak sesuai dengan ketentuan Surat Edaran Bank Indonesia (BI) No 21/27/UPG tanggal 27 Oktober 1988 perihal Penerbitan Sertifikat Deposito oleh Bank dan Lembaga Keuangan Bukan Bank di Indonesia.

Di mana, NCD Unibank itu diterbitkan dalam mata uang dolar AS yang jatuh temponya  lebih dari 2 tahun. Kuat dugaannya, NCD Unibank milik Harry Tanoe itu, tidaklah sesuai ketentuan (eligible).

Melalui surat yang diterima redaksi Inilah.com pada Selasa (4/3/2024), Direktur Legal MNC Asia Holding, Chris Taufik buru-buru membela Hary Tanoe dengan menyebut gugatan tersebut salah sasaran.

Dia bilang, CMNP mencoba permasalahkan transaksi yang terjadi pada 26 tahun silam, tepatnya 12 Mei 1999. Dan transaksi yang dipermasalahkan antara CMNP dengan PT Bank Unibank Tbk (Unibank), tidak ada kaitannya dengan Hary Tanoe maupun MNC Group.