Arena

Sepak Bola Membutuhkan Lebih Banyak Wasit Perempuan

Laga hidup mati Jerman melawan Kosta Rika di matchday terakhir Grup E Piala Dunia Qatar menjadi pertandingan pertama dalam sejarah Piala Dunia yang dipimpin wasit perempuan. Kehadiran wasit perempuan menjadi keharusan mengingat beberapa kelebihannya.

Kehadiran wasit perempuan ini tentu saja unik. Hal ini mengingat sepak bola adalah permainan laki-laki yang mengendalkan kekuatan fisik, kecepatan dan strategi. Bahkan terkadang harus bermain keras, beradu kaki atau tubuh sebagai hal yang biasa. Tentu berbeda dengan dunia perempuan yang penuh kelembutan dan sifat feminim lainnya.

Wasit perempuan itu, Stephanie Frappart, sukses memimpin pertandingan dengan hasil akhir timnas Jerman mengalahkan Kosta Rika 4-2 pada laga pamungkas penyisihan Grup E Piala Dunia 2022 di Stadion Al Bayt, Jumat (2/12/2022) dini hari WIB. Meski menang, Jerman gagal lolos ke babak 16 besar Piala Dunia 2022 karena kalah poin.

“Kami tahu tekanannya, namun saya pikir kami tidak akan mengubah diri kami sendiri. Tenang, fokus, konsentrasi, dan jangan terlalu memikirkan media dan segalanya, fokus saja di lapangan,” kata Frappart yang berasal Prancis mengutip BBC Sport.

Tak hanya wasit, dua asisten wasit perempuan juga mengawal laga penentuan negara yang akan lolos ke babak 16 besar Piala Dunia Qatar 2022 itu. Mereka adalah Neuza Back dari Brasil dan Karen Diaz Medina dari Meksiko. Pertandingan ini sangat penting mengingat sangat menentukan bagi kedua tim siapa yang lolos ke babak 16 besar.

Wasit Perempuan
(foto: Getty Images)

Frappart juga sempat menjadi wasit wanita pertama pada pertandingan Liga Champions pria pada tahun 2020. Wanita berusia 38 tahun itu juga menjadi perempuan pertama yang memimpin pertandingan di kompetisi UEFA utama pria saat Liverpool dan Chelsea bertemu di Piala Super Eropa 2019.

Sebenarnya FIFA telah menyiapkan tiga perempuan di Piala Dunia 2022 ini. Mereka adalah Frappart, Salima Mukansanga dari Rwanda dan Yoshimi Yamashita dari Jepang yang termasuk di antara 36 ofisial untuk memimpin pertandingan di Qatar.

Dilansir dari media Qatar, The Peninsula, Ketua Komite Wasit FIFA Pierluigi Collina memastikan bahwa keenam ofisial pertandingan wanita tersebut tidak akan mendapatkan diskriminasi atau batasan-batasan.

“Kami memiliki ofisial pertandingan wanita untuk pertama kalinya dalam sejarah Piala Dunia. Dengan cara ini, kami dengan jelas menekankan bahwa yang penting bagi kami adalah kualitas dan bukan gender,” tutur mantan wasit legendaris asal Italia itu.

Collina menitipkan pesan kepada para srikandi wasit ini. “Anda di sini bukan karena wanita, tetapi ofisial pertandingan FIFA. Semua ofisial pertandingan bisa ditunjuk untuk semua laga. Kalau ada larangan, itu pembatasan terkait peran mereka (sebagai wasit) di sini,” ucap pria yang selalu tampil dengan kepala plontos ini.

“Kami memiliki beberapa batasan karena netralitas, misalnya. Tapi mereka ada di sini sebagai ofisial pertandingan Piala Dunia 2022 dan mereka siap memimpin laga apa pun,” imbuh Collina.

Tak ada diskriminasi

Hukum permainan sepak bola adalah sama untuk kedua varian gender, dan tuntutan pada wasit dan pelatih juga kurang lebih sama. Dalam aturan FIFA, laki-laki dan perempuan, harus mengikuti kursus pelatihan yang sama untuk memenuhi syarat sebagai wasit. Tidak ada aturan yang mendikte ofisial pria dan wanita harus mengikuti permainan yang menampilkan pemain dengan jenis kelamin yang sama.

Namun, mereka tidak merasa bersaing dengan sesama wasit lawan jenis. Dengan demikian, para wasit perempuan ini merasa harus mendapatkan kesempatan yang sama karena mendapat pendidikan dan pelatihan yang tidak berbeda dengan wasit lain.

Wasit Perempuan
(foto: Getty Images)

Memang ada hambatan dalam kepelatihan wanita. Lazimnya seorang anak perempuan dalam keluarga, biasanya tidak diberi dorongan yang cukup, seperti terhadap anak laki-laki untuk mengejar karir di bidang kepelatihan atau wasit. Sementara ketika perempuan itu benar-benar menunjukkan minat, mereka tidak dianggap cukup serius.

Ini adalah tantangan terberat wasit wanita yakni mendapat tugas yang sama dengan pria, tetapi masih mempunyai beban sosial dan budaya sebagai perempuan. Apalagi di Indonesia.

Terlalu sering, wanita dalam permainan diperlakukan seperti warga negara kelas dua, dan ini menjadi penghalang bagi gadis-gadis muda untuk memikirkan karier di sepak bola.

Mungkin Anda masih ingat dokter Chelsea Eva Carneiro, yang dipermalukan di depan umum oleh Jose Mourinho setelah melakukan pekerjaannya dengan memberikan perawatan kepada pemain pria yang cedera. Apakah dia benar-benar diperlakukan seperti ini seandainya dia adalah seorang dokter pria yang berpengalaman?

Karakter perempuan sebagai pengadil dalam beberapa sektor kehidupan memiliki kelebihan khusus dibanding pria. Misalnya, memiliki kelebihan pada sentuhan kewanitaan dalam melaksanakan tugas dibandingkan pria. Biasanya perempuan juga dianggap bekerja lebih detail, rapi, rinci dan teliti serta terbiasa multitasking di pekerjaan domestik sehingga mereka dinilai lebih jago mengatasi banyak pekerjaan.

Melihat kelebihan ini, tentunya dunia sepak bola membutuhkan lebih banyak wasit-wasit perempuan. Selain tampilannya yang menarik karena kecantikannya, keputusannya yang diambil juga tidak akan kalah dari para wasit pria bahkan bisa lebih objektif.

Sepak bola juga bicara tentang panutan dan keteladanan. Jika gadis-gadis muda tidak melihat wanita yang kuat, berbakat, dan percaya diri dalam peran teratas dalam sebuah permainan seperti sepak bola, siapa lagi yang akan menginspirasi mereka? Dari mana datangnya ofisial, pelatih, dan pemain wanita masa depan kalau tidak dimulai diberi peran dari sekarang.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button