Senjakala Anggaran Negara, Ekonom Sarankan Prabowo Coret Proyek IKN


Beratnya beban keuangan yang muncul saat Prabowo Subianto resmi menjabat presiden pada 20 Oktober 2024, memaksanya untuk berani menetapkan program prioritas. Apalagi di tahun pertama, Prabowo harus siapkan Rp800 triliun untuk membayar utang jatuh tempo.

Direktur Program Indef, Eisha M Rachbini mengingatkan, presiden terpilih Prabowo Subianto untuk berhati-hati dalam menentukan program.

Eisha menekankan, agar Prabowo Subianto jeli dalam menyeleksi kriteria program, sumber dana, dan lainnya. Menurutnya, pemerintahan mendatang harus fokus pada target yang memberikan efek jangka panjang.

“Harus fokus ke target jangka panjang, mana program yang bisa mendorong pertumbuhan ekonomi lebih tinggi, kontribusinya lebih tinggi. Selain pertumbuhan ekonomi, kita juga harus lihat kesejahteraan masyarakat. Mengurangi kesenjangan, menyerap tenaga kerja yang lebih besar lagi untuk menjalankan program yang memang harus dipilih,” kata putri ekonom senior, Prof Didik J Rachbini itu, dalam diskusi daring di Jaakrta, Kamis (4/7/2024).

Dia menjelaskan, pertumbuhan ekonomi secara teori adalah bagaimana melihat adanya pembentukan modal. Dengan begitu, prioritas yang harus dipilih adalah program yang dapat mendorong investasi lebih tinggi dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia untuk lebih baik.

“Ini faktor-faktor yang memang harus dilihat ke depan. Tapi di antara kriteria tersebut, mana yang visibel mana yang benar-benar bisa dijalankan,” tambahnya.

Sedangkan Direktur Pengembangan Big Data Indef, Eko Listiyanto menyarankan agar pemerintahan Prabowo menetapkan program makan bergizi gratis sebagai prioritas.  Alasannya, program yang menjadi ‘jualan’ Prabowo-Gibran di Pilpres 2024, bisa menjadi stimulan sektor ekonomi. “Ini (program makan bergizi gratis), kemungkinan bisa mendorong pertumbuhan ekonomi lebih tinggi skala nasional,” ungkapnya.

Di sisi lain, Eko menyoroti pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) di Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU), Kalimantan Timur (Kaltim), hanya mendorong pertumbuhan ekonomi sektoral. Di mana, megaproyek senilai Rp466 triliun ini hanya akan membebani APBN.

“Kalau IKN hanya akan mendorong pertumbuhan ekonomi sedikit saja. Itupun hanya daerah-daerah sekitar Kalimantan sana,” kata Eko.