News

Setelah Banyak Aktivis Ditangkap, Bentrokan Berdarah dengan Rakyat, MK Nyatakan UU Ciptaker Inkonstitusional

Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan Undang-undang (UU) No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat, Kamis (25/11/2021).

MK menilai UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat karena cacat secara formil karena dalam proses pembahasannya tidak sesuai dengan aturan. MK juga menilai proses pembuatan UU tersebut tidak memenuhi unsur keterbukaan.

Mahkamah menilai, metode penggabungan atau omnibus law dalam UU Cipta Kerja tidak jelas, apakah metode tersebut merupakan pembuataan UU baru atau melakukan revisi.

Selanjutnya, MK menilai, dalam pembentukannya, UU Cipta Kerja tidak memegang asas keterbukaan pada publik meski sudah melakukan beberapa pertemuan dengan beberapa pihak.

Pertemuan itu dinilai belum sampai pada tahap substansi UU. Begitu pula dengan draf UU Cipta Kerja juga dinilai MK tidak mudah diakses oleh publik. Sehingga masyarakat yang terlibat dalam pertemuan tersebut tidak mengetahui secara pasti materi perubahan undang-undang apa saja yang akan digabungkan dalam UU 11/2020

“Naskah akademik dan rancangan UU cipta kerja juga tidak dapat diakses dengan mudah oleh masyarakat. Padahal berdasarkan Pasal 96 ayat (4) UU 12/2011 akses terhadap UU diharuskan untuk memudahkan masyarakat dalam memberikan masukan secara lisan dan/atau tertulis,” bunyi pertimbangan dalam naskah putusan MK tentang UU Cipta Kerja yang dilihat, JUmat (26/11/2021).

MK juga menemukan fakta terjadinya perubahan penulisan beberapa substansi pasca persetujuan bersama DPR dan Presiden. Padahal setelah UU disahkan oleh DPR tidak diperbolehkan lagi adanya perubahan.

Oleh karena itu, MK menyatakan UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat selama tidak dilakukan perbaikan dalam jangka waktu dua tahun setelah putusan dibacakan. Apabila dalam jangka waktu dua tahun tidak dilakukan perbaikan, UU Cipta Kerja tersebut akan otomatis dinyatakan inkonstitusional bersyarat secara permanen.

Meski dinyatakan inkonstitusional, MK menyatakan, seluruh UU yang terdapat dalam Omnibus Law UU Cipta Kerja tetap berlaku sampai dilakukan perbaikan.

Sebagai informasi, gugatan ini diajukan oleh Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI). Dalam gugatannya, KSPI meminta MK membatalkan UU tersebut. Namun MK menyatakan harus diperbaiki dalam waktu dua tahun.

Aksi Ricuh Penolakan UU Cipaker di Berbagai Daerah

Massa yang marah lantaran tak diizinkan menuju depan Istana pada Oktober 2020, mencoba menerobos barikade polisi ditiga titik Patung Kuda Arjuna Wiwaha, persimpangan Harmoni, dan di depan Stasiun Gambir.

Massa melempari petugas dengan batu, kayu, dan benda tumpul lainnya, termasuk petasan. Polisi pun membalas dengan semprotan water cannon hingga gas air mata.

Bentrokan massa dengan aparat kepolisian bahkan berlangsung hingga tengah malam. Pusat kerusuhan yang terjadi hingga malam hari adalah wilayah simpang Harmoni, Jakarta Pusat yang berada tepat di belakang Istana Negara.

dalam insiden rusuh ini, Polisi menangkap hampir 1.000 orang termasuk mahasiswa sebagai kelompok anarko dalam aksi tolak Omnibus Law.

“Sudah hampir seribu yang kita amankan, itu adalah anarko-anarko itu, perusuh-perusuh itu,” kata Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Yusri Yunus kepada wartawan, Kamis (8/10/2021).

Bentrokan juga tak dapat terhindarkan di Bandung, DIY Yogyakarta, Surabaya dan Maluku. Di Maluku bahkan Kapolda Irjen Baharudin Djafar sempat terkena lemparan batu di depan Universitas Pattimura, Ambon. Diduga, mahasiswa melempari Baharudin lantaran kesal dipukuli oleh anak buahnya.

Selain itu, kericuhan juga terjadi di Kota Surabaya-Malang, Jawa Timur. Bentrokan pecah di Balai Pemuda dan Jalan Basuki Rahmat depan Tunjungan Plaza, Surabaya. Dalam insiden ini Polisi mengamankan 634 orang.

Aksi massa juga dilakukan mahasiswa dan buruh di Bekasi, Tangerang, Palembang, Bandar Lampung, Semarang, Pontianak, Makassar, Kendari dan daerah lain. Mayoritas aksi berujung rusuh.

Aktivis dan Ribuan Orang Ditangkap Dalam Aksi Demo Tolak UU Ciptaker

Oktober 2020, ratusan orang yang menggelar aksi demo penolakan UU Ciptaker ditangkap oleh aparat, salah satunya terjadi di Surabaya, tepatnya di depan Gedung Negara Grahadi di Jalan Gubernur Suryo, Selasa (20/11/2020). Penangkapan ratusan orang tersebut buntut kericuhan selama aksi berlangsung.

Tak hanya ratusan massa, sejumlah aktivis juga ditangkap terkait aksi penolakan UU Ciptaker. Ada delapan aktivis diamankan, 7 diantaranya aktivis Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) yang diamankan oleh Tim Cyber Bareskrim Polri. Penangkapan kedelapan orang itu atas tuduhan memberikan informasi yang bermuatan suku, ras, agama, dan antargolongan (SARA) melalui aplikasi WhatsApp.

Kedelapan aktivis tersebut yaitu, Anton Permana, Syahganda Nainggolan, Jumhur Hidayat, Juliana, Devi, Khairi Amri, Wahyu Rasari Putri dan Kingkin.

 

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Anton Hartono

Jurnalis yang terus belajar, pesepakbola yang suka memberi umpan, dan pecinta alam yang berusaha alim.
Back to top button